Tips (Menghadapi) Pensiun, Lakukan Apa Yang Kamu Bisa dan Kamu Suka

Yang tidak baik itu saat seorang pensiunan meratapi pendapatannya yang berkurang drastis, menangisi kekuasaan dan wewenang yang sudah tidak ada lagi padanya.

Selasa, 25 Agustus 2020 | 08:46 WIB
0
217
Tips (Menghadapi) Pensiun, Lakukan Apa Yang Kamu Bisa dan Kamu Suka
Ilustrasi pensiun (Foto: Kompas.com)

Saya meminjam kalimat yang dijadikan judul status ini saat saya biasa berbagi ilmu menulis, yaitu "Tulis apa yang kamu kuasai dan kamu sukai". Memang hanya dari dua hal itulah tulisan bermula. Kenapa? Sebab, dua hal itu melekat pada diri seseorang.
Apa yang kita kuasai, menulis sesuai kepakaran. Apa yang kita sukai, menulis sesuai hobi yang dijalankan.

Ternyata dalam perjalanan hidup saya kemudian, mantra yang saya ciptakan sendiri itu berlaku buat para pensiunan atau setidak-tidaknya saat akan menghadapi pensiun. Hanya saja, formulanya berbeda sedikit. Mantra untuk pensiunan menjadi, "Lakukan apa yang kamu bisa dan yang kamu suka".

Bicara pensiunan, semua orang yang (pernah) bekerja akan mengalami fase ini. Ada yang karena pensiun dini, seperti yang saya lakukan, ada yang pensiun alami karena memang sudah waktunya. Kerap seseorang gamang dan cenderung takut saat menghadapi pensiun, baik pensiun dini maupun pensiun alami.

Sejatinya kegamangan dan ketakutan itu bisa diminimalisir dengan mengingat mantra tadi, "lakukan apa yang kamu bisa dan kamu suka". Sayangnya, tidak sedikit orang yang tidak tahu mantra sederhana ini.

Usia pensiun berbeda-beda pada masing-masing institusi/perusahaan. Di BUMN dan beberapa perusahaan swasta berlaku pensiun penuh 55 tahun. Guru SD sampai SMA pensiun 60 tahun. Dosen mungkin 65 tahun, Jenderal 58 tahun, dan seterusnya. Harian Kompas tempat dulu saya bekerja, memberlakukan pensiun 60 tahun bagi wartawan/karyawan-karyawannya. Lalu saya ambil pensiun dini saat usia 50an tahun.

Ketika memutuskan untuk mengambil pensiun dini, tentu saja dengan perhitungan yang cermat, tidak keluar dari Kompas karena marah atau kecewa. Tidak perlu gamang apalagi takut, justru keputusan diambil setelah melalui perhitungan cermat, misalnya apa yang bisa saya lakukan selama 10 tahun ke depan selepas pensiun dini sampai patokan pensiun 60 tahun berakhir.

Kembali ke mantra "Lakukan apa yang kamu bisa dan kamu suka". Untuk kasus saya, saya bisa menulis dan memang suka menulis. "Bisa" dan "suka" sama-sama menyatu, mengerucut dan bermuara pada satu kegiatan: MENULIS. Itulah yang saya lakukan setelah pensiun dini. Tidak ada hari-hari yang tidak saya isi dengan kegiatan menulis.

Tidak bosan kerjaaan nulis melulu? Tidak, karena itu yang saya SUKA. Tidak kehabisan ide setiap hari harus menulis? Tidak, karena itu yang saya BISA. Tidak patah semangat saat menulis? Tidak, karena saya bisa mendapatkan REZEKI, yang bila dihitung secara kumulatif, kenanya lumayan juga, setidak-tidaknya untuk ukuran pensiunan.

Saya lulus S1 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran dan apa yang saya kerjakan, yaitu tulis-menulis, masih masuk ke ranah bisnis inti komunikasi, yaitu komunikasi literal. Boleh dibilang, di sinilah kepakaran saya.

Bahwa saya juga menguasai komunikasi verbal, tentu saja karena dalam beberapa kesempatan saya diminta mengajar menulis. Artinya, komunikasi verbal dan komunikasi literal sama-sama saya jalankan sampai sekarang, sampai saya menikmati waktu-waktu pensiun ini... "every day is a holiday!"

Bagi saya, pensiun dini bukan berhenti total dalam bekerja, tetapi masih ada waktu 10 tahun sejak saat saya menyatakan pensiun dini untuk bereksperimen dengan pekerjaan yang saya kuasai dan saya sukai. Ada yang berhasil, ada yang gagal, itu biasa, namanya juga usaha, tetapi yang penting harus dicoba dan jangan mudah berputus-asa.

Tips saya untuk tulisan pendek ini, jangan takut pensiun alami atau pensiun dini, selagi itu sudah dihitung secara matang.

Kalau kamu masih punya tenaga dan pikiran masih penuh inovasi, kenapa tidak dijalankan sebagai sebuah "eksperimen kehidupan" dengan catatan, lakukan semua hal itu sesuai dengan apa yang kamu bisa dan apa yang kamu suka.

Melakukan hal baru di luar dua hal itu, bisa saja, tetapi saya tidak menyarankannya. Kenapa? Karena saya tidak mengalaminya. Saya hanya bercerita tentang hal-hal yang saya alami saja. Saya tidak bisa berdagang, tidak bisa juga jadi konsultan hukum, misalnya, karena itu bukan kepakaran saya.

Jadi kalau ada ahli akuntansi usai pensiun dini atau pensiun alami membuka kantor akuntan mandiri, "it's fine". Ada pensiuan bankir menjadi dosen perbankan di perguruan tinggi swasta, "i'ts good". Mereka bekerja sesuai dengan kepakarannya, bukan?

Tetapi jika ada seorang pensiunan tentara membuka bengkel sepeda/motor sesuai hobi yang melekat pada dirinya sejak muda, itu juga oke banget. Kalau ada pensiunan wartawan berdagang atau bisnis membuat makanan khas, kenapa tidak kalau itu memang hobinya. Jadi, semua baik-baik saja.

Yang tidak baik itu saat seorang pensiunan meratapi pendapatannya yang berkurang drastis, menangisi kekuasaan dan wewenang yang sudah tidak ada lagi padanya, lalu meratapi kehidupan yang menurut perasaannya semakin susah dan tambah susah. Jika kamu terjerembab ke dalam golongan ini, sungguh hidupmu tidak akan bahagia, apalagi di saat pintu maut sudah semakin dekat.

Selagi menghadapi masa pensiunan dipersiapkan secara matang, mampu mengerjakan sesuatu sesuai kepakaran dan kesukaan sehingga menghasilkan rezeki, semua ratapan dan tangisan itu seharusnya tidak akan pernah terjadi.

***