Ini jadi tugas yang tak mudah ketika pemerintah memutuskan tak melakukan lockdown memang. Tapi sekali lagi saya yakin, pemerintah pasti telah memikirkan solusi terbaik.
Akhirnya Bude Jum tetap pulang kampung. Menatap masygul mobil yang menjemputnya hilang dari pandangan. Aku masih berdiri di halaman, dan memanjatkan doa ke langit semoga virus Korona tak sudi hinggap di tubuhnya yang mulai menua.
Bude Jum, panggilan perempuan 60 tahun itu, memang telah lama merencanakan untuk pulang kampung. Dia akan menikahkan putera bungsunya. Tapi dalam situasi rawan virus seperti ini, saya sempat menanyakan apakah resepsi itu akan tetap dilangsungkan.
"Ya jadi toh Mba. Wong, udah siap semua," jawabnya yakin.
"Gimana kalau kampung Bude ditutup? Misalnya tidak boleh ada orang keluar masuk?" saya ajak dia berandai-andai jika kampungnya menetapkan lockdown seperti yang ramai diperdebatkan.
Apa lagi Kampungnya Bude itu berada di suatu daerah di Jawa Tengah, tak jauh dari wilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Ya ndak mungkin toh Mba," jawabnya keukeh.
Untuk hal yang satu ini, Bude Jum mungkin benar. Pemerintah memang memutuskan tidak melakukan lockdown. Meski pro kontra merebak, saya tetap berpikirin positif bahwa keputusan ini pasti telah melalui kajian mendalam. Melibatkan para ahli pastinya. Jadi bukan dalam kapasitas saya lah untuk membahasnya.
Saya hanya sedikit beranalogi. Ibarat kapal besar, jika memutuskan lockdown pemerintah menghadapi dilema. Indonesia itu ibarat kapal besar yang tak cuma menghadapi badai, tapi juga akan menghadapi kerusakan mesin. Ekonomi mandek. Bayangkan sebagian besar pekerja Indonesia yang bergerak di sektor informal, pada akhirnya tak memiliki sumber nafkah lagi. Mungkin itu yang jadi perhatian pemerintah. Tolong, maklumi saya yang awam ini ya.
Bude Jum memang tak salah.
Bude Jum yang lugu. Saya mengenalnya dengan baik. Hampir empat tahun dia ikut kami. Menjaga Attar saat saya pergi bekerja. Tanpanya aku tak leluasa melangkah. Tergagap-gagap dalam tugas.
Sejak virus Korona merebak, saya berupaya keras memberikan pengertian tentang bahayanya virus ini pada Bude Jum. Saya ceritakan berita yang saya baca, saya hidupkan televisi jika sedang di rumah, berharap agar dia lebih hati-hati menjaga diri. Apa lagi jika dapat menunda sementara rencana hajatannya.
Tapi semua membentur tembok.
"Saya Bismillah aja Mba, yakin," putusnya.
Akhirnya saya hanya dapat berpesan supaya dia berhati-hati selama dalam perjalanan. Betapa rentan orang seusia dia bisa terpapar virus ini dalam perjalanan, itu yang saya baca.
Seperti nakes saja saya ceritakan ke dia, tak cuma percikan ludah karena seorang penderita bersin atau batuk saja, bahkan penularan bisa melalui banyak media. Bahkan benda padat juga.
"Jadi kalo ada orang yang sudah terkena Korona itu, dia megang mulut lalu megang pintu mobil, kemudian Bude megang mulut, hidung, atau mata setelah megang pintu juga maka bisa terkena," jelas saya sok pintar.
Dia manggut-manggut. Entah mengerti atau pura-pura mengerti. Atau karena tak enak hati saja, entah. Saya bekali dia dengan tisu basah mengandung alkohol dan masker, dan terus berpesan agar dia sering membersihkan tangannya.
Dua hari sejak kepergian Bude Jum, saya dapat kabar dari saudaranya bahwa resepsi putera bungsunya Bude Jum dibatalkan. Tak diijinkan aparat desa, ceritanya.
Bude Jum pasti kecewa, mungkin juga nelangsa. Berbulan-bulan dia selalu bercerita tentang pesta sang putera. Saya bayangkan dia pasti sulit menerima jika pesta yang telah direncanakan jauh-jauh hari itu, harus kandas karena makhluk yang tak kasat mata.
Ada jutaan orang seperti Bude Jum yang menanti edukasi kita. Saya bayangkan betapa berat pekerjaan rumah pemerintah saat ini. Bahkan saya saja kesulitan memberi pengertian pada satu orang seperti Bude Jum ini, apa lagi ada 270 juta masyarakat yang harus diurus dengan beragam kepala. Bude Jum yang lugu saja tak mampu saya urus, apa lagi 270 juta yang banyak maunya itu.
Ini jadi tugas yang tak mudah ketika pemerintah memutuskan tak melakukan lockdown memang. Tapi sekali lagi saya yakin, pemerintah pasti telah memikirkan solusi terbaik.
Dan beberapa hari setelah Bude Jum pergi, saya menemukan sesuatu dalam lemarinya. Coba tebak, apa? Masker dan tisu beralkohol yang saya berikan sebelum keberangkatannya itu hanya teronggok begitu saja.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews