Jam Tangan Bukan Lagi Penunjuk Waktu Tetapi sebagai Penunjuk Status Sosial

Hampir pasti masyarakat akan menilai jam tangan yang dipakai buruh kuli atau buruh kasar tersebut adalah palsu atau abal-abal dan bisa dianggap gila atau halusinasi.

Selasa, 15 Juni 2021 | 09:40 WIB
0
452
Jam Tangan Bukan Lagi Penunjuk Waktu Tetapi sebagai Penunjuk Status Sosial
Moeldoko dan jam tangannya (Foto: lifepal.co.id)

Banyak laki-laki atau perempuan yang memakai jam tangan.

Jam tangan pada dasarnya atau awalnya sebagai penunjuk waktu semata. Dulu anak-anak sekolah SMP atau SMU suka memakai jam tangan yang harganya tidak mahal atau tidak mencari merk tertentu. Mengapa begitu? Karena memakai jam tangan bukan untuk gaya-gayaan atau mungkin sekedar ingin pamer, tapi yang dicari fungsinya yaitu sebagai penunjuk waktu.

Orang sekarang memakai jam tangan bukan lagi sebagai penunjuk waktu, tapi lebih sebagai aksesoris, sebagai penunjuk status sosial. Jam tangan bukan sebagai penunjuk waktu tapi berubah fungsi sebagai penunjuk status sosial masyarakat seiring meningkatnya kelas bawah menjadi kelas menengah atau kelas menengah menjadi kelas atas.

Harga jam tangan ada yang puluhan juta, ratusan juta sampai dengan milyaran. Ono rego ono rupo dan tergantung status sosial masyarakat.

Pernah mantan Panglima TNI yaitu Moeldoko yang saat ini sebagai Kepala Staf Presiden-melepas jam tangannya dan membanting di hadapan jurnalis karena jengkel ditanya-tanya terkait jam yang dipakainya. Dan jam tangan itu tidak pecah atau rusak. Konon harganya mencapai Rp1 miliar kalau sesuai merk jam tersebut.

Orang mempunyai jam tangan bukan hanya satu saja, bahkan bisa sampai lima atau di atas sepuluh. Sudah seperti kolektor jam. Dan tentu merogok duit yang tidak sedikit.

Jam tangan juga bisa sebagai hadiah atau gratifikasi yang diberikan oleh seorang pengusaha kepada pejabat dengan tujuan tertentu. Seperti mantan menteri Kelautan dan Perikanan yang menjadi terdakwa atau pesakitan oleh KPK dengan tuduhan menerima suap dan gratifikasi. Dan gratifikasi tersebut berupa jam tangan dengan harga ratusan jutas rupiah.

Mengapa jam tangan berubah fungsi menjadi aksesoris dan sebagai penunjuk status sosial dibanding dengan fungsi awal yaitu sebagai penunjuk waktu?

Sejak munculnya handphone (smartphone), penunjuk waktu berpindah dari melihat jam tangan ke handphone. Karena di dalam layar tersebut sudah ada jam sebagai penunjuk waktu dan hari. Toh manusia modern lebih banyak memelototi layar smartphone dibanding memelototi jam tangan.

Bahkan smartphone selalu dalam genggaman, selalu dibawa kemanapun pergi. Sampai ke kamar mandi pun dibawa. Sedangkan jam tangan tidak selalu dibawa kemanapun, ketika di rumah atau lagi istirahat akan dilepasnya. Tidak menjadi teman tidur seperti smartphone yang selalu ada disampingya.

Pernah ada satu direksi perusahaan memakai jam tangan dengan harga tiga ratus ribuan tapi dengan merk terkenal yang harga aslinya mencapai ratusan juta rupiah. Karena yang memakai seorang direksi atau pimpinan perusahaan, para pegawai atau bawahan tidak menaruh curiga atau berprasanga-kalau jam tangan yang dipakai  itu sejatinya jam tangan palsu atau abal-abal.

Atau maaf seorang buruh kuli atau buruh kasar dengan dipinjami dan disuruh memakai jam tangan asli dengan harga ratusan juta rupiah dan dengan merk terkenal, sambil wira-wiri-kira-kira apa pendapat atau pandangan masyarakat yang melihatnya?

Hampir pasti masyarakat akan menilai jam tangan yang dipakai buruh kuli atau buruh kasar tersebut adalah palsu atau abal-abal dan bisa dianggap gila atau halusinasi.

Artinya masyarakat sering menilai seseorang terkadang dari apa yang dipakai untuk melihat status sosialnya.

Jadi-memakai jam tangan dulu dan sekarang bisa mengalami pergeseran atau berubah fungsi yaitu dari penunjuk waktu menjadi penunjuk status sosial suatu masyarakat. Dan jam tangan lebih banyak mangkrak atau disimpan dalam kotak khusus karena takut dicuri.

***