Mengapa tsunami produk China yang datang ribuan mil jauhnya tersebut, bisa murah banget harganya di negeri Indonesia ini?
"Mas, bisa minta waktunya bentar ?" tanya seorang milenial saat mencegat saya di trotoar Jl. Surya Kencana, Bogor. "Dua menit aja. Boleh, mas ?" sergapnya lagi. Saya hanya separo serius menanggapinya. Kurang minatlah. Tapi semangatnya kliatan tinggi banget. Gak patah arang dia untuk bisa segera menjelaskan produk yang ditawarkannya.
Okelah! Saya pun akhirnya menyimak stori bisnis kecil-kecilan yang sedang dijalankannya. Karena sedang PPMK Covid 19 di Bandung, mahasiswi ini jadi pindah bergerilya memasarkan minuman botolan kekinian bikinannya ke Bogor.
"Ada beberapa pilihan rasa, mas. Ada rasa moka, kopi dan vanilla. Harganya Rp25 ribu aja koq", katanya sambil mengeluarkan sesuatu dari tote bag kanvasnya. Rupanya minuman botolannya yang sais 200 ml. Gak gede. Tapi tampilan desain kemasannya memang kekinian.
Singkatnya, di mata saya kreasi produk minumannya gak ada uniknya. Menstrim. Jadi terasa kemahalan. Ujung-ujungnya gak kompetitif.
Jujur, ada banyak pisan substitusi produk begituan yang tersedia di pasaran. Di minimarket, misalnya. Tentunya dengan posisi harga yang lebih ekonomis.
Pertanyaannya, mengapa produk UKM nya ini mahal? Ini bisa karena kos produksinya tinggi. Atau dianya yang pengen ngambil marjin profit selangit. Bisa jadi akibat praktek bisnisnya gak efisien.
Atau juga karena gaya hidup kesehariannya barangkali boros. Ada bejibun kemungkinan. Tapi yang jelas, produk botolan tersebut "over-price"!
Yang bikin tambah prihatin saat itu adalah, barusan aja beberapa menit sebelumnya saya melihat bongkar muat kiriman produk Made in China (lihat foto) dari truk ke sebuah toko di kawasan pecinan itu. Bejibun pulak!
Pertanyaan kritisnya, mengapa tsunami produk China yang datang ribuan mil jauhnya tersebut, bisa murah banget harganya di negeri +62 ini?
***
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews