Sketsa Harian [55] "Indonesian Completly Random Chess"

Jika gagasan saya diterima, saya rela mengganti istilah "Pepih Completly Random Chess" dengan "Indonesian Clompetly Random Chess".

Rabu, 4 Maret 2020 | 07:21 WIB
0
320
Sketsa Harian [55] "Indonesian Completly Random Chess"
Bobby Fischer (Foto: Chess.com)

Pertanyaan ini mengandung konten yang sama sekali tidak penting: bolehkah saya menciptakan dan mengembangkan sendiri sistem permainan catur agar catur tidak membosankan?

Lha, sudah diharamkan oleh oknum ustad kok ya masih mau dikembangkan, piye iki? Ya itu urusan lainlah. Mari berpikir sekuler dalam permainan ini!

Lalu siapa saya?

Ya saya, Pepih Nugraha, salah seorang penggemar catur yang pada saat jadi jurnalis dulu kerap menulis catur. Pun sampai sekarang saya mengikuti dunia catur, main catur di kalangan terbatas di lingkup perumahan, juga bermain catur online dengan musuh-musuh global sekadar melemaskan otak. Di kalangan elite catur, ya saya bukan siapa-siapa, "no one". Tapi soal ide, pemikiran dan gagasan, jangan tanya. Ide dan gagasan adalah hak segala bangsa.

Si Eksentrik Bobby Fischer, mantan juara dunia asal Amerika Serikat, menggagas sistem baru dalam permainan catur yang ia namakan Fischer Random Chess. Diumumkan pada 19 Juni 1996 di Buenos Aires, Argentina.

Ciri khas sistem yang diciptakan Fischer adalah mengacak (randomize) Raja, Menteri dan perwira di baris, sedangkan sernceng bidak di depan dibiarkan tetap di possisinya semula, sehingga terbuka kemungkinan 960 posisi. Maka, Fischer Random Chess ini pun biasa disebut Chess960. Tersedia mesin (generator) untuk mengocoknya.

Hanya saja dalam catur acak yang diciptakan Fischer, kenyataannya tidak semua diacak. Raja tetap harus diapit oleh dua Benteng dan rokade (castling) tetap diperlukan. Ini yang bikin bingung meski patokannya adalah rokade pendek dan rokade panjang.

Terhadap ide yang ditelurkan Fischer ini komentar pun bermunculan. Ada yang mengatakan, termasuk GM Utut Adianto, Fischer ini saat melempar gagasan itu sudah berumur, tidak bisa lagi menghapal langkah-langkah catur, sulit mengikuti perkembangan. Maka ia cari cara agar tetap eksis.

Di sisi lain Fischer berpendapat, sistem catur yang diciptakannya akan benar-benar melahirkan pecatur jempolan, pecatur dengan kemampuan alami, bukan pecatur yang menghapal langkah-langkah catur. Catur bukan permainan hapalan, melainkan permainan kreativitas berpikir.

Gagasan Fischer menjadi menarik, sebab banyaknya remis akibat semua langkah sudah dihapal membuat catur tidak menarik lagi sebagai sebuah permainan, apalagi tontonan.

Kemarin saya baca tulisan Hasiholan Siregar si empunya Grup MARI MENULIS CATUR tentang gagasan mantan juara dunia lainnya, Vladimir Kramnik yang menggagas penghapusan rokade, yaitu menukar posisi Raja dengan Benteng agar posisi Raja menjadi aman dari serangan lawan.

Pun ini gagasan menarik, sebab sejatinya rokade tidak dikenal sejak awal kelahiran catur. Baru diperkenalkan di Eropa pada abad ke-14 atau ke-15, sebagaimana dijelaskan Ruy Lopez dalam bukunya klasiknya yang terbit tahun 1561, "Libro de la invencion liberal y arte del juego del axedrez".

Kramnik mengambil contoh kejuaraan dunia 2018 antara Magnus Carlsen dengan Fabiano Caruana. Dwitarung mereka berakhir remis pada partai utama 12 babak catur klasik, dan Magnus bisa mempertahankan gelar juara dunia berkat playoff catur cepat. "Catur mulai membosankan," demikian kira-kira pikir Kramnik.

Maka, lahirlah ide untuk menghapus rokade dalam permainan catur!

Untuk mewujudkan gagasannya itu Kramnik menghubungi Demis Hassabis, pendiri dan CEO lab Kecerdasan Buatan (IA) DeepMind. "Hassabis dulunya adalah salah satu pecatur junior terkuat di Inggris dan juga masih seorang penggemar catur hingga saat ini," tulis Hasiholan. "Demis dengan senang hati memberi kesempatan kepada Kramnik untuk menguji teorinya dengan menggunakan mesin AlphaZero yang terkenal itu."

Singkat cerita, bekerja dengan peneliti DeepMind, Ulrich Paquet dan juga Nenad Tomasev, mereka menggunakan AlphaZero untuk menguji variasi yang berbeda-beda dan melihat bagaimana partainya bisa berkembang. AlphaZero pun diminta mengeksplorasi varian yang mencegah kedua belah pihak melakukan rokade, mencoba berbagai langkah pembukaan baik dari sisi Putih maupun Hitam.

Intinya, menghilangkan rokade berarti setiap pecatur tidak dapat mengandalkan pola yang sudah dihafal dan dikenal. Mereka dipaksa untuk berpikir kreatif sejak awal, setidak-tidaknya menjaga posisi Rajanya yang tidak bisa lagi disembunyikan dari serangan lawan di tempat aman. Bahkan konon, pemain tidak bisa memaksakan hasil remis. Catur hanya mengenal Win-Lose.

Namun demikian, meski Kramnik menggagas penghilangan rokade -yang sesungguhnya mengembalikan permainan catur ke aslinya- tetap saja yang dimainkan adalah permainan catur klasik yang buah-buah caturnya tersusun seperti sekarang ini.

Lalu apa gagasan yang saya tawarkan agar tidak kalah greget dengan Fischer maupun Kramnik?

Ya itu tadi, menciptakan "Pepih Completly Random Chess", yaitu mengacak buah catur secara sempurna (komplet) tanpa ada keharusan Raja diapit dua Benteng, plus menghilangkan rokade di dalamnya.

Jadi, saya mengawinkan gagasan Fischer dengan Kramnik!

Jika gagasan saya diterima, saya rela mengganti istilah "Pepih Completly Random Chess" dengan "Indonesian Clompetly Random Chess".

Why not?

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [54] Content Is King