Mengorbankan pihak lain sebagai pencuri padahal mereka sendiri malingnya. Mengerikan. Ketika orang bisa bicara bertolak belakang dengan apa yang ia jalani.
Menarik apa yang dialami Indah Harini kali ini, bisa jadi nanti, kita yang memiliki rekening bank dapat mengalami hal yang identik. Jadi ini bukan menakut-nakuti siapa saja yang mempunyai tabungan atau rekening, namun menjadi perhatian bersama, hati-hati.
Mengapa sudah mengatakan sebagai korban? Beberapa indikasi memperkuat asumsi dan kemudian menjadi konklusi pribadi saya.
Pertama, ada itikat baik, ketika hampir dua tahun mencari kejelasan. Sangat mungkin kalau tidak bermaksud baik sudah diambil dan dipergunakan tanpa perlu tahu duduk perkaranya dengan baik.
Kedua, sekian lama, jika memang tidak ada “sesuatu”, permainan atau sebuah keadaan yang direncanakan, tentu tidak perlu lama untuk bisa mengatakan uang itu berasal dari mana. Apa sih susahnya. Ini zaman digital, bukan eranya manual atau merpati pos yang membawa berita.
Sekian detik informasi begitu melimpah, itu mencari informasi, jika untuk mendapatkan jejak ya hitungan jam lah, tidak perlu berbulan-bulan. Ini menjadi tanya ada apa.
Ketiga, kemarahan pihak bank atas adanya pengacara. Jika keadaan itu baik-baik saja, mengapa harus sensi dan meradang ada pihak lain. Makin menjadi tanya bukan?
Selanjutnya adalah. Mengapa dengan Indah Harini? Sebuah tanya juga untuk kita-kita, semua yang memiliki akun di bank, siapa tahu nantinya juga mendapatkan dana siluman dan lanjutannya menjadi tersangka dan terdakwa. Kan berabe hidup kita.
Berbeda jika itu memang pekerjaan, atau perilaku jahat, mencuri, menggelapkan, atau maling, konsekuensi menjadi terdakwa dan seterusnya itu. Jika kita adalah baik-baik saja, dan kemudian menghadapi kasus hukum, tidak punya jaringan dan uang, bui tanpa kita berbuat apa-apa.
Erick Thohir seharusnya mendengar hal ini. Kisah-kisah perilaku tidak adil seperti ini sangat sering terjadi. rekening tiba-tiba raib. Ada saldo berpindah tanpa melakukan transaksi, cermati saja di lini massa media sosial. Begitu banyak orang-orang biasa kehilangan tabungan berbulan-bulan, bahkan hitungan tahun.
Pertanggungjawaban moral, atas kinerja buruk BUMN. Benar, bahwa tidak adil jika hanya menuntut Erick Thohir saja. Kebobrokan ini sudah tahunan. Berwarsa-warsa BUMN itu menjadi “milik” para elit yang sangat tamak akan uang.
Bisa meminjam tanpa mengembalikan. Lihat saja Satgas BLBI itu kan sedang memperbaiki keadaan. Pengemplang bertahun-tahun kini mulai ditagih. Aksi dan reaksi. Betapa banyak penolakan dengan memperkeruh keadaan.
Ya iyalah, sekian lamanya mereka pesta pora. Kini enggan cuci piring. Maunya pesta dan pergi begitu saja.
Hal yang bisa jadi mengilhami para petinggi bank, sehingga mereka juga ikutan berpesta pora dengan mengorbankan nasabah. Memilukan. Mengapa mereka tidak membayangkan, jika itu terjadi pada anak, atau kerabat mereka?
Arogansi birokrasi, pemerintah, dan sejenisnya masih begitu merajalela. Paham dan ajaran feodalisme yang masih demikian kental membuat birokrasi kita berat melangkah. Gagah di luar dan bobrok di dalam.
Mengorbankan nasabah ini sebuah keadaan yang tidak bisa ditolerir lagi. Sangat mungkin ini adalah lelucon perampok bank yang marah karena mendengar berita bank dirampok dengan nilai berkali lipat dari yang mereka dapatkan.
Jajaran bank merampok dengan otak mereka mendompleng kejadian faktual. Hasil kehilangan dilaporkan berkali lipat dari yang sebenarnya. Siapa yang bisa menglarifikasi? Mosok perampoknya mau mengatakan apa yang mereka dapatkan tidak seperti itu.
Bank, lembaga, dan apapun itu selalu saja menang. Nasabah, pembeli, atau konsumen selalu kalah dan salah. Ini mentalitas yang perlu dibenahi dan dijadikan koreksi Erick Thohir dan jajaran bahwa birokrasi dan kinerja BUMN perlu adanya perubahan yang sangat radikal.
Memang sangat susah, karena berpuluh-puluh tahun keadaan seperti itu. Tahu sama tahu dan mengorbankan pihak lain hal yang biasa.
Gaya hidup pejabat BUMN pernah kog dikeluhkan Erick Thohir. Nah, jangan-jangan gaya hidup yang demikian ini dengan cara menjebak dan menjerat orang yang tidak tahu apa-apa? Jika benar demikian mengerikan pola hidup bersama bangsa ini.
Orang berjanji dan bersumpah di Indonesia ini jangan harap akan membuat mereka waspada. Apa yang ada adalah kesempatan untuk menimbun materi.
Penghargaan akan uang menjadikan orang menghalalkan segala cara. Bisa jadi uang tertranfer dengan dalih salah, dan pihak lain yang dipidana. Uangnya lari ke mana? Ya ke situ-situ juga.
Pertanggungjawaban atas kinerja masih sangat lemah. Lihat saja mana ada BPK selama ini merasa bertanggung jawab atas Jiwasraya, atau korupsi-korupsi yang sangat besar itu? Padahal kan semua lewat mereka.
Hukum rimba terjadi di bangsa ini. Siapa yang kuat bisa melibas yang lemah, dan seolah itu boleh-boleh saja, karena toh dari atas juga tampil seperti itu.
Kerennya seragam pegawai BUMN ternyata belum diimbangi dengan sisi moralitas. Amanah itu yang penting, bukan tampilan necis dan bagus.
Mengorbankan pihak lain sebagai pencuri padahal mereka sendiri malingnya. Mengerikan. Ketika orang bisa bicara bertolak belakang dengan apa yang ia jalani.
Terima kasih.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews