Telkom Menimba Keuntungan di Goto

Cara berfikir seperti inilah yang digunakan perusahaan-perusahaan raksasa dunia untuk investasi ke perusahaan lain. Wajar saja jika raksasa-raksasa dunia ikut juga nanam duitnya ke Goto. Seperti Group Facebook atau Visa.

Senin, 30 Mei 2022 | 09:29 WIB
0
221
Telkom Menimba Keuntungan di Goto
Goto (Foto: independennews.com)

Beberapa waktu lalu, Telkom melalui anak perusahaanya Telkomsel menyuntikan dana ke Goto, perusahaan penggabungan Gojek dan Tokopedia. Jumlah yang disuntikan cukup besar, sekitar Rp 6,4 triliun.

Ada yang menilai langkah itu ceroboh dan merugikan. Penilaian itu didasarkan ketika harga saham Goto turun.

Saya kok, melihat justru pembelian saham itu sebagai langkah strategis. Sebab bisnis keduanya saling berkelindan. Jadi kalau memandang investasi tersebut dari sudut pandang naik-turun harga saham, rasanya aneh banget.

Sebelum Telkomsel menyuntikan dananya, Goto memang sudah menjadi incaran investor besar. Sekelas Facebook dan Visa ikut juga menanam duit disana. Apakah mereka hanya berfikir mendapat gain dari turun naiknya harga saham?

Ini yang akhirnya sedikit ramai. Orang dengan pikiran sederhana menuding aksi korporasi Telkom, group dianggap merugikan. Karena fluktuasi harga, saham Goto kemarin sedikit melorot. Ada potensi kerugian yang belum terealisasi di pembukuan Telkom.

Padahal saat Telkomsel membeli saham Gojek –waktu itu belum bergabung dengan Tokopedia—harganya masih murah. Ketika Gojek bergabung dengan Tokopedia menjadi Goto, saham milik Telkomsel dikonversi dengan angka Rp270 per lembar saham.

Nah, nilai valuasi pre-IPO ternyata justru lebih tinggi yaitu Rp 375 per lembar. Kalau dilihat dari kenaikan harga saham, langkah Telkomsel ini sudah cukup menguntungkan.

Demikian juga saat fluktuasi pasar membuat saham Goto turun. Orang langsung menuding Telkomsel rugi besar. Kerugian ini berimbass pada keuangan Telkom sebagai induk perusahaanya.

Tapi sekali lagi bukan begitu cara mikirnya.

Saya sih, memandang aksi korporasi Telkomsel bukan kelas receh seperti itu. Apalagi langkah ini meliatkan duit sampai triliunan. Saya lebih suka memandang langkah ini sebagai aliansi strategis kedua perusahaan.

Kita tahu Telkomsel dan Telkom bukan perusahaan khusus investasi. Mereka adalah perusahaan telekomunikasi dengan basis pelanggan terbesar di Indonesia.

Demikian juga dengan Gojek dan Tokopedia, basis pelangganya luar biasa. Mestinya kita bisa memandang bahwa langkah Telkomsel masuk ke Goto itu dalam rangka meningkatkan potensi dari market masing-masing.

Coba deh, dilihat dalam skala lebih besar. Misalnya dengan ikut menjadi saham pengendali Telkomsel akan punya kesempatan meningkatkan kolaborasinya dengan Gojek dan Tokopedia. Kerjasama strategis akan mudah direalisasikan karena kedua perusahaan itu diikat oleh payung yang sama.

Semua pelanggan Goto pasti pelanggan operator selular. Mereka adalah konsumen pulsa, konsumen yang memakai akses data, konsumen yang memanfaatkan aplikasi pembayaran online. Nah, Telkomsel adalah operator selular, punya juga aplikasi payment gateway. Dilihat dari konteks ini saja kita bisa bayangkan potensi kerjasama yang menarik.

Tentu saja, keuntungan model begini bukan hanya dilihat dari berapa kenaikan harga saham Goto yang diinves Telkomsel.

Hitungan keuntungannya bukan langsung dari saham yang fluktuatif, tapi dari dampak kolaborasi dua korparat yang saling memberikan manfaat. Dengan kata lai,n ujungnya keuntungan investasi ini akan langsung terasa di laporan keuangan masing-masing perusahaan.

Cara berfikir seperti inilah yang digunakan perusahaan-perusahaan raksasa dunia untuk investasi ke perusahaan lain. Wajar saja jika raksasa-raksasa dunia ikut juga nanam duitnya ke Goto. Seperti Group Facebook atau Visa.

Mereka mau mendulang manfaat dari aktifitas Gojek dan Tokopedia dan mencari celah kolaborasi untuk meningkatkan manfaat bagi perusahaan masing-masing.

Soal fluktuasi harga saham, itu hanya bagian kecil saja. Sebab investasi jenis ini lebih bersifat jangka panjang. Bukan, jenis trader-traderan.

Lagi pula, ketika banyak perusahaan dunia ikut masuk berinvestasi di perusahaan start-up Indonesia, kenapa pula perusahaan-perusahaan besar lokal tidak memanfaatkan momentum tersebut. Kenapa kita harus menunggu pihak asing yang membiayai start-up kita, padahal potensi marketnya amat luar biasa.

"Mas, kalau kita mulai karir jadi driver Gojek. Lama-lama kita bisa jadi direksi Goto gak?, " tanya Abu Kumkum.
Bisaaa...

***