Persekusi Neno Warisman Justru Merugikan Presiden Jokowi

Selasa, 28 Agustus 2018 | 10:44 WIB
0
679
Persekusi Neno Warisman Justru Merugikan Presiden Jokowi

Neno Warisman bercerita perihal persekusi yang dialaminya di Bandara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru, Sabtu (25/8/2018).

Saya masih terus memikirkan persekusi ini. Luar biasa polisi. Gak bisa mengatasi tidak lebih dari 40 an saja orang dan remaja-remaja yang berteriak,naik pagar gerbang dan berjoget- joget, bakar-bakar, lempar mineral ke kaca depan mobil Mercy milik dr. Diana Tabrani yang menjemput saya.

Padahal jumlah aparat beratus ratus banyaknya dan dari beberapa satuan yang berbeda. Anehnya, ketika pun yang aksi di depan gerbang itu sudah capek dan pulang, saya tetap dikurung, bahkan dengan police line (dijaga, tapi gak boleh diberi makanan) sampai jam 9 malam saat pesawat akhir pulang dan ternyata pesawat ditahan karena perintahnya adalah saya harus diterbangkan pulang ke Jakarta.

Terbukti dari boarding pass kepulangan yang diberikan, ternyata sudah disiapkan sejak kami datang. Artinya, yang seharusnya rahasia nama penumpang dan seterusnya, tidak berjalan. Bertahan di dalam mobil selama nyaris 7 jam, hingga pukul 21.00-an malam begitu banyak yang terjadi.

Tekanan, ancaman tersamar, maupun pemaksaan-pemaksaan, dan terselip ada juga permohonan dan pendekatan yang manusiawi dari sedikit diantara aparat yang memaksa saya untuk kembali ke Bandara.

Ditemani oleh sang pemilik mobil yang rusak pastinya oleh hujan batu yang dilemparkan oleh siapa entah (dari mana batu cukup besar-besar itu di Bandara?). Dr. Diana Tabrani dan Pak Luqman (suaminya), saya tetap memilih bertahan.

Dua orang dari tim kerja sempat diseret ke Polres dan seorang lain saya lihat sendiri dikejar 10 orang dan dikeroyok dan saya hanya dengar seruan Allahu Akbar-nya berulang-ulang sampai punggungnya menempel di kaca mobil. Lalu ia dibawa. Dan terjadilah hal yang berikut lepas pukul 9 di mana seharusnya pesawat terakhir diberangkatkan.

Kabinda Riau (Marsma TNI Rakhman Haryadi) datang dengan kasar menggebrak mobil dan berteriak-teriak memaksa buka pintu dan menarik paksa satu per satu semua dari mobil. Kecuali saya yang tetap bertahan dan minta pada para Polwan berpakaian bebas untuk tidak memperlakukan saya dengan buruk.

Polwan hanya memaksa saya keluar namun tidak kasar. Bahkan beberapa diantara mereka membawa roti dan ingin saya menerimanya. Tapi saya tolak karena bukan roti yang saya inginkan melainkan kebenaran, keadilan, hukum yang tidak digunakan semena-mena.

Beberapa orang meminta saya keluar karena hujan batu yang membuat saya khawatir mobil ibu dr. Diana Tabrani akan rusak berat. Saya tidak suka kekerasan, itu saya tegas katakan dan tidak perlu paksa saya beberapa kali pada mereka.

Lalu kami dikelabui. Dibawa oleh mobil yang katanya akan mengantar saya ke hotel, namun kenyataannya mereka bawa saya ke pesawat dan sekali lagi Kabinda melakukan kekerasan pada para lelaki dan bahkan seorang presidium diseret-seret paksa oleh 5 orang melalui naik tangga sampai ke garbarata.

Di atas garbarata para yang memaksa dengan kasar sampai terseret-seret itu minta maaf pada Doktor Balda karena, kata mereka, kami hanya jalankan tugas. Doktor Balda memaafkan.

Di bawah, saya masih berusaha hubungi teman-teman seperjalanan yang saya khawatir akan keberadaan mereka. Ketika Pak Kabinda bersikap kasar, sekali lagi pada laki-laki di mobil, saya minta dengan tegas agar Pak Kabinda untuk berlaku sopan.

Saya shalat 2 rakaat di dalam mobil. Lalu setelah selesai saya minta mereka semua yang ada di sana berkumpul membuat lingkaran dan saya pimpinkan doa.

Kulillahumma Malikal Mulki tu’til mulka mantasyaa. Wa tanziul mulka mimantasyaa. Wa tuizzu man tasyaa wa tudzillu man tasyaa biyadikal khoir, innak ala kulli syaiin qodiir.

Pak Kabinda yang menggebrak-gebrak mobil, berteriak, menarik, dan mengatakan tidak sabar menghela kami seperti penjahat saja itu pun, saya doakan. Semoga Allah menyelamatkan beliau yang telah sangat buruk memperlakukan kami.

Tiba di Jakarta pukul 12 malam, saya dijemput oleh sahabat-sahabat relawan yang membawakan lontong isi dan saya senang bisa makan .. dan minum setelah 7 jam di dalam mobil tanpa sesuatu pun.

Di perjalanan pulang saya kembali mengingat rangkaian kejadian persekusi yang saya alami, sambil mengingat kata kata dr. Diana Tabrani, “Kami Mbak Neno, orang Melayu, dan orang Melayu itu amat sangat memuliakan tamu. Mbak Neno tamu saya, tamu kami semua, saya malu di tanah Melayu terjadi hal seperti ini”.

Sungguh hati beliau sangat mulia seperti alm ayah beliau dr. Tabrani yang dikenang dan dihormati. Terakhir saya tanya, Bagaimnakah kerusakan mobil ini. Dr. Diana Tabrani dan suaminya Pak Luqman, sepakat, mereka katakan itu bukan urusan yang besar. Allahu akbar!

Terakhir saya masih membaca di WAG bahwa teman-teman seperjalanan dari Jakarta yang juga tersandera tadi, setelah saya akhirnya naik pesawat, termasuk di dalamnya Mas Sang Alang sang pencipta lagu GantiPresiden, mengalami penyerangan dan pengejaran oleh preman-preman Flores dan Nias, dan sampai saat saya tulis dini hari ini, saya masih mengkhawatirkan mereka.

Semoga Mereka Selamat.

Jika mau berpikir jernih, persekusi yang dialami Neno Warisman selama ini justru merugikan Presiden Joko Widodo sendiri. Pasalnya, pelaku persekusi itu diduga para pendukung fanatik Jokowi yang kembali maju dalam kontestasi Pilpres 2019.

Menurut Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid, yang paslon capres-cawapres itu Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tapi, yang berhadap-hadapan di lapangan adalah para pendukung Jokowi vs pendukung Neno Warisman.

Bagi Neno dan juga bagi para pendukungnya, mungkin tak penting siapa lawan Jokowi pada Pilpres 2019. Yang penting bagi mereka adalah “Ganti Presiden”. Apalagi, deklarasi Neno di berbagai kota, itu bukan deklarasi Prabowo-Sandi.

Deklarasi mereka adalah #2019GantiPresiden. Apakah ini kampanye terselubung untuk Prabowo-Sandi? Sepertinya tidak. Tagar 2019GantiPresiden lahir jauh sebelum jelas siapa bakal calon lawan Jokowi.

Siapapun lawan Jokowi akan diuntungkan oleh gerakan Neno Warisman ini. Hanya faktor kebetulan saja yang akhirnya dapat tiket nyapres dan menjadi lawan Jokowi adalah Prabowo-Sandi.

Gerakan 2019GantiPresiden masif. Direncanakan akan merambah seluruh kota. Tujuannya satu: mengajak rakyat untuk ganti presiden di 2019. Bagi Neno dan para pendukungnya, ada dua alasan untuk ganti presiden: rasional dan emosional.

Alasan rasionalnya? Pertama, presiden dianggap tak menepati janji. Setidaknya ada 66 janji kampanye hampir semua terabaikan. Bagaimana mau janji lagi, kalau janji kampanye 2014 tak ditepati. Kedua, rakyat makin susah hidup.

Harga-harga naik, subsidi satu-persatu dicabut, juga cari pekerjaan makin sulit, pengangguran bertambah banyak dan utang negara menghawatirkan. Ketiga, kedaulatan negara terancam dengan banyaknya serbuan pekerja kasar dan ilegal dari China.

Keempat, hukum terlalu jauh masuk di lingkaran permainan politik. Kasus hukum jadi komoditas dukung-mendukung. Sandera dijadikan peluru untuk menekan berbagai pihak yang berseberangan.

Alasan emosionalnya? Beda politik dikebiri dan dipersekusi. Kritik berisiko berhadapan dengan para preman. Ulama dan aktivis dipantau dan seringkali jadi korban.

Penghadangan di Bandara Batam dan Riau, bentrokan di Surabaya, pelarangan diskusi di Bangka Belitung, dan protes di Kalimantan Barat memicu emosi rakyat yang menginginkan ganti presiden.

Akibatnya, nama Neno Warisman malah makin membesar dan menjadi simbol perlawanan terhadap Jokowi. Daftar alasan itu yang menguatkan “jihad” Neno dan para pendukungnya untuk mengikhtiarkan tekad 2019GantiPresiden.

Neno Warisman saat ini menjadi pemimpin kelompok masyarakat yang punya pilihan politik 2019GantiPresiden. Ia bukan timses Prabowo-Sandi, bukan juga pengurus atau anggota partai tertentu. Gerakannya adalah gerakan moral. Bukan gerakan politik partisan dan sektarian.

Bagi Neno dan para pendukungnya meyakini bahwa untuk menyelamatkan Indonesia satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah ganti Jokowi di 2019. Tak ada cara lain. Karena itu, mereka menggelar gerakan 2019GantiPresiden di berbagai kota.

Jika merunut ke belakang, sebelum ada #2019GantiPresiden, Relawan Jokowi sudah mulai konsolidasi bersamaan dengan pernikahan putri Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu, pada Rabu, 8 November 2017, yang dihadiri sekitar 6 ribu relawan di Kota Solo. Jejak digital mencatat semuanya, seperti dilansir Viva.co.id.

"Selain itu kegiatan relawan tanggal 7 November 2017 pagi ada semacam temu relawan nasional bersama Menko Maritim (Luhut Binsar Panjaitan)," jelas penanggung jawab relawan, Kepala Deputi IV di Kantor Staf Presiden (KSP) Eko Sulistyo, di Solo, Jawa Tengah, Minggu 5 November 2017.

***