Hakone Ekiden

Mereka diadu dalam pertunjukan selama 4,5 jam. Final ini berlangsung tepat ketika Ghosn melarikan diri. Malam itu 70 persen orang Jepang di depan TV terlibat di acara ini.

Jumat, 3 Januari 2020 | 07:52 WIB
0
360
Hakone Ekiden
Carlos Ghosn (Foto: Disway.id)

Jepang masih bungkam. Malu sekali. Mestinya. Kok bisa kebobolan begitu seramnya. 

Kok tahanan yang jadi pusat pemberitaan selama setahun bisa melarikan diri.

Tapi perhatian umumnya orang Jepang memang tidak kepada Carlos Ghosn --pahlawan penyelamat Nissan itu.

Antara hari Natal dan Tahun Baru adalah hari happy-happy. Bukan saja libur panjang. Tapi juga karena ada dua acara yang luar biasa gemparnya.

Yang satu lomba lari ke Gunung Fuji. Satunya lagi lomba nyanyi merah putih.

Dua-duanya menyita perhatian masyarakat. Stasiun televisi habis-habisan. Berhati-hari.

Fokus masyarakat pada siapa juara Hakone Ekiden tahun 2019.

Lalu siapa juara Kouhaku Uta Gassen.

Sungguh hebat perencana pelarian mantan CEO Nissan dan CEO Renault itu. Pemilihan hari untuk melarikan diri itu lho. Hebaaaaat sekali: di antara tanggal Hakone Ekiden dan Kouhaku Uta Gassen.

Belum satu pun keterangan diberikan oleh pemerintah Jepang. Semua masih libur. Masih kaget. Masih tertegun.

Carlos Ghosn sendiri sudah banyak agenda di kampungnya, di Lebanon.

Ia diberitakan sudah bertemu Presiden Lebanon Michel Aoun. Sang presiden sudah tiga bulan pusing sekali. Ia sangat sulit mencari tokoh yang mampu jadi perdana menteri.

Dua minggu lalu memang terpilih nama Hassan Diab, tapi masih belum solusi. Masih didemo terus.

Tapi agenda utama Ghosn mestinya bukan itu. Yang terpenting adalah memulihkan nama baik. 

Kini bintang CEO itu punya tambahan sebutan yang negatif: pelarian. Pelanggar imigrasi.

Hanya saja Jepang masih belum mengumumkan apakah Ghosn menjadi buron --yang harus ditangkap interpol. 

Keterangan resmi justru keluar dari pemerintah Lebanon. Bahwa Ghosn masuk Lebanon secara legal --menggunakan paspor Prancis.

Itu juga menjadi bagian dari banyak misteri yang menarik. Bukankah tiga paspor Ghosn - -Brazil, Lebanon dan Prancis-- ditahan di Jepang. Dan masih utuh tersimpan di kantor pengacaranya. 

Dari sini muncul dugaan bahwa Ghosn keluar Jepang dibantu pemerintah Lebanon. Duta Besar Lebanon di Jepang bisa berperan besar --tanpa bisa dibuktikan.

Maka baiknya kita tunggu saja keterangan Ghosn Rabu minggu depan.

Tentu kita tidak bisa mengharapkan keterangan yang apa adanya.

Dugaan saya Ghosn tidak akan merinci bagaimana cara ia lari dari Jepang. Keterangan rinci mengenai itu hanya akan membuat muka beberapa pihak di Jepang seperti ditampar.

Itu juga akan menyulitkan pihak-pihak di Jepang yang membantu pelariannya itu. 

Padahal fokus Ghosn adalah ”meluruskan” kasusnya.

Terutama mengenai mengapa Ghosn merasa tidak bersalah. Paling bagian ini yang akan ia beberkan.

Maksimum Ghosn akan mengungkap nama-nama eksekutif Nissan yang mengerjainya. Yakni direksi yang menggantikannya.

Ia pernah mau menyebut nama-nama itu ke media. Tapi ia urungkan. Posisinya waktu itu masih di tahanan di Tokyo. Pengungkapan nama-nama itu hanya akan menyulitkan dirinya. 

Kini Ghosn sudah di luar Jepang. Ia perlu membeberkannya sebagai bagian alibinya.

Berhasil tidaknya Ghosn memperbaiki namanya sangat tergantung pada keterangan persnya Rabu depan.

Seorang CEO sekelas Ghosn biasanya punya kemampuan komunikasi yang hebat. CEO seperti itu mesti juga punya kemampuan pidato. Dan kemampuan mengajar. Di samping kemampuan utamanya di bidang manajemen, marketing, dan keuangan.

Bagi yang ingin tahu cara Ghosn melarikan diri siap-siap saja kecewa. Tapi, bagi yang ingin belajar how to escape from damage bisa memperhatikannya.

Sampai kemarin pembicaraan di Tokyo masih tentang bagaimana bisa tim Tokai University menjadi juara Hakone Ekiden.

Terutama bagaimana bisa mengalahkan tim Toyo University. Yang di hari kedua start 1 menit lebih dulu.

Hakone Ekiden diikuti tim-tim universitas. Satu tim terdiri 10 orang mahasiswa.

Tiap orang berlari 23 Km. Atau setengah maraton. 

Pelari pertama kemudian menyerahkan tongkat ke pelari kedua. Yang sudah menunggu di pos tertentu.

Begitu seterusnya sampai pelari ke-10 mencapai finis.

Lomba lari ini hebohnya menggentarkan seluruh Jepang. Rutenya dari pusat kota Tokyo menuju gunung Fujiyama. Lalu balik lagi ke Tokyo. Selama dua hari. 

Hari pertama: Tokyo-Fujiyama. Hari kedua: Fujiyama-Tokyo.

Hari pertama itu juaranya Toyo University. Berarti tim Toyo-lah yang akan berangkat pertama di hari kedua.

Maka ketika ternyata tim Tokai University yang lebih dulu mencapai finis heroiknya bukan main. Catatan waktunya: 10 jam 57 menit 9 detik 

Sampai kemarin pembicaraan di sana masih sekitar strategi Tokai. Yakni pelari seperti apa yang ditempatkan di urutan berapa.

Strategi Ghosn tidak penting.

Yang juga lebih penting adalah membicarakan serunya final lomba nyanyi Merah-Putih.

Inilah lomba nyanyi paling legendaris. Tahun ini sudah yang ke-70. Lomba ini dimulai ketika saya lahir: tahun 1951.

Yang diadu adalah penyanyi paling top pria dan paling top wanita. Masing-masing harus membentuk tim sebanyak 25 orang.

Tim Merah (wanita) melawan tim Putih (pria).

Dewan jurinya hebat-hebat. Pemirsa televisi dilibatkan --menilai lewat ponsel.

Minggu lalu itu regu Merah dipimpin penyanyi top yang juga foto model: Haruka Ayase.

Sedang regu putih dipimpin penyanyi, bintang film, pencipta lagu dan pemusik: Sho Sakurai dengan grup band Arashi.

Baca Juga: Carlos Ghosn, Nasib "Mr Seven Eleven" Si Penyelamat Nissan dan Renault

Mereka diadu dalam pertunjukan selama 4,5 jam. Final ini berlangsung tepat ketika Ghosn melarikan diri. Malam itu 70 persen orang Jepang di depan TV terlibat di acara ini.

Malam itu Tim Putih yang menang. Lagunya, aksi panggungnya, suaranya mengalahkan tim putri.

Tahun depan masih akan ada Hakone Ekiden dan Kouhaku Uta Gassen.

Tapi apakah Ghosn masih perlu lari lagi?

Dahlan Iskan

***