Masyarakat Indonesia mengapresiasi kinerja Satgas BLBI yang selama ini optimal mengejar aset para obligor. Ketegasan Satgas BLBI tersebut juga patut diacungi jempol karena berhasil mengamankan aset negaraHutang-piutang rasanya menjadi masalah semua orang, tak terkecuali pengusaha kelas kakap.
Ketika mereka gagal membayar tentu resikonya agunan akan diambil alih sebagai penggantinya. Begitu juga dengan aset milik Tommy Soeharto. Tanah-tanahnya akan dieksekusi dan dijadikan aset negara, karena ia terbukti berutang hingga trilyunan rupiah.
Di era orde baru, bisnis milik Hutomo Manda Putra alias Tommy, anak bungsu mendiang mantan presiden Soeharto, amat moncer. Yang paling terkenal adalah PT Humpuss, dan ia sempat memproduksi mobil lokal yang diklaim 100% bikinan anak bangsa. Namun sayang sekali bisnis itu kurang berkembang, dan malah meninggalkan timbunan hutang.
Hutang Tommy Soeharto pada negara tercatat sebanyak 2,6 triliun rupiah. Uang sebanyak itu ia dapatkan dari sebuah bank BUMN, dan agunannya adalah tanah-tanah milik perusahaannya, PT TPN. Pinjaman ini belum dilunasi sehingga menjadi problema sampai sekarang, karena sudah lebih dari 10 tahun seakan-akan dibiarkan saja.
Saat uang sebanyak itu belum dikembalikan maka negara yang merugi karena bank BUMN merupakan milik negara. Oleh sebab itu, untuk menutupi hutang PT TPN, maka akan diadakan eksekusi terhadap tanah-tanah itu, yang dilakukan oleh Satgas BLBI sebagai pihak yang berwenang. Diperkirakan nilai lahan-lahan tersebut mencapai lebih dari 600 miliar.
Tanah-tanah milik PT TPN yang akan disita di antaranya ada di Desa Kalihurip, Cikampek Pusaka, dan Desa Kamojing, Kabupaten Karawang. Total luas tanahnya lebih dari 124 hektar. Penyitaan akan dilakukan dengan tegas, dan tentu ada bantuan dari aparat sebagai satgas pengamanan. Tujuannya agar eksekusi berlangsung tanpa kendala dan tidak ada gangguan dari preman bebayar.
Penyitaan aset dilakukan sesegera mungkin karena negara tentu tidak mau merugi, meski nilai tanahnya ditaksir belum 100% menutupi hutang tersebut.
Jika lahan-lahan itu menjadi aset negara maka bisa dibuat banyak hal untuk pembangunan, misalnya gedung sekolah atau fasilitas lain untuk rakyat. Sehingga PT TPN seharusnya sadar diri dan menyerahkan asetnya tanpa harus adu urat syaraf dan perdebatan panjang.
Masyarakat mengapresiasi ketegasan Satgas BLBI yang akan menyita tanah milik PT TPN yang notabene milik Tommy Soeharto, putra sang mantan presiden di era orde baru. Walau statusnya adalah anak ex pejabat tinggi, tetapi ia tetaplah seorang warga negara Indonesia. Sehingga harus tunduk di bawah hukum yang berlaku di Indonesia.
Seharusnya memang tidak boleh ada perlakuan khusus atau perlindungan kepada anak pejabat, baik ketika sang bapak masih bekerja atau sudah purna tugas. Penyebabnya karena jika ada pengistimewaan, akan mengacaukan norma-norma sosial yang ada di Indonesia. Kita hidup di negara demokrasi sehingga tidak boleh ada praktik nakal seperti ini.
Penyitaan aset-aset bernilai miliaran rupiah ini memang harus dilakukan dengan cepat. Jangan sampai hal ini berulang dan akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Penyebabnya karena sama saja menyuburkan kolusi dan nepotisme di Indonesia.
Pemerintah menunjukkan taringnya dengan menyita lahan-lahan milik PT TPN, tanpa perkecualian, walau tanah itu milik seorang Tommy Soeharto yang notabene pengusaha kelas kakap. Ia harus menyadari bahwa sebagai pengusaha seharusnya taat hukum, sehingga jika asetnya disita akan menghadapi dengan legowo.
Masyarakat mendukung penyitaan aset-aset milik Tommy karena ia memang terbukti gagal melunasi hutang pada sebuah Bank BUMN, sehingga merugikan negara secara finansial. Penyitaan akan dilakukan dengan segera oleh Satgas BLBI dan didampingi oleh aparat sebagai pelindung. Ketika ada penyitaan maka menunjukkan bahwa hukum di Indonesia berlaku dengan sangat adil.
Vania Chairunisa, penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews