Kebakaran "CD" Akibat Film

pesan film The Santri mau menampilkan pesan itu. Pesan beragama yang sejuk. Yang damai. Bukan cara beragama yang dikit-dikit takbir penuh kemarahan. Beragama gaya preman pasar.

Jumat, 20 September 2019 | 23:28 WIB
0
282
Kebakaran "CD" Akibat Film
Adegan dalam film

Potongan film The Santri beredar. Ada yang misuh-misuh. Pasalnya dalam adegan yang cuma sepotong itu, ada dua orang santri membawa nasi tumpeng ke gereja. Sebagai simbol hubungan kemanusiaan, hablum minannas. Seperti yang sering diteriakkan para ustad.

Tapi ternyata teriakan palsu.

Jelaslah adegan ini bikin orang-orang palsu itu marah. Sebab biasanya, mereka bertepuk tangan kalau ada yang bawa bom ke gereja. Ini kok, santri-santri yang dibawa malah nasi tumpeng?

Bom dan nasi tumpeng, hanya pertanda. Yang satu hadir dalam semangat kebencian. Yang satunya lagi ingin merajut persahabatan. Bom dan nasi tumpeng sampai kapanpun tidak bisa disatukan.

Jadi, saya sih, maklum jika FPI atau gerombolan garis keras memprotes adegan nasi tumpeng di gereja. Sebab mereka memang tidak dibesarkan dengan semangat kebersamaan. Mereka eksis jika bisa terus menerus memelihara kebencian.

Ada lagi narasi-narasi kacrut yang disebar gerombolan ini, bahwa masuk ke rumah ibadah agama lain hukumnya haram. Padahal cuma masuk. Gak ngapa-ngapain. Selfie-selfie doang.

Di Bali, orang-orang ke Uluwatu, apakah haram juga? Atau ke Pura Tampaksiring. Atau ke Tanah Lot. Selfie-selfie tanpa harus terganggu imannya.

Di Eropa dan AS, banyak bekas gereja jadi masjid. Terus gimana hukumnya?

Pantas saja mereka selalu mengobarkan semangat alergi pada keyakinan lain. Sebab pada dasarnya mereka sendiri tidak yakin dengan imannya. Makanya perlu diproteksi sedemikian rupa agar tidak diintervensi agana lain.

Jadi, mereka kebakaran celana dalam hanya karena menonton potongan film The Santri. Untung saja gak hangus kayak sosis.

Bagi orang-orang ini menjaga iman, seperti menjaga lilin dalam baskom. Selalu bersikap waspada apabila ada gangguan. Jika lilin goyang sedikit, buru-buru ditiup.

Tapi siapa juga yang mau menggangu imanmu?

Wajar juga jika orang-orang yang model begini sangat senang mendengar Yahya Wahoni atau Irene Handoyo ceramah. Sebab untuk memperkuat keimanannya mereka butuh caci maki pada agama lain. Mereka butuh menjelek-jelekkan keyakinan lain.

Padahal logikanya, jika orang lain salah, tidak otomatis kita yang benar. Jadi buat apa mencari kesalahan keyakinan orang lain hanya untuk membenarkan keyakinan kita?

Ceramah Yahya Waloni, Irene Handoyo atau Zakir Naik yang suka menjelekkan agama lain sebetulnya gak punya makna apa-apa selain hanya memelihara kebencian dan melanggar makna hablum minannas.

Saya juga heran sama kelompok yang sedikit-sedikit teriak haram. Murtad. Sesat. Apakah beragama sebegitu ribetnya sehingga kerjaannya selalu menuding sana sini? Adakah cara bergama yang gayeng dan penuh welas asih?

Saya rasa pesan film The Santri mau menampilkan pesan itu. Pesan beragama yang sejuk. Yang damai. Bukan cara beragama yang dikit-dikit takbir penuh kemarahan. Beragama gaya preman pasar.

"Mas, film The Bibib kapan beredar ya?" tanya Abu Kumkum.

Bintangnya masih buron, Kum...

Eko Kuntadhi

***