Lion Air Itu Wajah Buruk Kita

Senin, 5 November 2018 | 08:29 WIB
0
586
Lion Air Itu Wajah Buruk Kita
Doa untuk penumpang JT 610 (Foto: Tirto.id)

Sahibul data statistik, Lion Air adalah perusahaan yang di mata para pebisnis sangat absurd dan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin perusahaan yang baru didirikan tahun 2000 itu tiba-tiba membuat gebrakan bisnis dengan transaksi pembelian 464 pesawat jenis Boeing 737 dan Airbus A320 pada tahun 2011 dan 2013. Di mana mereka harus membayar secara total Rp595 triliun.

Pada 18 November 2011, meneken kontrak pembelian sebanyak 230 pesawat Boeing 737, senilai $21,7 miliar (Rp 282 triliun). Coba lihat penandatanganan pembelian 230 pesawat Boeing dilakukan di sela-sela acara KTT ASEAN, di Nusa Dua, Bali. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Barack Obama menyaksikan langsung kesepakatan bisnis raksasa itu.

Lagi-lagi warisan buruk SBY yang selalu kita abaikan!

Transaksi tersebut merupakan penjualan pesawat komersial terbesar Boeing sepanjang sejarah. Tak kurang Obama memuji Lion sebagai salah satu maskapai dengan pertumbuhan tercepat di kawasan Asia Pasifik. Ia senang Lion Air Group bisa membantu menggerakkan roda perekonomian Amerika Serikat dengan pesanan yang besar ke Boeing. Maklum saja, ketika itu Amerika Serikat baru saja mengalami pemulihan setelah sempat didera krisis parah. Artinya apa? Ia tidak melulu dipaksa tumbuh jadi besar, cepat tetapi juga instant dan dipaksakan harus mau beli.

Kegilaan itu masih belum berakhir, pada Maret 2013, Lion Air Group kembali meneken kontrak pembelian 234 pesawat Airbus A320 dan A321 senilai $24 miliar atau Rp312 triliun. Penandatanganan jual beli dilakukan di Istana Kepresidenan Elysee, dan disaksikan langsung oleh Presiden Perancis Francois Hollande.

Dua kali transaksi pembelian spektakuler dilakukan Lion. Coba tengok nilai $45 miliar, setara dengan 45% dari cadangan devisa Indonesia yang ketika itu berkisar $100 miliar. Transaksi itu tentu saja langsung mengundang kecurigaan tentang siapa pihak yang mau mendanai transaksi sebesar itu. Bagaimana mungkin seorang Rusdi Kirana yang semula hanya seorang pemilik travel agent bisa punya duit sebeesar itu?

Rusdi mengaku ia memang menjual "prospek masa depan Indonesia" yang konon akan gilang gemilang untuk itu. Hingga ia bisa menyakin Bank Exim Amerika untuk meyakinkan pihak Boeing, dan didukung sindikasi Export Credit Agency (ECA) di Inggris, Perancis dan Jerman untuk membeli Airbus. Tapi hal ini pun, patah ketika sebuah aturan internasional menyebutkan minimal harus ada 30% uang uang muka yang artinya Rusdi harus punya duit 120 Trilyun (kurs pada saat itu). Padahal konon total kekayaannya hanya 8,5 T.

Di sini kemudian mengemuka bahwa RK hanyalah seorang pion, karena sesungguhnya cukong di belakangnya adalah konglomerasi yang berada di bawah Kalla Group, di mana Jusuf Kalla adalah tokoh utama di baliknya!

Hal ini menjelaskan juga, sebrengsek apa pun manajemen Lion Air ia masih tetap bisa bertahan hingga kini. Lihat "pembesar" mana yang ada di belakangnya?

Coba sebut kasus penerbangan apa yang belum pernah ia alami dan merugikan publik. Keterlambatan jadual adalah kasus harian, pembatalan mendadak nyaris terjadi setiap pekan, tergelincir di bandara tak asing lagi (bahkan horor yang nyaris ajeg terjadi, yang membuat orang trauma naik pesawat), bahkan yang paling dramatis adalah gagal di udara yang menewaskan seluruh penumpang dan awaknya sebagaimana yang kemarin pagi terjadi.

Ironisnya konon itu adalah pesawat baru yang baru dipakai 2 bulan. Pesawat Boeing 737 generasi terbaru Max 8. Dengan harga rata-rata satu unit pesawat berkisar di angka 117,1 juta dolar AS, harga yang relatif "murah" tapi hemat bahan bakar. Bahkan Boeing Company juga mengklaim bahwa Boeing seri Max membutuhkan lebih sedikit biaya perawatan dibandingkan varian A320 Airbus, kompetitor Boeing 737 Max 8.

Advertensi yang menggiurkan, apalagi Lion adalah "bintang iklan" sebagai pull-factor yang menjadikan seri ini sebagai yang terlaris sepanjang masa. Tapi bagaimana mungkin terjadi kecelakaan? Jangan lupa juga, predikat 737 sebagai pesawat jet terlaris di dunia ternoda oleh rekam jejak kecelakaan. Bahkan, 737 tercatat sebagai tipe pesawat yang paling sering mengalami kecelakaan. BBC mencatat, setidaknya terdapat 15 bencana udara besar yang melibatkan seri Boeing 737 di luar varian Max sejak 1998 hingga 2018. Apa lacur!

Lion Air itu wajah buruk kita di sisi yang lain! Selalu memaksakan diri agar terlihat hebat, namun sebenarnya bodoh sekali!

Kita seolah pembeli terbesar, namun sesungguhnya kita sedang menalangi ekonomi negara super power yang sedang kesulitan. Apa bedanya dengan Freeport, yang secara legal milik kita, tapi justru mensubsidi kekayaan negara orang. Yang pada giliran lain hanya digunakan untuk menghegemoni kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kebanggaan budaya kita.

Kita beli secara kredit jangka panjang, yang resikonya suatu saat kelak bila gagal bayar, negara yang harus menanggung. Yang artinya anak cucu kita yang kelak ikut menanggung. Dan bagian yang paling dungu, walau setiap kali kita kecewa terhadap pelayanannya, tetap saja kita ndableg, hanya karena ongkosnya yang murah. Lalu tiba-tiba menjadi seorang yang ikut meratap sedih ketika musibah terjadi.

Musibah itu sebenarnya sudah dirancang jauh hari, sebelum horor sesungguhnya terjadi. Kita saja yang menutup rapat mata, telinga, dan hati nurani kita.

Menjelaskan kenapa saya tidak pernah suka (bila tidak mau dibilang sangat benci) kepada Amerika, Amerikanis, dan kebijakan politiknya!

***