Perempuan bukan untuk pemanis, atau bagian erotika seni pertunjukan, tetapi mereka adalah pangkal persoalan tumbuhnya cerita.
Tidak semua pemain perempuan boleh melucu di dalam lawak Srimulat. Termasuk yang dilarang, adalah Jujuk Juwariyah dan Tri Retno Prayudhati, alias Nunung.
Begitu antara lain dikatakan Pak Asmuni, almarhum. Tapi, katanya pula, sejak Pak Teguh tidak aktif menyutradarai Srimulat (1987-an), aturan itu banyak dilanggar. Itulah saat-saat surutnya Srimulat. Banyak anggotanya yang keluar, atau mendirikan grup sendiri-sendiri, tapi mereka tak punya kapasitas mengolah.
Ketika Srimulat naik lagi ke permukaan, mengisi program regular di Indosiar (1996), tampilan Srimulat tak seliat ketika di panggung. Bukan soal format dan karakter media yang berbeda, tetapi tidak ada yang ‘mengendalikan’ Srimulat.
Bermain di televisi, yang mengubah hidup sebagian pemain Srimulat, membuat perubahan besar pada karakter dan perilaku mereka. Baik sebagai pribadi maupun seniman kreatif. Mulai terjadi ‘rebutan’ lucu, permainan individu, bukan lagi permainan tim, yang akhirnya hanya mengandalkan modal masa lalu. Apalagi tingkat disiplin permainan, sebagai grup, juga tidak ada. Sutradara sama sekali tidak dianggap (karena tidak popular, dan lebih miskin secara ekonomi).
Mengapa mereka berebut lucu? Karena pemahaman mereka siapa paling luculah akan memetik keuntungan lebih.
Bukan hanya popularitas, tapi implikasi dari itu. Yakni ditanggap manggung (offline), yang honornya lebih gede, atau terbuka kemungkinan menjadi bintang atau model iklan. Sesuatu yang dulu tak sekenceng itu.
Saya ingat bagaimana Gogon berjuang keras bisa eksis di Srimulat, hingga ia lebih banyak memakai lelucon slapstick sebagai siasat. Karena hanya ruang itu yang dimungkinkan bisa merebut kesempatan. Tidak ada lagi pengumpan, smasher, dan blocker sebagaimana dalam bola-voley. Bahkan, di atas panggung, bisa terjadi pembunuhan karakter, dengan tidak merespons umpan lelucon lawan main.
Baca Juga: Nunung Srimulat dan Narkoba
Pelanggaran lain, para pemain perempuan pun, seperti Jujuk dan Nunung, ikutan melucu. Dan sama sekali tidak lucu, karena tidak punya kapasitas itu. Lelucon mereka lebih banyak melecehkan diri-sendiri, dengan berlagak pilon atau bodoh. Lihat lelucon Nunung di ‘Ini Talkshow’.
Di jaman Pak Teguh, perempuan yang boleh melucu sangat terbatas. Di antaranya, mungkin hanya Sofia. Perempuan bukan untuk pemanis, atau bagian erotika seni pertunjukan, tetapi mereka adalah pangkal persoalan tumbuhnya cerita.
Karena itu, peran perempuan tetap sebagai manusia biasa dan lurus. Bahkan dilarang tertawa di atas panggung, sebagaimana para karakter drakula yang juga harus dimainkan secara serius, sekali pun itu tontonan lawak.
(Bersambung)
***
Keterangan: Judul asli tulisan ini adalah "Ilmu Lucu Pak teguh Srimulat", diberi subjudul untuk membedakan dengan tulisan sambungan berikutnya.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews