pesan film The Santri mau menampilkan pesan itu. Pesan beragama yang sejuk. Yang damai. Bukan cara beragama yang dikit-dikit takbir penuh kemarahan. Beragama gaya preman pasar.
Potongan film The Santri beredar. Ada yang misuh-misuh. Pasalnya dalam adegan yang cuma sepotong itu, ada dua orang santri membawa nasi tumpeng ke gereja. Sebagai simbol hubungan kemanusiaan, hablum minannas. Seperti yang sering diteriakkan para ustad.
Tapi ternyata teriakan palsu.
Jelaslah adegan ini bikin orang-orang palsu itu marah. Sebab biasanya, mereka bertepuk tangan kalau ada yang bawa bom ke gereja. Ini kok, santri-santri yang dibawa malah nasi tumpeng?
Bom dan nasi tumpeng, hanya pertanda. Yang satu hadir dalam semangat kebencian. Yang satunya lagi ingin merajut persahabatan. Bom dan nasi tumpeng sampai kapanpun tidak bisa disatukan.
Jadi, saya sih, maklum jika FPI atau gerombolan garis keras memprotes adegan nasi tumpeng di gereja. Sebab mereka memang tidak dibesarkan dengan semangat kebersamaan. Mereka eksis jika bisa terus menerus memelihara kebencian.
Ada lagi narasi-narasi kacrut yang disebar gerombolan ini, bahwa masuk ke rumah ibadah agama lain hukumnya haram. Padahal cuma masuk. Gak ngapa-ngapain. Selfie-selfie doang.
Di Bali, orang-orang ke Uluwatu, apakah haram juga? Atau ke Pura Tampaksiring. Atau ke Tanah Lot. Selfie-selfie tanpa harus terganggu imannya.
Di Eropa dan AS, banyak bekas gereja jadi masjid. Terus gimana hukumnya?
Pantas saja mereka selalu mengobarkan semangat alergi pada keyakinan lain. Sebab pada dasarnya mereka sendiri tidak yakin dengan imannya. Makanya perlu diproteksi sedemikian rupa agar tidak diintervensi agana lain.
Jadi, mereka kebakaran celana dalam hanya karena menonton potongan film The Santri. Untung saja gak hangus kayak sosis.
Bagi orang-orang ini menjaga iman, seperti menjaga lilin dalam baskom. Selalu bersikap waspada apabila ada gangguan. Jika lilin goyang sedikit, buru-buru ditiup.
Tapi siapa juga yang mau menggangu imanmu?
Wajar juga jika orang-orang yang model begini sangat senang mendengar Yahya Wahoni atau Irene Handoyo ceramah. Sebab untuk memperkuat keimanannya mereka butuh caci maki pada agama lain. Mereka butuh menjelek-jelekkan keyakinan lain.
Padahal logikanya, jika orang lain salah, tidak otomatis kita yang benar. Jadi buat apa mencari kesalahan keyakinan orang lain hanya untuk membenarkan keyakinan kita?
Ceramah Yahya Waloni, Irene Handoyo atau Zakir Naik yang suka menjelekkan agama lain sebetulnya gak punya makna apa-apa selain hanya memelihara kebencian dan melanggar makna hablum minannas.
Saya juga heran sama kelompok yang sedikit-sedikit teriak haram. Murtad. Sesat. Apakah beragama sebegitu ribetnya sehingga kerjaannya selalu menuding sana sini? Adakah cara bergama yang gayeng dan penuh welas asih?
Saya rasa pesan film The Santri mau menampilkan pesan itu. Pesan beragama yang sejuk. Yang damai. Bukan cara beragama yang dikit-dikit takbir penuh kemarahan. Beragama gaya preman pasar.
"Mas, film The Bibib kapan beredar ya?" tanya Abu Kumkum.
Bintangnya masih buron, Kum...
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews