Kehadiran mereka perlu didukung dengan edukasi, misalnya secara berkala bikin gelaran fashion show dengan style yang bisa mereka tiru.
Tak perlu menunggu kaya untuk bergaya. Tak perlu jadi orang kota untuk eksis dan mendunia. Bermodal uang saku Rp.20-50 ribu dan penampilan busana terbaik mereka, anak anak remaja dari pinggiran ibukota itu membanjiri Dukuh Atas, pusat kota Jakarta untuk mencari perhatian publik dengan cara nongkrong di area BNI City.
Itulah fenomena Citayam Fashion Week yang sedang marak hari hari ini.
Kabar baiknya, era anak anak nongkrong yang nge-punk, kumel, jorok, amburadul dan mabuk mabukan – sudah berlalu. Kini anak nongkrong dari pinggiran nampak necis dan fashionable. Resik dan cantik.
Di belakang itu, efek ekonomi langsung berasa. Pengusaha garment dan fashion senyum senyum senang melihatnya. Transportasi publik, khususnya angkot dapat berkah juga. Berkah lainnya bagi para penjual jajalan di kawasan yang ditongkrongi. Meski tampilan bak cover boys dan cover girl, jajanan tetap cilok, cimol, tahu goreng dan es doger.
Kalau KRL transportasi murah yang mempertemukan para remaja seantero Bodetabek, memang subsidi.
Beda dengan sebelumnya, anak anak nongkrong identik para pemabuk dan brandalan, remaja remaja broken home, komunitas SCBD – Sudirman, Citayam, Bojonggede dan Depok, tampil gaya. Pamer pesona. Datang dengan pakaian baru, koleksi khusus.
Salut dan miris juga, dengan uang saku Rp.20 – 50 ribu – sebagaimana diliput RCTI – anak anak pinggiran menemukan kebahagiaan, dengan duduk duduk dari siang hingga 22.00 malam.
Kabar baiknya, kata siapa warga pinggiran susah dan kena krisis ekonomi? Rasanya baru kemarin kena hantam pandemi Covid-19, kok anak anak warga pinggiran kota sudah bisa bergaya?
Fenomena Citayam Fashion Week di Kawasan BNI City Jalan Sudirman, Jakarta, yang ramai oleh muda-muda dari daerah Citayam dan Bojonggede mengingatkan pada anak anak muda di Harajuku, Jepang.
Kawasan Jalan Harajuku, Shibuya, Sinjuku, Akihabara, di Tokyo mendunia karena dadanan remajanya yang unik dan bebas. Harajuku Style tidak merujuk pada karya designer kondang di catwalk, bukan kepanjangan brand dan industri fashion, tidak berpatokan dengan musim mode tertentu. Bahkan terkadang jauh berbeda dengan mode arus utama karena didasarkan pada selera individualisme.
Gaya fashion ini merupakan mode yang tumbuh dari jalanan dan bukan dari fashion show atau desainer. Mereka bebas menggunakan pakaian apa saja beserta aksesoris sesuai selera pribadi.
Street fashion adalah selera gaya orang-orang kreatif yang mengambil segala macam ide, baik dari musik, olahraga, mode, dan sejenisnya, kemudian mengekspresikan nilai-nilai pribadi mereka melalui pakaian.
Street fashion yang telah menjadi bagian dari budaya mode tak jarang malahan menjadi inspirasi desainer merancang busana buatan mereka.
Remaja Indonesia sebagai bagian dari remaja Asia dan Dunia nampak di Citayam Fashion Week. Bukan remaja penerus kadrun yang menghidupan budaya gurun pasir. Korban liqo, halakah, tabligh, hijrah, serba syar'i dan menjadi puritan. Bibit intoleran. Culun. Kadrunista.
Kehadiran mereka perlu didukung dengan edukasi, misalnya secara berkala bikin gelaran fashion show dengan style yang bisa mereka tiru. Juga menanamkan gaya hidup bersih, tertib, taat aturan, peduli sesama, tidak merokok dan buang sampah sembarangan.
Ketika para ekonom dan politisi oposan menyoroti krisis ekonomi Srilangka, yang berpotensi mengembet ke Indonesia, karena presidennya Jokowi – dan mendorong agar Jokowi diturunkan –mereka harus mendatangi kawasan BNI City di Dukuh Atas, Jakarta Pusat, yang dibanjiri anak anak pinggiran yang tampil modis dan eksis.
Tak ada krisis di sini, Drun!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews