Erick Thohir dipilih oleh Pak Jokowi sebagai Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) atau tim sukses Jokowi- Ma'ruf Amin. Erick namanya melambung saat Asian Games XVlll yang sukses ketua Ketua Inasgoc.
Erick yang berusia 48 tahun itu bukan politisi tapi pengusaha muda alumnus AS yang sukses, bertangan dingin, diharapkan jadi manajer Timses yang mampu merebut suara konstituen milenial pada pilpres April 2019. Urusan pemilih Muslim dipercayakan kepada kharisma cawapres Prof Ma'ruf Amin. Erick berperan sebagai subjek pengelola manajemen Timses.
Di lain sisi Sandiaga Uno (49 tahun) dipilih Capres Prabowo sebagai cawapres, juga alumnus AS, sepertinya dengan pertimbangan masalah pemilih milenial. Urusan pemilih Muslim ditangani oleh tokoh-tokoh PKS, PAN dan 212. Ketua Timsesnya mantan Panglima TNI, Jenderal Pur Djoko Santoso. Pada posisi ini Sandi berada pada posisi sebagai objek.
Komposisi Konstituen
Konstituen Pilpres terutama berada di lima provinsi dengan pemilih terbesar seperti tercatat pada Pilkada lalu. Pertama Jabar dengan DPT 31.730.042, Jatim 30.155.719, Jateng 27.068.500, Sumut 9.050.622, dan Sulsel 6.022.298.
Pemilih milenial pada pilpres 2019 memang harus dihitung cermat kedua poros. Dari data Saiful Mujani Research Center (SMRC) pada Desember 2017, jumlah generasi milenial denagn rentang umur 17-34 thn adalah 34,4% dari jumlah masyarakat Indonesia yang 265 juta. Smtr KPU memprediksi jumlah pemilih muda saat ini diperkirakan 70-80 juta atau 35-40% dari 139 juta pemilih.
Dari hasil sensus tahun 2010, pemeluk Islam 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya.
Analisis Strategi Pemenangan
Dari fakta di atas, terbaca strategi pemenangan akan diwarnai dengan menarik target pemilih milenial dan pemilih Muslim. Erick akan menggunakan strategi pemantapan branding JKW kepada konstituen milenial yang sudah mulai terbentuk. Sementara pemilih Muslim moderat akan coba ditarik oleh Erick melalui kharisma cawapres yg tokoh MUI dan NU. Sebagai subjek, Erick lebih bebas dan fokus membaca sikon yang ada. Pengaruh petahana sebagai end user akan lebih menguatkan strategi pemenangan.
Di lain sisi, Djoko Santoso sebagai Katimses Prabowo-Sandi sepertinya akan menggunakan strategi militer perang yang sangat dikuasainya. Strategi akan lancar bila jajarannya timses dan parpol loyal dan patuh seperti di militer. Tapi di politik, umumnya yang mengemuka adalah kepentingan, ini hambatannya. Timses Prabowo mudah menjual citra cawapres Sandi sebagai tokoh yang msh tergolong muda dan mulai populer.
Perebutan pemilih milenial akan lebih sukses digalang Erick Sebagai subjek. Titik rawannya Erick belum berpengalaman di kalangan politik yang penuh dengan tipu muslihat. Sering nyalip di tikungan, dan suka loncat pagar. Kelebihannya dia diberi power oleh petahana, back up kuat dan dia mengenal serta bisa membaca Sandi sebagai teman baiknya.
Nah, kunci perebutan konstituen memang betul ada di kalangan orang muda milenial dan pemilih Muslim. Poros o8 alias Prabowo diuntungkan, dengan geliat pengaruh Islam radikal yang banyak menginfiltrasi Universitas dan sekolah-olah, dinilai lebih condong mendukungnya. Faham radikal dan fanatisme lebih laku di kalangan milenial.
Erick harus waspada di situlah awal perebutan pengaruh, mereka yang milenial dan beragama Islam. Perebutan pengaruh moderat dan radikal, di samping ada juga pengaruh ide-ide khilafah mantan HTI. Pada kubu 08 ada PKS yg harus diperhatikan, mampu membentuk kader militan. Saat Pilkada Jabar, PKS amat menonjol pada akhir Pilkada.
Sementara menurut saya pribadi belum dapat disimpulkan siapa yang lebih unggul. Ini baru gambaran awal. Masih ada keompok Emak-emak, Muslim abangan, konstituen non Muslim yang mencapai 10% serta anggota parpol yang loyal.
Pertanyaan tersisa, mana yang lebih unggul, strategi ala politik militer poros 08 atau strategi manajemen pengusaha poros petahana. Menarik memang untuk dicermati.
***
Marsda Pur Prayitno Ramelan, pengamat intelijen.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews