Instan

Memang Shin Tae-yong dan Mesut Ozil bukan orang pertama yang mengingatkan soal sistem pembinaan usia dini. Sudah banyak orang yang mengungkapkan hal yang sama.

Jumat, 27 Mei 2022 | 07:33 WIB
0
157
Instan
Bola (Foto: liputan6.com)

Saya selalu heran mengapa bangsa kita ini suka sekali dengan segala sesuatu yang sifatnya instan. Proses latihan yang berat dan panjang bukan pilihan, maunya langsung jago, langsung hebat. Itu berlaku dalam bidang apapun, termasuk juga bidang olahraga.

Secara berseloroh dalam berbagai perbincangan, saya sering berkata, mungkin karena bangsa ini suka sekali mengonsumsi mi instan, makanya apa-apa maunya instan. Mengingat untuk menyiapkan mi instan, tidak perlu usaha yang berat, cukup didihkan air, dan 3 menit kemudian siap disajikan.

Tetapi itu hanya seloroh karena di negara di mana mi instan itu diciptakan, orang-orangnya justru dikenal sangat menghargai kerja keras, sangat menghargai proses, dan memiliki disiplin yang tinggi. Bukan berarti di bangsa kita ini tidak ada orang yang menghargai kerja keras, menghargai proses, dan memiliki disiplin tinggi, ada, pasti ada, tetapi jumlahnya tidak banyak.

Kali ini, pembahasan kita persempit pada dunia olahraga, mengingat di dunia olahraga contohnya lebih kasat mata. Dalam dunia olah raga, proses itu sangat penting. Untuk dapat menjadi yang terbaik, latihan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan itu sangat penting untuk dilakukan.

Oleh karena dalam proses itu bukan saja fisik yang disiapkan, tetapi juga mental bertanding. Dengan demikian, dalam pertandingan seseorang itu dapat menunjukkan dirinya telah matang, baik secara fisik maupun mental.

Mengenai kesiapan mental bertanding ini, ada catatan tersendiri. Untuk ini, saya mundur ke belakang ke tahun 1983, hampir 40 tahun lalu, saat saya berkiprah sebagai reporter olahraga Harian Kompas. Pada saat itu, saya bertugas meliput pertandingan sepak bola PSSI Selection melawan AGF, sebuah klub sepak bola Denmark di GBK Senayan. PSSI Selection kalah 0-2. Masing-masing orang memiliki teori sendiri mengenai mengapa PSSI Selection kalah.

Namun, pelatih Bernd Fischer asal Jerman Barat mengatakan, kesalahan paling fatal yang dilakukan pemainnya adalah bersikap rendah diri (inferior) ketika berhadapan dengan kesebelasan luar negeri. Akibatnya, kepercayaan diri menjadi hilang. Padahal pada saat berlatih semuanya sudah bagus.

Tim manajer AGF John Edminsen juga mencatat bahwa kelemahan menonjol dari PSSI Selection adalah sikap terburu-buru dalam melakukan serangan. Padahal teknik dan penguasaan bola dari pemain sudah cukup baik.

Memang ini sudah lama sekali, tetapi rasanya hal yang sama masih menghantui setiap pemain sepak bola kita pada saat turun di ajang pertandingan internasional. Performa tim U-23 kita saat menghadapi Vietnam dan Thailand menunjukkan hal itu.

Menang atau kalah itu biasa dalam olahraga. Ada berbagai faktor yang menentukannya, termasuk juga faktor X (faktor yang tidak dapat dijelaskan), yang membuat seseorang atau satu tim itu menang atau kalah. Biarlah hal itu tetap menjadi rahasia alam.

Yang terpenting adalah setiap bertanding, setiap pemain siap secara fisik dan mental. Yang paling penting adalah menyadari bahwa semua itu memerlukan proses. Mengambil jalan pintas dengan naturalisasi, mungkin bisa membantu. Namun, kalaupun bisa, waktunya tidak akan panjang.

Shin Tae-yong, pelatih sepak bola asal Korea Selatan mengatakan, Indonesia lebih membutuhkan fasilitas latihan terpusat untuk mengembangkan sistem pembinaan usia dini. Hal itu bakal memberikan dampak yang lebih positif untuk perkembangan sepak bola Indonesia pada masa mendatang. Mesut Ozil, pemain sepak bola yang bergabung di tim nasional Jerman yang tengah berkunjung ke Indonesia menyarankan agar Indonesia berani berinvestasi di infrastruktur dan akademi pemain muda, jika ingin sepak bolanya maju dan disegani.

Memang Shin Tae-yong dan Mesut Ozil bukan orang pertama yang mengingatkan soal sistem pembinaan usia dini. Sudah banyak orang yang mengungkapkan hal yang sama. Akan tetapi, seperti biasa masukan seperti itu hanya masuk ke kuping kiri dan keluar dari kuping kanan, bagai angin lalu.

Ada kesamaan mendasar dari masukan-masukan itu, yaitu semua pencapaian memerlukan proses dan waktu, serta dana yang tidak sedikit. Tidak ada jalan pintas. Biarlah yang instan itu hanya mi instan saja.

***