Telepon Merah Selamatkan Gajah

Pada bagian akhir sambutannya, Emil Salim berpesan agar pemerintah mempertahankan ekosistem agar manusia tidak menjadi hewan.

Minggu, 14 Juli 2019 | 09:58 WIB
0
477
Telepon Merah Selamatkan Gajah
Konservasi gajah (Foto: Republika)

Jangan sampai jalan gajah, harimau, orangutan dan satwa lainnya dirusak hanya karena ambisi membangun jalan manusia. Jika ini terjadi, maka akan ada konflik satwa dengan manusia, karena habitatnya hilang.

Presiden Jokowi optimistis mega proyek jalan Trans Sumatera bisa selesai. Saat ini sejumlah ruas tol sudah dimulai pembangunannya dan menunjukkan progres yang positif. Secara khusus Jokowi mengatakan wilayah Provinsi Riau menjadi wilayah yang paling diuntungkan dengan tersambungnya tol Trans Sumatera.

“Yang dapat keuntungan yang paling banyak adalah siapa? Ternyata adalah Provinsi Riau. Karena selain jalan tol dari Lampung sampai Aceh, Riau berada pada tempat strategis, tetapi memiliki feeder jalan tol cabang yaitu ke Padang, Dumai, dan Sumut sehingga ini berada pada poros yang strategis," ujar Jokowi saat mengunjungi Riau, beberapa waktu lalu.

Dengan kembali terpilihnya Jokowi sebagai presiden periode 2019-2024, mega proyek jalan Trans Sumatra akan terus dilakukan dari Lampung hingga Aceh.

Namun, mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim, mengingatkan pemerintah agar pembangunan infrastruktur itu jangan sampai merusak ekosistem di Pulau Sumatra.

“Jangan sampai jalan gajah, harimau, orangutan dan satwa lainnya dirusak hanya karena ambisi membangun jalan manusia. Jika ini terjadi, maka akan ada konflik satwa dengan manusia, karena habitatnya hilang,” ujar Emil Salim saat acara halal bihalal Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) di sebuah apartemen kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2019) lalu.

Air Sugihan

Ia kemudian bercerita tentang ratusan gajah yang pernah tergusur dari habitatnya. Ketua Dewan Penasihat PKBSI itu mencoba mengeksplorasi daya ingatnya. Kali ini jarum jam diputar terbalik. Seperti lorong waktu, berputar 37 tahun lalu. Tepatnya pada akhir 1982. Profesor Doktor Emil Salim, merasa perlu kembali mengingatkan arti pentingnya lingkungan hidup. Bahkan belajar hidup dari satwa liar, yakni gajah.

Semula, kata Emil, ratusan gajah hidup tenang di Air Sugihan, Sumatra Selatan (Sumsel). Belakangan, mucul perkampungan baru dengan hadirnya sekitar 200 ribu jiwa transmigran. Termasuk penebangan atas nama hak pengusahaan hutan (HPH) pada 1982.

Maka, pada suatu hari, jelang akhir 1982, ratusan gajah merangsek memasuki perkampungan transmigran. Perkampungan yang sebelumnya justru merupakan habitat gajah. Puluhan anggota TNI bersikap dan berencana menembaknya. “Lebih baik menyelamatkan nyawa manusia,” kata Panglima Kodam Sriwijaya. Kabar tersebut sampai ke telinga Presiden Soeharto.

Emil Salim, ketika itu sebagai Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, segera melaporkan masalah tersebut kepada Kepala Negara di kantor presiden. Kisah bermula dari telepon Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam setempat yang diterima Emil. Melaporkan gerombolan gajah akan ditembak tentara, karena akan melintasi perkampungan.

Rombongan gajah itu sesungguhnya rutin ke laut untuk memenuhi kebutuhan garam tubuhnya. Sayang, ketika hendak kembali ke hutan, jalurnya sudah terpotong permukiman transmigran.

Setelah menerima laporan Emil Salim, Presiden Soeharto mengangkat telepon berwarna merah di mejanya. Ia menelepon Panglima Kodam Sriwijaya yang juga Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban Daerah (Pangkopkamtibda) Sumsel, Brigadir Jenderal Try Sutrisno. “Try, batalkan rencana penembakan gajah-gajah. Cari jalan lain!” Dari ujung telepon, terdengar suara, “Siap, laksanakan!”

Soeharto pun meminta Emil agar memindahkan gajah-gajah itu. ”Wah, bagaimana caranya? Dalam sejarah dunia belum ada proyek pemindahan gajah,” jawab Emil kepada Soeharto.

Sang presiden tidak mau tahu dan meminta Emil bekerjasama dengan TNI dan instansi lain. Dibentuklah Satuan Tugas (satgas) Operasi Ganesha dipimpin Letnan Kolonel CPM I Gusti Kompyang Manila. Tugas mereka memindahkan 232 gajah dari Air Sugihan ke Lebong Hitam, Lampung, sejauh 70 kilometer.

Tim terdiri dari anggota militer dari Kodam Sriwijaya, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, beberapa transmigran, dan sejumlah tenaga ahli. Total jumlahnya sekitar 400 orang.

Saling melindungi

Lalu bagaimana caranya menggiring rombongan gajah? Komandan satgas mengusulkan agar tim membuat bunyi-bunyian dari berbagai benda dan alat musik untuk menggiring gerombolan gajah.

Perjalanan sepanjang 70 kilometer harus melalui medan cukup berat, berupa rawa, hutan, serta sungai dengan lebar sekitar 60 meter. Belum lagi rombongan gajah yang tiba-tiba tidak mau bergerak, ketika ada anak-anak gajah terduduk dan tertidur, karena kelelahan.

“Ternyata dengan badan besar, gajah bisa berbaris teratur. Yang betina di depan dan di samping rombongan. Di bagian tengah berkumpul semua anak gajah dan di belakang berbaris gajah jantan. Sungguh luar biasa, mereka seperti manusia,” ujar Emil menceritakan konfigurasi rombongan gajah.

Ya, Emil mengakui mendapatkan pelajaran dan pengalaman luar biasa dalam perjalanan menggiring gajah. Seperti pasukan tentara yang berbaris dan saling melindungi dari ancaman musuh.

Ketika menyeberangi sungai selebar 60 meter, misalnya, gajah-gajah dewasa berjajar di sungai membentuk jembatan. Lalu anak-anak gajah menyeberang di atas punggung gajah dewasa. ”Benar-benar ajaib,” tutur Emil dengan mata berkaca-kaca.

Tatkala gajah-gajah itu sampai ke tempat tujuan setelah berjalan selama 44 hari, menjadi momentum mengharukan. Para prajurit yang menggiring gajah pun terharu. ”Semua menangis.”

Para prajurit menangis lagi ketika diundang ke Istana dan disalami Presiden Soeharto. ”Mengharukan, mereka yang biasa memegang senapan ternyata bisa menangis,” ujar mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim.

Pada bagian akhir sambutannya, Emil berpesan kepada pemerintah. “Pemerintah harus mempertahankan ekosistem agar manusia tidak menjadi hewan,” kata Profesor Emil yang disambut tepuk tangan ketua umum PKBSI Rahmat Shah dan pengurus PKBSI lainnya. Hadir pula Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indra Eksploitasia.

Selamat Ginting, penulis. Sumber blog Selamat Ginting Associates.

***