Esemka, Tetes Keringat Putra Indonesia

Mereka tidak punya kebanggan pada tanah airnya. Sebab mereka lebih suka jadi budak Arab, yang meniru-niru gaya tuannya. Padahal orang Arab sendiri gak gitu-gitu amat.

Sabtu, 7 September 2019 | 07:05 WIB
0
590
Esemka, Tetes Keringat Putra Indonesia
Presiden Joko Widodo dan mobil Esemka (Foto: Agus Suparto)

"Mana yang katanya mau membangun pabrik Esemka. Jokowi cuma pencitraan doang. Hasilnya gak ada," sebuah status di FB tiga bulan lalu.

Tadi pagi, Presiden Jokowi meresmikan peluncuran perdana mobil Esemka. Dibuat oleh perusahaan swasta. Artinya ini mobil produksi biasa. Tidak mengandalkan kekuasaan pemerintah seperti proyek mobil nasional (Mobnas) zaman Tommy Soeharto dulu.

Karena bukan proyek Mobnas, Esemka gak perlu proteksi dan kemudahan dari negara seperti Timor. Gak perlu perlakuan khusus. Esemka sama seperti mobil lain. Akan bersaing di tengah kerasnya kompetisi industri otomotif.

Esemka akan berhadapan di pasaran dengan Toyota, Honda, Suzuki, Chevrollet, Mazda, BMW, Hyandai, KAI, Wuling, dan sederet merk ternama lainnya. Bayangkan. Sebuah merk baru, asli Indonesia, harus berhadapan dengan raksasa-raksasa industri yang sudah kapalan.

Makanya saya patut angkat topi pada pengusaha yang mau menanamkan dananya untuk mengembangkan proyek ini. Mereka berani bertaruh. Mereka berani bermimpi, Indonesia punya merk mobil sendiri. Insonesia punya produk otomotifnya sendiri.

Iya, Toyota dan Daihatsu juga pabrik perakitan ada di Indonesia. Tapi tetap saja, keduanya perusahaan Jepang. Orang Jepang lebih pantas berbangga dengan Toyota dan Daihatsu. Ketimbang orang Cikarang.

Singkatnya, Esemka adalah mobil merk Indonesia. Kepunyaan pengusaha Indonesia. Lahir dari rahim dan ide anak-anak Indonesia. Dan, pada awalnya, akan di pasarkan di Indonesia. Untuk kita, warga Indonesia.

Soal mesin dan beberapa bagian komponennya, saya yakin, pabrik Esemka juga bekerjasama dengan vendor lain. Beberapa mungkin perlu impor. Itu biasa. Semua pabrik mobil di dunia juga gak mengerjakan sendiri komponenya. Sebagian didatangkan dari negara lain.

Itulah ekosistem industri.

Tapi yang menarik, komponen untuk Esemka ini sebagian diproduksi oleh pengusaha Indonesia. Kandungan lokalnya bisa mencapai 50%.

Artinya, hadirnya mobil Esemka sebagai produk lokal, telah mendorong ekosistem industri komponen otomotif di Indonesia. Ribuan tenaga kerja lokal terlibat. Bukan hanya di pabriknya, juga di pabrik suplier yang memasok sparepart. Mereka adalah anak-anak Indonesia yang bergulat ingin menghasilkan sesuatu.

Apapun hasilnya, keringat ini adalah keringat anak Indonesia.

Tapi, Indonesia juga punya segerombolan makhluk air yang nyinyir. Mereka hidup disela-sela ludah dan bakteri. Dulu mereka minta bukti prosuksi Esemka. Sekarang ketika sudah dibuktikan bahwa membangun industri otomotif merk lokal ternyata bisa diwujudkan, mereka nyinyir lagi. "Desainnya mirip mobil China," ujarnya.

Iya. Jangan harapkan dari mereka kebanggan pada bangsanya. Psikologi mereka mirip anak kualat, yang menyesal lahir sebagai anak Indonesia. Sebab apapun yang bernama Indonesia akan mereka caci. Apapun hasil karya bangsa ini akan mereka susutkan. Ada perasaan dengki bersemayam di dalam lemari jiwanya.

Mereka tidak punya kebanggan pada tanah airnya. Sebab mereka lebih suka jadi budak Arab, yang meniru-niru gaya tuannya. Padahal orang Arab sendiri gak gitu-gitu amat. Lagipula mana ada industri mobil di Arab.

Orang-orang seperti ini lebih menyukai bekam sambil menghina dokter. Lebih percaya bumi datar, sambil merendahkan ilmu fisika. Lebih menghargai pengangguran yang setiap saat mlungker di masjid, ketimbang para pekerja keras. Mereka mungkin percaya, Sanjaydut dan Amitabachan adalah artis Korea.

Saya gak tahu, apakah nanti Esemka mampu bersaing? Itu adalah step berat berikutnya yang harus dihadapi Esemka. Tapi yang pasti, kini kita punya mobil sendiri. Merk asli Indonesia. Dan, saya angkat topi dan sepatu buat mereka yang berani mewujudkannya.

Keringat dan kerjakeras perlu kita hargai. Sebab usaha tidak akan pernah memghianati hasil.

Sedangkan untuk yang masih nyinyir, semoga mulutnya ditabok banci. Dan air liurnya berubah jadi lem Uhu. Agar cangkemnya kingkem. Gak bisa kebuka lagi. Seumur hidup.

Rasain!

"Mas, orang seperti itu mirip seperti kata pepatah," ujar Abu Kumkum.

"Pepatah apaan, Kum?"

"Kalau ada sumur di ladang, suruh mereka numpamg mandi. Biar otaknya seger."

Numpang, numpang...

***

Eko Kuntadhi