Kalau tujuannya mencari ketenangan batin, ya seharusnya tidak usah repot-repot dicari, wong sudah ada pada diri sendiri. Tinggal bagaimana menatanya, bukan?
Saya berada di Padma, sebuah hotel bintang lima yang menyembul dari perbukitan di Ubud, Bali. Suasana gunung dan pedesaan di mana di depan sawah terhampar bak permadani, gunung biru menjadi bentengnya dan pepohoman menjadi payungnya. Indah dan tenang bukan kepalang.
Tetapi, bagi saya yang biasa hidup di kampung di kaki pegunungan, pemandangan ini sudah biasa, ga aneh lagi, lha wong tempat istirahat saya di Ciawi Tasikmalaya adanya di bibir sawah dan menghadap hamparan daun padi menghijau di depannya.
Di Ubud, khususnya oleh pengelola Padma, pemandangan dan keindahan alam seperti ini dijual mahal. Jangan heran kalau untuk ngiler semalam saja kamu harus merogoh kocek dalam-dalam dan mengeluarkan sekitar Rp4 juta. Saya baru sadar, ini bukan buat saya, tetapi buat pelancong lainnya yang datang dari berbagai belahan dunia. Mereka yang membeli ketenangan.
Ubud adalah "beyond" bagi para pelancong. Kalau Kuta atau Seminyak "basic" bagi para pelancong, Ubud dan khususnya Padma, adalah "advance". Mereka yang berkantong tebal saja yang lari ke sini. Sementara karena diminta mengajar menulis artikel, saya mendapat fasilitas yang tidak bisa saya tolak ini. Alhamdulillah...
Karyawan hotel di setting untuk ramah-ramah, tetapi sebagaimana orang Bali pada umumnya, keramah-tamahan mereka alami, ga dibuat-buat, "Bagaimana menurut Bapak suasana di sini?" seorang pegawai hotel di restoran bertanya dan saya jawab, "Oh bagus, setidaknya beda dengan suasana pantai Kuta atau Nusa Dua."
Ketenangan, tranquililty, ternyata ada harganya. Bahkan mahal. Orang mencari ketenangan dengan berbagai cara. Ada yang mencari ketenangan dengan cara mematikan, yaitu dengan mengisap marijuana atau lintingan ganja. Juga menenggak minuman memabukkan.
Ada yang pergi ke atas bukit dan bermenung diri di sana seperti petapa zaman cerita lama. Di laut juga tenang, tapi deru ombak kadang mengganggu. Suasana desa yang alami menjadi tujuan. Gemercik aliran sungai tak sesangar deburan ombak. Pun semilir anginnya. Kadang beradunya batang-batang bambu tertiup angin menjadi waditra tersendiri, meski kadang bikin bulu kuduk merinding.
Saya datang dari desa dan kampung yang tenang, kemudian karena tuntutan hidup harus kesepian di tengah keramaian kota. Saya menjadi debu di sana.
Tetapi kekayaan berharga yang saya miliki saat ini tetaplah ketenangan. Jika ingin ketenangan fisik, ya tinggal beristirahat ke kampung. Ketenangan tak perlu dibeli dengan mahal, seperti kalau saya berada di Ubud ini.
Kalau tujuannya mencari ketenangan batin, ya seharusnya tidak usah repot-repot dicari, wong sudah ada pada diri sendiri. Tinggal bagaimana menatanya, bukan?
Konon kata orang bijak, ada ketenangan yang jauh lebih murah, tidak usah dibeli, dan tenangnya tiada tara.
Kematian.
#PepihNugraha
***
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [28] Harga Diri Gratisan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews