Sarinah Sepeninggal McD

Barangkali skenario buruk ini yang menyebabkan Sarinah membuka kemungkinan McD beroperasi kembali setelah direnovasi dengan anggaran 700 Milyar.

Kamis, 14 Mei 2020 | 05:11 WIB
0
377
Sarinah Sepeninggal McD
McDonalds's Sarinah (Foto: Alinea.id)

Beberapa hari setelah MC Donald ditutup, kawasan Sarinah bak pasca kerusuhan Mei 1998. Sepi njejet kata orang Jawa. Pasalnya, tidak hanya McD yang hengkang tapi juga 33 juga tutup. Beberapa di antaranya adalah waralaba asing.

Ide Eric Thohir menjadikan Sarinah sebagai etalase produk dalam negeri dengan Kredo Indonesia Friendly, agaknya sangat berat dilakukan.

Pasalnya, tidak ada icon makanan dalam negeri yang bisa mengalahkan jaringan restoran siap saji multinasional. Baik besaran outletnya atau kapitalnya.

Bagaimanapun harus ada merk besar nongkrong di Sarinah supaya ramai pengunjung. Tapi siapa dan perusahaan mana?

Bisakah Burger Bener menggantikan McD. Atau Makaroni Ngehe. Atau sebut nama gerai pengusaha anak negeri lainnya. Mereka belum ada yang sanggup melawan McD dan resto siap saji waralaba asing.

Lagipula gaya sewa Kopi.Kenangan makin menjadi trend. Sewa satu kios kemudian disewakan lagi ruang-ruangnya. Jadi satu kios bisa sampai 3 resto. Mereka hanya menyisakan ruang sempit bagi mereka yang ingin makan di tempat.

Cara ini efektif bagi start up di bidang kuliner yang mengandalkan gaya jajan online kaum milenial.

Saya membayangkan setelah di renovasi, Sarinah bakalan sepi. Kenapa? Mana ada UMKM yang sanggup mengontrak lapak di kawasan prime area.

Ada kemungkinan pemodal besar yang masuk. Seperti kelompok Bogasari yang ambil alih icon McD lewat resto Udonnya. Mungkin juga Richeese Factory atau HokBen.

Tapi apakah resto cepat saji ini tidak bertentangan dengan ide dasar Eric Thohir yang ingin Sarinah jadi ikon produk UMKM Indonesia?

Jika ditolak bagaimana?

Jikapun diterima, apakah mereka bisa menciptakan nuansa yang sama dengan McD?

Walhasil, Sarinah sepeninggal McD,, bisa berubah menjadi food court dengan ratusan gerai. Yang sempit dengan harga mahal tapi makanannya tidak se- standard Mc D, KFC atau Burger King.

Jadi kita bisa bayangkan Sarinah di masa depan. Yang menjadi paduan Thamrin City yang dipenuhi gerai UMKM lokal di bidang garment serta Pasar Festival Kuningan yang jadi pusat jajan. Atau malahan kayak Tanah Abang. Atau pasar Senen sekalian.

Sekali lagi dengan catatan jika para pemilik gerai itu mampu membayar sewa. Yang konon kabarnya, harga sewa gedung lintas Thamrin mencapai 75 juta per meter persegi - sekali lagi permeter persegi-- untuk sewa selama satu tahun.

Jika tidak mampu bayar sewa, kemungkinan pemerintah beri subsidi. Ini yang parah. Sekali diberi subsidi, pengusaha tidak akan berkembang karena sudah enak duluan. Jika sewa dinaikkan, mereka mengancam akan hengkang.

Dan jika hengkang, tidak ada memori dan romantisme di Sarinah nanti.

Sebab para pecinta Car Free Day lebih senang menikmati kopi starling atau bubur ayam atau kuliner lain yang dijajakan dengan mobil.

Di depan Sarinah.

Lengkap dengan kekumuhannya.

Sementara Sarinah makin kalah pamornya dengan big spender yang lebih suka bertagak di Burger King atau Starbuck di sebelahnya, Jakarta Skyline.

Kalau begini caranya, maka Sarinah akan menjadi kawasan rindu order seperti senyap dan kumuhnya rest area tanpa KFC dan MC Donald.

Barangkali skenario buruk ini yang menyebabkan Sarinah membuka kemungkinan McD beroperasi kembali setelah direnovasi dengan anggaran 700 Milyar.

Kata direktur Sarinah, McD boleh buka asal sesuai dengan tema lokalitas Indonesia.

Tidak jelas lokalitasnya kayak mana?

Apakah nanti McD diwajibkan buat Burger Semur Jengkol?

***