Menunggu Zaman Baru

Pandemi Covid-19 ini telah dimanfaatkan oleh para politisi atau kelompok-kelompok anti-migran, kaum populis sayap kanan yang selama ini sangat keras menentang pengungsi.

Kamis, 9 April 2020 | 07:07 WIB
0
426
Menunggu Zaman Baru
Berdoa di gereja (Foto: Kompas.com)

Sejarah menceritakan bahwa wabah adalah faktor kunci mundurnya Zaman Purbakala dan lahirnya Abad Pertengahan (Lester K Litte; 2007). Dengan kata lain, wabah telah menjadi salah satu unsur yang mendorong terjadi perubahan zaman.  

Wabah Justinian (terjadi di zaman Kaisar Justinius berkuasa di Kekaisaran Romawi Timur abad ke-6) menjadi titik awal kemunduran Kekaisaran Romawi—yang nantinya akan digantikan oleh Kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) Turki--karena merosotnya perekonomian yang berbuntut ke pelemahan kekaisaran.

Walter S. Zapotoczny  (2006) menulis, Black Death wabah penyakit yang terjadi delapan abad setelah wabah Justinian sangat mempercepat perubahan sosial dan ekonomi selama abad ke 14 dan 15.

Selain itu juga  menjadi penyebab pecahnya pemberontakan petani di banyak bagian Eropa, seperti Perancis (pemberontakan Jacquerie, 1358) dan di Italia (pemberontakan Ciompi, 1378, yang melanda kota Florence).

Salah satu kelompok yang paling menderita adalah Gereja, yang di zaman itu sangat berpengaruh. Mereka kehilangan prestise, otoritas spiritual, dan kepemimpinan atas rakyat, ketika orang-orang beralih ke mistisisme.

Baca Juga: Para Peneliti Berharap Mampu Meningkatkan Prediksi Epidemi di Masa Depan

Gereja menjanjikan penyembuhan, perawatan, dan penjelasan tentang wabah itu. Mereka mengatakan itu adalah kehendak Tuhan, tetapi alasan hukuman yang mengerikan ini tidak diketahui. Orang-orang menginginkan jawaban, tetapi tidak ada jawaban. Orang-orang berdoa kepada Tuhan dan memohon pengampunan.

Setelah wabah berakhir, penduduk desa yang marah dan frustrasi mulai memberontak melawan Gereja. Para penyintas juga marah pada dokter, yang mengatakan mereka bisa menyembuhkan pasien, tetapi ternyata tidak. Segera setelah letusan Black Death terjadi perubahan.

Struktur ekonomi berbasis lahan bergeser. Kekayaan dalam bentuk uang, keterampilan, dan jasa layanan muncul. Kota-kota kecil mulai tumbuh berkembang, sementara perkebunan besar dan kecil mulai runtuh.

Struktur sosial, ekonomi, dan politik yang sangat Eropa diubah selamanya. Feodalisme berakhir dan mengubah arah sejarah di Eropa.

Menuju Zaman Baru?

Apakah sejarah akan berulang? Apakah pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini akan mengubah dunia, termasuk di dalamnya sikap dan perilaku manusia terhadap alam? Apakah juga akan mengubah cara hidup dan kerja manusia?

Apakah akan terjadi perubahan besar dalam tatanan dunia dan muncul tatanan baru, serta hubungan antar bangsa, seperti di masa lalu?

Di masa lalu, wabah memiliki efek yang luar biasa pada lahirnya Revolusi Industri (1750-1850). Revolusi Industri memicu perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia, juga perbudakan.

Sekarang, pandemi Covid-19 ini, misalnya, memiliki efek luar biasa pada stabilitas sosial, ekonomi dan politik serta hubungan antar-negara. 

Apa yang terjadi di Eropa bisa menjadi salah satu contohnya. Bukan Brexit, atau banjir para migran, tetapi pandemi Covid-19 dapat menimbulkan tantangan terbesar bagi persatuan Eropa—mungkin juga ASEAN atau organsiasi-organisasi regional lainnya--dalam beberapa dekade mendatang.

Baca Juga: Menara Gereja

Meskipun, pandemi Covid-19 ini telah dimanfaatkan oleh para politisi atau kelompok-kelompok anti-migran, kaum populis sayap kanan yang selama ini sangat keras menentang pengungsi.

Harus diakui bahwa sekarang ini, yang namanya solidaritas internasional, di Eropa sangat jelas, kurang nampak (meski sekarang mulai betubah). Padahal kerja sama internasional adalah faktor kunci ketika dunia menghadapi krisis. Pandemi Covid-19 ini adalah ujian politik di semua tingkatan: komunitas, lokal, komunal, nasional, regional, dan internasional.

Apa yang mencolok dengan pandemi Covid-19 sekarang ini adalah lemahnya koordinasi global, meskipun China menyediakan diri untuk membantu negara lain. Meski sekarang pelan-pelan mulai berubah telah berubah. Misalnya, pekan lalu PBB adopsi resolusi baru tentang Covid-19.

Padahal, adalah sangat penting menyadari bahwa apa yang memengaruhi satu orang di mana saja, memengaruhi setiap orang di mana pun. Sebab, tak terhindarkan bahwa kita semua  menjadi bagian dari suatu spesies. Oleh karena itu adalah sangat tidak perlu dan tidak penting, berpikir tentang  pembagian ras, etnis, agama, status ekonomi, dan lain sebagainya, seperti yang dikatakan oleh Presiden AS Donald Trump yang menyebut virus korona sebagai virus china.

Saat ini sangat dibutuhkan adanya kerja sama untuk membangun solidaritas global sebagai spesies manusia untuk diorganisasi  saling memelihara; untuk menyadari bahwa kesehatan orang yang paling rentan di antara kita adalah faktor penentu bagi kesehatan kita semua; dan kesadaran untuk terus memelihara Bumi sebagai rumah bersama.

Apabila,  bangsa-bangsa tidak siap untuk melakukan itu--orang Jawa mengatakan nut zaman kelakone, mengikuti semangat zaman--bangsa-bangsa tidak akan pernah siap menghadapi tantangan yang menghancurkan bagi kemanusiaan. Karena manusia tidak belajar dari sejarah; bukankah historia magistra vitae, sejarah adalah guru kehidupan?

Maka bukan mustahil, pandemi Covid-19, akan menandai perubahan sejarah manusia dan kemanusiaan; akan muncul zaman baru, yang entah seperti apa. Sejarah selalu berulang.

Trias Kuncahyono

***