"Mabes Polri" Bayangan di Hotel Berbintang

Bandar dan pengedar barang haram kini semakin pintar, sebelum jualan malah langsung “koordinasi”, dan oknum aparat ikut "nitip harga" sambil melindungi. Ada bagi hasil.

Selasa, 23 Agustus 2022 | 07:30 WIB
0
238
"Mabes Polri" Bayangan di Hotel Berbintang
Ilustrasi hotel (Foto: alamy.com)

Semasa masih meliput bidang kriminalitas, saat memulai jadi reporter, di awal 1984-an - seorang teman senior peliput kriminalitas mendapat julukan “Kapolres Bayangan Jakarta Selatan”. Sebab, Kapolres yang sesungguhnya sudah berganti berkali kali, dimutasi, dipromosi dan dapat pos baru atau naik jabatan - tapi dia tetap ngepos di sana.

Semua petugas dan jajaran polisi di tingkat bawah, di lapangan hingga Kapolres mengenalnya. Dia menguasai wilayah Jakarta Selatan hingga gank-ganknya, dan potensi kerawanannya. Sumber duitnya juga. Dia ikut tampil cepak dan bawa handy talkie (HT) juga. Kemresek bunyinya. Mirip reserse. Karenanya, dia disebut “Kapolres Bayangan”.

Jika ada masalah di Jakarta Selatan terkait dengan kepolisian sebut saja namanya, Mas Wid. Semua polisi era 1985-1995an, akan mengangguk dan melepas Anda. Terutama kalau kena semprit, salah belok atau “mblandang” di lampu merah. “Siap salah, Ndan! Mau merapat ke pangkalan. Mohon izin. Ini mau koordinasi dengan Mas Wid! ” begitu kodenya.  

Saya sering memanfaatkan namanya, dan selamat sentosa. Kalau pas ada operasi atau cegatan, malah disuruh nunggu sebentar. Ada sedikit bagian. Pokoknya asyik.

Di Markas Polda Metro Jaya, pada era yang sama, saya pernah diperkenalkan pada sosok nama jurnalis media koran sore – kondang masa itu - yang dikenal sakti mandraguna. Dia dijuluki “Kapolda Bayangan”. Dia menguasai konstelasi posisi para perwira polisi dan pos-pos yang diperuntukan bagi mereka. Dia kerap muncul di ruang tamu Kapolsek dan Kapolres membawa “info maut” sembari “gelar perkara” .  

“Ndan, Anda akan diparkir di Lampung, enam bulan. Nanti dipindah ke Jakarta Pusat. Oh, ya. Teman Anda akan dimutasi ke Kalsel. Siap siap saja. Kalau nggak ada kemajuan bisa pindah ke Sulut. Ati ati, lho...” kira kira begitu, katanya.

Sembari menjelaskan, dia membuat orat oret. Menggambar bagan. Skema. Peta. Rinci dan akurat. Kapolsek dan Kapolres, Kasatreskrim, manggut manggut. Info sangat mahal.

Soalnya, pada masa itu – Kapolsek dan Kapolres tak jelas masa depannya. Akan dikemanakan - akan diapakan - dapat pos apa berikutnya, sering gelap gulita. Pendidikan tambahan (ikut diklat) tak ada jaminan.

Senior saya, jurnalis beda media, yang dijuluki “Kapolda Bayangan “ itulah yang murah hati memberikan bocoran yang valid. Dia pun disayang para petinggi polisi. Kedatangannya selalu dinanti. Saya mengaguminya. Kebagian ikut traktiran makan satenya juga.

Tiga puluh lima tahun kemudian, di tahun 2022 ini, saya mendengar pergunjingan ada “Mabes Polri Bayangan”. Mabes lain yang bisa mengatur posisi para AKBP, Kombes bahkan para jendral. Bikin mutasi mendadak, mengatur penempatan, "pos kering" dan "pos basah" atau dianggurkan. Non Job! Terutama untuk bisnis abu abu dan haram jadah para oknum kombes dan oknum jendral. Pelindung bisnis gelap para pemain kakap. Nasional, bahkan internasional.

Mabes Polri di Jl. Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan adalah Mabes Polri resmi. Di sana sehari hari berkantor para pemilik call sign “Truno I” (Kapolri), “Truno II” (Wakapolri) dan “Truno III” (Kabaresmkrim), dll. 

Sedangkan hotel berbintang di Jakarta Pusat adalah “Mabes Polri Bayangan”nya. Tempat berkantor "Kapolri Bayangan"

Konon ada perwira polisi dipecat di sana oleh "Kapolri Bayangan", di depan para petinggi Polri yang asli. Semua pas ngumpul dan koordinasi. Gara garanya, yang bersngkutan menangkap kurir narkoba yang ternyata kiriman anggota mafia yang dilindungi “Kapolri Bayangan”.

Alih alih dapat promosi karena menangkap sekoper narkoba – karena lagi berharap bisa ikut “Sespati” - Sekolah Perwira Tinggi/Jendral Polri – eh, malah pecat dan dikandaskan karirnya. Apes. Ludes. Salah tangkap dan salah koordinasi, rupanya.

“Konsorsium 303” yang tengah ramai beredar di media sosial, patut diduga, merupakan bocoran dari dalam, seputar bisnis “Kapolri Bayangan” itu. Selain judi (pasal 303 - darat dan online) juga pelacuran/prostitusi, penyelundupan elektronik, tambang ilegal, miras, solar subsidi, sparepart palsu, "lan liyo liyane".

Di sana ada jabatan jabatan ajaib misalnya “Komandan Putor” – Komandan Pungut Setor. Ketua Tim Pukul, dll.

Setiap "pos basah" ada tarifnya. Jabodetabek merupakan "pos basah" para pamen (wilayah Polda type A Khusus). Ada pos Polres yang dilelang Rp.15 milar bagi mereka yang memenuhi yang memenuhi kualifikasi. Dan banyak yang berebut . Sebab di wilayah "basah" itu ada 4.000an titik lokasi hiburan, karaoke, spa, diskotik, klub dangdut, panti pijat, dll, dengan pemasukan bulanan miliaran juga. Setoran keamanan yang “semi resmi”.

Setoran gelap lain lagi. 

Bandar dan pengedar barang haram kini semakin pintar, sebelum jualan malah langsung “koordinasi”, dan oknum aparat ikut "nitip harga" sambil melindungi. Ada bagi hasil.  

Kalau ada kasus, beda urusan lagi. Penggerebegan dan penangkapan biasa terjadi pada pengedar dan bandar yang tak koordinasi. 

Angka R15 Miliar setoran ke “Mabes Polri Bayangan”, bisa teratasi / tertutup dengan enam bulan menjabat di "pos basah" itu. Begitu konon celoteh dan bisik bisik tetangga. 

Hidup NKRI – Negara Kepolisian Republik Indonesia!

***