Demikian ketatnya jadwal menulis saya waktu itu, sampai-sampai kemana-mana saya membawa mesin tik dan tips ex.
Saya mulai menulis untuk “publik” ketika kelas 2 SMP, saat cerita pendek (lebih tepatnya cerita mini) saya berjudul “Kena Batunya” dimuat di rubrik “remaja” (atau anak?) koran sore Sinar Harapan, Jakarta. Sejak itu, saya hampir tak pernah berhenti dari kegiatan menulis.
Menulis apa saja. Dari fiksi cerpen, puisi, cerita bersambung sampai maslalah kebudayaan, pers, hukum, politik dan olah raga, bahkan urusan kemahasiswaan saya tulis. Dan di muat dimana saja. Tulisan saya pernah di buat di hampir semua media koran dan majalah ibukota waktu itu: Kompas, Pelita, Merdeka, Berita Buana, Suara Karya, majalah Warta Ekonomi, Tempo, Gadis, Kartini, Selecta, Horizon, Higina sampai dengan majalah Karang Taruna Cikini., dan sebagainya.
Di beberapa penerbitan terkadang tulisan saya dapat muncul seminggu dua kali, misal di rubrik opini Kompas.
Dari pengalaman saya sebagai penulis, ada asioma yang menarik di kalagan penulis : Semakin sibuk kita, rupanya semakin produktif pula kita. Itulah yang juga saya alami. Semakin banyak dikejar dead line, banyak lahir pula karya kita.
Saya menulis buat rubrik Ilmu Pengetahuan Sosial acara Titik Temu Radio ARH. Padahal saya waktu itu masih tingkat 1 atau 2 FHUI, sehingga terpaksa harus membaca buku-buku ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, kriminalitas dan sebagainya. Sebab “ilmu pengetahuan sosial” tersebut harus dituangkan dalam bentuk siaran radio yang populer, dapat dalam bentuk dialog, sandiwara atau gabungan keduanga dan sebagainya.Jadi saya harus “melalap” dulu buku ya supaya faham benar (sehingga waktu kuliah untuk mata acara ini terasa lebih “ringan). Lantas saat itu Saya juga sudah mulai bekerja sebagai wartawan majalah Fokus dan majalah ilmiah Hukum Pemabangunan FHUI.
Dengan begitu, tentu, hampir tak ada waktu luang untuk terlalu santai. Tapi, nah ini anehnya, semakin kita dipacu keadaan untuk menulis, semakin lancar pula tulisan-tulisan kini. Kini setelah relatif kehidupan penghidupan agak santai, “naluri” menulis, wakau masih terus melekat, namun juga tidak sekencang dulu.
Tidak seperti sekarang, tulisan dapat dimirim melalui berbagai piranti lunak sekaligus dan dalam sekejab naskah sudah terkirim, dahulu naskah biasanya dimirim langsun ke tempat penerbitan atau dikirim pakai pos.
Kala itu semua penerbitan itu memberikan honor. Sebagian diambil sendiri sebagian lagi dikirim melalui wesel (tanda terima wesel masih saya simpan sampai sekarang).
Demikian ketatnya jadwal menulis saya waktu itu, sampai-sampai kemana-mana saya membawa mesin tik dan tips ex (masih ingatkah benda ini?). Tips ex diperlukan kalau kita salah ketik (kalau sudah aleneas yang salah biasanya harus diulang lagi negetiknya karena kebanyakan tips ex jadi buruk penampilannya).Dimana saja saya mengetik. Di rumah atau di kantor teman, saudara, atau dimana saja. Kadang-kadang saya membawa KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia) sebagai rujukan kala itu. Dua mesin tik sebagai kenangan-kenangan masih saya simpan sampai sekarang.
Setelah era mesin berakhir saya mulai mengetik memakai komputer, kemudian latop dan terakhir-terakhir semua cukup melalui HP.
Bagaiamana pengalaman para sobat?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews