Sayang sekali, memang ada orang-orang yang cuma tahu baca kitab suci, tapi lagaknya macam orang yang paling tahu semua permasalahan di dunia.
Penyangkalan adalah mekanisme pertahanan diri manusia dari situasi yang tidak menyenangkan. Misalnya ketika kehilangan orang yang dikasihi. Namun kadang-kadang manusia juga menyangkal fakta di depan mata, ketika hal itu bertentangan dengan sesuatu yang diyakininya.
Lebih–lebih bila hal ini terkait dengan agama atau institusi agama. Di tengah masyarakat Indonesia, agama (dan institusinya, bahkan pemuka–pemukanya) sering dipandang sempurna.
Beberapa hari lalu, di timeline saya ada postingan mengkritisi perilaku pendeta yang kurang terpuji, yang pada akhirnya membuat beberapa umat Kristen tidak lagi bersedia ke gereja. Bahkan mungkin tidak lagi practicing religion.
Bagi saya, sebetulnya postingan ini tidak hanya berlaku bagi pendeta. Semua orang yang berani declare bahwa dirinya adalah pengikut Kristus, perilakunya harus dijaga. Karena orang lain, baik saudara seiman maupun orang beragama lain bisa saja mengaitkan perilaku kita dengan “label” sebagai pengikut Kristus tadi.
Saya pernah ditegur teman, karena perilaku saya tidak sesuai dengan teladan Kristus, yang sering saya ceritakan. Lebih–lebih seorang pendeta, penilaian perilaku ini akan lebih berat.
Fakta yang kadang terjadi, perilaku orang Kristen dan pendeta yang kurang terpuji betul–betul membuat orang jadi kapok beragama Kristen.
Contoh kecil, teman–teman saya dari Amerika Selatan dan Eropa bercerita bahwa kasus–kasus pelecehan seksual terhadap anak–anak di gereja membuat mereka tidak lagi berminat memeluk agama. Ada di antara teman saya yang mengalaminya juga. Ini fakta!
Yang lucu adalah ketika ada orang yang ngamuk ngotot bahwa sangat tidak mungkin orang Kristen meninggalkan Yesus hanya gara–gara kelakuan pendeta. Argumennya, karena mengikut Kristus tidak boleh dengan memandang perilaku manusia.
Hmm, saya juga diajari begitu. Tapi itu kan kondisi ideal. Sementara fakta di lapangan sering jauh dari ideal.
Idealnya, jadi Kristen memang harus fokus pada Yesus, bukan pada manusia, supaya tidak kecewa. Tapi faktanya, ada yang sudah beriman pada Yesus tapi jadi kecewa karena perilaku pengikutNYA. Saya juga ingat kisah Mahatma Gandhi soal ini.
Jadi poinnya itu, perilaku kita yang tidak terpuji bisa membuat orang jadi males mengikut Kristus. Makanya diingatkan untuk tidak jadi batu sandungan bagi orang lain.
Namun, yang namanya netizen +62, apalagi ngomongin agama, jadinya sering lepas control. Pokoknya menyangkal total sampai TUHAN datang. Tidak mau menerima fakta, bahwa perilaku pengikut Kristus bisa jadi penghalang bagi orang lain.
Tidak lupa penyangkalan dibumbui dengan sumpah serapah dan caci maki yang tiada duanya. Masih ditambah, menghardik orang yang tidak sependapat dengannya untuk DIAM!
Luar biasa… betul-betul typical fanatik agama. Mestinya fakta adalah fakta, tidak perlu disangkal-sangkal dengan menuduh ini itu terhadap orang yang tidak lagi mau practicing religion.
Perilaku tersebut juga contoh sempurna perbedaan kondisi ideal dengan kenyataan. Idealnya, seorang yang merasa dirinya pengikut Kristus dan mengenalNYA, tutur katanya harus lemah lembut meskipun tegas. Tapi faktanya, ada yang mengaku dirinya pengikut Kristus tapi mulutnya luar biasa jahat.
Idealnya, pengikut Kristus mendapatkan kepuasan hidup dari pengenalannya akan Kristus. Tapi faktanya, ada yang mendapatkan kepuasan batin dengan mencaci maki dan menggoblok–goblokkan orang lain.
Sayang sekali, memang ada orang-orang yang cuma tahu baca kitab suci, tapi lagaknya macam orang yang paling tahu semua permasalahan di dunia.
***
Ketidak sempurnaan institusi agama dan orang – orang di dalamnya itu FAKTA. Bukan hal yang perlu disangkal. Lebih – lebih dengan cara yang malah menunjukkan bukti ketidak sempurnaan itu.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews