Kalong hidup banyak dijual di pasar burung, biasanya untuk dipelihara karena bisa dijinakkan untuk dijadikan hewan peliharaan.
Sampai saat ini belum ada kepastian atau kejelasan darimana virus Corona itu berasal. Apakah dari Kelelawar atau dari hewan lain? Akan tetapi, berita yang sudah tersebar virus Corona berasal dari Kelelawar.
Terkait hal diatas, ternyata ada sebagian masyarakat masih ada yang belum tahu atau bisa membedakan mana Kelelawar, Codot dan Kalong. Dan setiap daerah punya sebutan atau nama-nama tersendiri.
Kelelawar dalam bahasa Jawa Lowo atau Lawa. Biasanya keluar menjelang Maghrib dan mencari makanan serangga atau nyamuk dan tidak makan buah. Warnanya kehitaman dan badanya bau menyengat. Ukurannya seperti burung Emprit atau Pipit dan suka berkelompok.
Dulu di kampung-kampung Kelelawar suka tinggal di usuk bambu rumah dan dikuncup pohon pisang. Tapi ada juga yang tinggal di goa-goa.
Waktu SD suka mencari Kelelawar untuk mainan dengan diikat ekornya dengan benang dan dikasih kertas terus diterbangkan kembali.
Untuk mengetahui ada Kelelawar atau tidak dalam usuk bambu rumah-biasanya memakai pecahan cermin atau cermin tempat bedak zaman dulu. Dengan menggunakan pantulan sinar matahari, pantulan cermin itu diarahkan atau disorotkan pada tiap lobang usuk bambu rumah. Semacam disenter. Dan biasanya akan kelihatan ada atau tidak Kelelawar dalam usuk bambu tersebut.
Kalau sudah pasti ada Kelelawar baru dipanjat pakai tangga bambu dan ditutup dengan plastik dan ditusuk-tusuk pakai lidi supaya Kelelawarnya keluar. Biasanya Kelelawar langsung keluar dan masuk dalam plastik.
Ada juga Kelelawar yang suka menghisap darah.
Codot makanannya buah-buahan dan tidak makan serangga seperti Kelelawar. Codot warnanya agak kekuningan bulunya seperti rambut pirang. Dan bersih atau tidak bau seperti Kelelawar.Ukurannya lebih besar dari Kelelawar dan lebih kecil dari Kalong. Kalau pakai ukuran burung seperti burung Kutilang.
Codot suka hinggap di pepohonan yang rimbun dan tertutup dedaunan yang agak besar. Dan tidak termasuk berkelompok. Biasanya hanya berjumlah dua atau tiga. Malah ada yang sendirian saja. Dan tidak tahan panas atau sinar matahari. Dulu pakai ketapel untuk memburu Codot, tapi sekarang pakai senapan angin. Codot bisa dikonsumsi atau dimakan bagi yang doyan.
Kalong juga makan buah-buahan dan ukurannya sangat besar dan bentang sayapnya cukup panjang. Kalong daya jangkau atau jelajah terbangnya cukup jauh dan bisa berpuluh-puluh kilometer. Makanya kalau terbang cukup tinggi. Dan Kalong suka berkelompok dan hinggap di pohonan yang besar dan tinggi. Kalong juga tahan terhadap sinar atau panas matahari.
Kalong suka atau hinggap di pohon yang tinggi dan bergelantungan dan bisa pindah kedahan yang lain dengan merambat memakai kakinya. Dan suara Kalong cukup brisik atau ramai. Biasanya dahan pohon akan kering atau tidak ada daunya kalau dijadikan gelantungan Kalong.
Di Istana Bogor di belakang Gedung Zoologi atau depan Bank BNI ada pohon besar dan menjadi rumah Kalong. Suaranya brisik dan kadang berterbangan. Kalong kalau di Sulawesi Utara namanya Paniki dan dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
Kalong hidup banyak dijual di pasar burung, biasanya untuk dipelihara karena bisa dijinakkan untuk dijadikan hewan peliharaan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews