Reaksi Pemerintah Atasi Dampak Negatif Kenaikan Tarif Jasa Penerbangan

Kamis, 21 Februari 2019 | 09:46 WIB
0
406
Reaksi Pemerintah Atasi Dampak Negatif Kenaikan Tarif Jasa Penerbangan
Ilustrasi tiket penerbangan (Foto: Liputan6.com)

Sekarang, banyak sekali sektor yang bergantung pada dunia penerbangan, sebut saja pariwisata, jasa pengiriman, perhotelan, wisata dan tentu saja masyarakat itu sendiri dengan berbagai kepentingannya.

Maka, ketika terjadi kebijakan kenaikan tarif penerbangan dan penerapan bagasi berbayar, sudah tentu memberatkan kelompok-kelompok berkepentingan tersebut.

Dampaknya, bandara sepi penumpang karena rakyat tidak mampu menjangkau transportasi udara tersebut secara finansial. Ratusan hingga mungkin ribuan penerbangan telah dibatalkan karena tidak memenuhi kuota minimal agar tidak merugi.

Berbagai jasa pengiriman mungkin mengalami kemandekan. Damri, juga secara tidak langsung menerima dampak negatif dari kenaikan tarif penerbangan tersebut. Jadi, pilihan menaikkan harga disertai menerapkan bagasi berbayar mulai menimbulkan dampak negatif di dunia penerbangan serta pembangunan ekonomi nasional.

Untung saja Pemerintah lewat arahan Presiden Jokowi bertindak cepat menyikapi situasi ini. Hingga akhirnya PT Pertamina melakukan penyesuaian harga jual avtur yang berlaku pada 16 Februari 2019 mulai jam 00.00 WIB.

Media Communication Manager Pertamina, Arya Dwi Paramita menjelaskan penurunan harga avtur Pertamina merupakan buah dari penerapan formula harga avtur yang tercantum dalam Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 17 Tahun 2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.

Penyesuaian tersebut telah dilakukan dengan mempertimbangkan rata-rata harga minyak dunia, nilai tukar rupiah dan faktor lainnya. Harga jual avtur untuk setiap maskapai ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak yakni antara Pertamina sebagai penyedia dan maskapai penerbangan sebagai konsumen. Penurunan harga avtur ini merupakan bentuk dukungan Pertamina terhadap industri penerbangan nasional, yang diharapkan juga berdampak pada industri lainnya.

Dampak dari penurunan harga bahan bakar pesawat ini menjadi sangat signifikan, karena bentuk penurunan komponen biaya pastinya akan berdampak positif buat maskapai penerbangan. Dua hari sebelumnya, Garuda Indonesia Group mengumumkan penurunan harga tiket pesawatnya di seluruh rute penerbangan sebesar 20 persen.

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Ari Ashkara mengatakan hal tersebut sejalan dengan aspirasi masyarakat dan sejumlah asosiasi industri nasional serta arahan Bapak Presiden RI mengenai penurunan tarif tiket penerbangan dalam mendukung upaya peningkatan sektor perekonomian nasional. Khususnya untuk menunjang pertumbuhan sektor pariwisata, UMKM, hingga industri nasional lainnya, mengingat layanan transportasi udara memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan perekonomian.

Garuda Indonesia Group kita ketahui memiliki layanan full service Garuda Indonesia dan low cost carrier (LCC) Citilink Indonesia serta Sriwijaya Air-NAM Air Group. Apabila Garuda melakukan penyesuaian tarif melalui penurunan harga, mestinya diikuti penerbangan lain karena Garuda adalah penerbangan yang utama atau sebagai market leader. Keputusan maskapai penerbangan BUMN tersebut akan diikuti maskapai penerbangan lain.

Reaksi cepat Pemerintahan Jokowi  menanggapi dampak kerugian dari kenaikan tarif patut diapresiasi. Melakui arahan Presiden tersebut, Pertamina dan Garuda sebagai BUMN telah menurunkan harga bahan bakar pesawat serta memutuskan menurunkan harga tiket pesawatnya yang akan berdampak pada harga tiket penerbangan lain.

BUMN tersebut, sebagai instrumen pemerintah telah menerapkan kebijakan yang menciptakan keadilan dan kemakmuran masyarakat dengan mempertimbangkan kepentingan konsumen. Melalui penurunan tarif tiket penerbangan tersebut, kita berharap akses masyarakat terhadap layanan transportasi udara dapat semakin terbuka luas serta semakin mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. 

***