Semalam, aku bermimpi
Merah putih berkibar di kantor bupati
Puluhan warga rusuh
Langit menjadi riuh
Mereka turunkan Merah Putih
Mereka naikkan Bintang Kejora (1)
Aku melompat
Kuturunkan Bintang Kejora
Kunaikkan kembali Merah Putih
Sekuat tenaga
Seribu tangan menarikku
Kulawan!
Seribu kaki menghalangku
Kuterjang!
Tapi satu busur panah itu
Tajam bersarang di dadaku
Menuncap paru- paruku
Akupun mati
Darah mengalir dari dadaku
Lihatlah warnanya: Merah Putih
Bahkan Darahku Merah Putih
Karena aku,
Warga asli Papua,
Tak henti mencintai Indonesia
-000-
Hari itu aku di sana
Di kantor bupati Deiya
Di ujung Agustus 2019
Seribu orang menyerbu
Mereka minta referendum
Mereka rebut senjata
Rusuh dan riuh
Kulihat sendiri
Tiga orang mati (2)
Aku terdiam
Air mataku menetes
Tetap kupeluk merah putih
Hari itu aku di sana
Di kotaraja Jayapura
Di ujung Agustus yang sama
Ketika Kerumunan massa marah
Kulihat sendiri
Kantor Majelis Rakyat Papua
Berkobar menjadi api (3)
Amarah menjadi bara
Aku terdiam
Aku menangis
Tetap kupeluk merah putih
Hari itu aku di sana
Di kota Surabaya
Anakku tinggal di itu asrama
Ketika mereka terkurung
Dan orang- orang berteriak:
Monyet! Keluar kau!
Kudengar sendiri
Mereka menuduh warga Papua
Merusak Merah Putih
Benarkah tuduhan itu?
Aku terdiam
Aku geram
Tetap kupeluk Merah Putih
-000-
Aku, warga asli Papua
Tak henti mencintai Indonesia
Aku lahir 1 Mei 1962
Di kota Holandia,
Yang kini berubah Jayapura
Di negeri Nugini Belanda
Yang kini menjadi Papua (4)
Ayah bercerita saat aku remaja
“Ketika Kau lahir, Nak
kita jajahan Belanda
1 Mei 1963, hari ulang tahunmu yang pertama
Ayah mencium keningmu
Di hari itu juga
Kita berubah
Papua resmi sudah
menjadi Indonesia
Ujar Ayah saat aku remaja
“Namamu Marten Indey,
Itu punya riwayat
Ia pahlawan Papua (5)
Ia tak henti mencintai Indonesia
Bersama 12 kepala suku
Mereka menolak menjadi Belanda
“Setiap kali, namamu dipanggil Nak,
Marten, Marten!
Ingatlah kau orang asli Papua
Seperti Marten Indey itu
Darahmu Merah Putih
Jangan henti kau cintai Indonesia”
Kini aku sudah tua
Sudah ngemong cucu
Tapi pesan Ayah selalu di hati
Kemarin kutemui anakku
Di asrama Surabaya itu
Kuangkat harga diri anakku
“Kau bukan monyet, Nak!
Kau warga Papua!
Terhormat kita
Terhormat leluhurmu
Kita ikut berjuang untuk ini negeri!
Darahmu seperti Ayah,
Seperti kakekmu,
Seperti pahlawan kita Marten Indey,
darahmu Merah Putih.”
“Mereka yang menghinamu
Itu hanya segilintir ulah
Mereka dari kumpulan hina
Tak mewakili Indonesia
Ingatlah Nak,
Indonesia yang asli
juga tak henti mencintai Papua.
Bukan seperti mereka!
**
Kemarin, aku ziarah ke makam Ayah
Kudatangi pula makam Marten Indey
Pahlawan Papua,
Pahlawan hatiku
Kubawa serta anak- anakku
Kuajak pula cucuku
Kuajak keluargaku berdoa
“Ayo,
Kuatkan harapan
Lepaskan seperti burung ke angkasa
Katakan,
Katakan dari hati
Kita warga Papua,
Yang tak henti mencintai Indonesia.”***
Agustus 2019
Catatan:
1. Bintang Kejora menjadi simbol gerakan Papua Merdeka: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Papua_Merdeka
2. Rusuh di kabutapen Deiya, Papua. Tiga orang tewas termasuk satu aparat TNI: https://m.liputan6.com/…/kronologi-rusuh-di-deiyai-papua-hi…
3. Kantor Majelis Rakyat Papua, wakil rakyat Papua terutama untuk urusan politik yang berhubungan dengan pemerintah nasional dibakar massa: https://m.cnnindonesia.com/…/kantor-majelis-rakyat-papua-di…
4. Sebelum resmi oleh PBB Papua sebagai bagian Indonesia, Papua bernama Nugini Belanda yang menjadi bagian dari Belanda hingga 1962: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nugini_Belanda
5. Marten Indey adalah pahlawan nasional asal Papua, yang tak henti berjuang untuk integrasi Papua ke Indonesia:https://m.merdeka.com/marthen-indey/profil/
Denny JA
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews