Catatan tentang KSAD (3) Karier Meroket Jenderal Gymnasium

Sabtu, 1 Desember 2018 | 06:11 WIB
0
1592
Catatan tentang KSAD (3) Karier Meroket Jenderal Gymnasium
Andika dan kawan-kawan (Foto: Facebook/Selamat GInting)

Andika, kelahiran 21 Desember 1964, dianggap sejumlah kalangan internal TNI, banyak diuntungkan lantaran menjadi menantu mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Kehormatan (Purn) AM Hendropriyono. Pada Mei 2014, Hendropriyono menjadi tim sukses pasangan Jokowi – Jusuf Kalla. 

Hendro saat itu aktif di PDIP. Kini ia berada di partai besutan Try Sutrisno dan Edi Sudradjat, PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia). Partai pecahan Golkar, usai kekalahan Edi Sudradjat dari Akbar Tandjung, di awal era reformasi 1998-1999. 

Hendro kini tetap menjadi pendukung calon presiden dan wakil presiden Jokowi dan Maruf Amin. Hal-hal itu pula yang diduga menjadikan Andika sebagai jenderal bintang empat dalam usia relatif muda, 54 tahun. 

Kondisi tersebut mirip dengan Hadi Tjahjanto. Bahkan, Hadi menjadi marsekal bintang empat, pada usia 53 tahun lebih dua bulan, pada Januari 2017 lalu. Saat itu ia menjabat sebagai KSAU. Kemudian menjadi Panglima TNI pada usia 54 tahun, lebih satu bulan. 

Kontroversi meroketnya karier Andika dan juga Hadi, dimulai saat Jokowi menjadi presiden pada Oktober 2014 lalu. Baru beberapa hari dilantik, Jokowi meminta Andika menjadi Komandan Paspampres menggantikan Mayjen Doni Monardo. Doni dimutasi menjadi Komandan Jenderal Kopassus. 

Padahal calon kuat pengganti Doni sebagai Komandan Paspampres saat itu, Wadan Paspampres, Brigjen (Marinir) Guntur Irianto Cipto Lelono. Sama dengan Doni, Guntur lulusan AAL 1985. 

Nama Guntur sudah masuk dalam Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) untuk menjadi Komandan Paspampres. Panglima TNI saat itu Jenderal Moeldoko, tak berdaya. “Andika atas permintaan Presiden Jokowi,” jawab Moeldoko saat ditanya wartawan.

Lompat kodok

Di situ awal mula Jokowi ‘cawe-cawe’ ke lembaga TNI. Di situ pula nama Andika mengorbit bagai meteor. Guntur ‘didepak’ menjadi Gubernur AAL. Padahal Andika belum setahun promosi menjadi bintang satu (brigjen). 

Dia menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) menggantikan Brigjen Rukman Ahmad, November 2013. Rukman (Akmil 1986 / Zeni) kemudian mendapatkan mutasi pemantapan menjadi Kasdam Wirabuana. Hingga kini, Rukman masih berpangkat brigjen. 

Umumnya, Kadispenad dipromosikan menjadi Kasdam atau jabatan bintang satu lainnya. Tetap dalam jabatan pemantapan bintang satu. Bukan langsung promosi menjadi bintang dua, seperti yang terjadi pada Andika. Lompat ‘kodok’ menjadi Komandan Paspampres dan naik pangkat menjadi bintang dua. 

Sebenarnya Doni juga pernah mendapatkan keistimewaan yang sama. Dari Wadanjen Kopassus menjadi Komandan Paspampres, jabatan bintang dua. Wadanjen Kopassus jabatan pertama Doni sebagai perwira tinggi bintang satu (brigjen).

Di TNI, umumnya bintang satu naik menjadi bintang dua (mayjen), paling cepat sekitar 1,5-2 tahun. Bukan kurang dari satu tahun, seperti Andika. Doni sekitar satu tahun lebih sedikit naik menjadi mayjen. Andika tentu tidak salah, karena ia tidak meminta promosi secepat itu menjadi mayjen. 

Sekitar 1,5 tahun menjadi Danpaspampres, Andika mendapatkan mutasi pemantapan jabatan mayjen, menjadi Pangdam Tanjungpura di Kalimantan Barat. Di situ ia seperti alumni Akmil 1987 lainnya yang menjadi pangdam.

Sebenarnya ada tujuh orang yang cukup menonjol di Akmil 1987. Selain Andika, ada Herindra, dan AM Putranto. Selain itu Pangdam Udayana, Mayjen Benny Susianto (Infanteri); Pangdam Pattimura, Mayjen Suko Pranoto (Infanteri), dan Pangdam Sriwijaya, Mayjen Irwan Zaini (Zeni). 
Ada pula, Mayjen Kustanto Widiatmoko (Kavaleri / Staf Khusus Panglima TNI). Bahkan Kustanto menjadi alumni Akmil 1987 pertama yang meraih bintang satu.

(Bersambung)

***