Jokowi Juga Tak Tahu Agus Gumiwang Ngemplang Pajak Rp 116 Miliar?

Minggu, 26 Agustus 2018 | 19:56 WIB
0
666
Jokowi Juga Tak Tahu Agus Gumiwang Ngemplang Pajak Rp 116 Miliar?

Presiden Joko Widodo mengaku tidak tahu bahwa nama Agus Gumiwang ada di dalam daftar Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Diketahui, Agus Gumiwang ini didapuk menjadi Bendahara di TKN Jokowi-Ma'ruf.

Agus Gumiwang disebut dipilih sangat cepat. Setelah pagi hari Idrus Marham mengajukan pengunduran diri sebagai Menteri Sosial, siang harinya, Presiden Jokowi meminta Ketum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto untuk mengajukan nama pengganti Idrus.

Karena Idrus yang telah dijadikan tersangka KPK juga kader Golkar. Jum’at (24/8/2018) sore harinya, Agus dilantik sebagai Menteri Sosial. “Ini baru siang tadi diputuskan. Kita juga enggak hafal Pak Agus di tim kampanye yang apa,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta.

Viva.co.id melaporkan, dari TKN Jokowi memperkirakan, belum akan ada penggantian posisi Agus sebagai Bendahara. Tetapi, Jokowi menilai, posisi itu memang perlu ditinjau ulang agar Agus Gumiwang bisa berkonsentrasi di tugas barunya.

Apalagi untuk jabatan Mensos, sekarang ini perlu melakukan tugas yang sangat banyak di antaranya penanganan bencana gempa Lombok NTB lalu persiapan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk tahun 2019.

“Kita nanti lihat saja. Yang paling penting utamanya tugas kementerian. Jangan sampai berimbas oleh masalah,” kata Presiden Jokowi seperti dilansir Viva.co.id, Jumat, 24 Agustus 2018. Agus dilantik menjadi Mensos menggantikan Idrus Marham.

Sebelumnya, Idrus mengaku menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK yang menunjukkan statusnya sudah tersangka, sehari sebelum dia mundur sebagai Mensos. Idrus adalah menteri pertama Jokowi yang jadi tersangka.

Idrus menerima SPDP dari KPK terkait penanganan dugaan suap PLTU Riau-1 pada Kamis (23/8/2018) sore. Berdasarkan surat tersebut, Idrus mengakui statusnya kini sudah tersangka KPK. “Sudah kemarin sore, kan atas dasar itu saya mengundurkan diri,” ujar Idrus.

Kepada wartawan di kompleks Istana Merdeka, Jumat (24/8/2018), Idurs mengungkapkan, “Kemarin sudah pemberitahuan penyidikan, yang namanya kalau sudah penyidikan itu kan pasti sudah statusnya tersangka,” sambungnya, seperti dilansir Viva.co.id.

Idrus ditetapkan sebagai tersangka, terkait dengan kasus hukum dugaan korupsi PLTU Riau-1 dengan tersangka politikus Golkar, Eni Saragih. Sebelumnya, Idrus beberapa kali dipanggil sebagai saksi dalam kasus itu.

Idrus menyatakan mundur dari jabatannya dan tidak lagi menjadi anak buah Presiden Jokowi, terhitung mulaiJumat, 24 Agustus 2018. Hal itu disampaikan Idrus usai bertemu Jokowi di Istana Negara.

“Yang pertama, saya tadi menyampaikan bahwa sebagai bentuk pertanggungjawaban moral saya, maka saya mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Menteri Sosial kepada Bapak Presiden dengan beberapa pertimbangan,” ujar Idrus di Istana Negara.

Selain mundur dari Kabinet Jokowi, Idrus juga mengundurkan diri dari kepengurusan Partai Golkar. “Saya juga menyatakan mundur sebagai pengurus Partai Golkar. Saya tidak menjadi beban bagi yang menghadapi pemilu besok, baik pileg maupun pilpres,” katanya.

Agus Ngemplang Pajak?

Jejak digital mengungkap adanya kasus pajak yang menimpa Agus Gumiwang yang baru saja diangkat sebagai Mensos. Kalau memang benar Agus adanya dugaan penggelapan pajak yang dilakukan Agus, berarti Presiden Jokowi juga “tidak tahu”.

Melansir Law-Justice.co, Senin (8/1/2018), di saat alotnya pertarungan di internal elit Golkar untuk merebut posisi Ketua DPR RI, Agus Gumiwang Kartasasmita – salah satu kandidat ketua – diterpa tuduhan penggelapan pajak perusahaan sampai Rp 116 miliar.

Direktur Eksekutif Indonesia Club, Gigih Guntoro sudah melaporkan perbuatan Agus itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dan KPK, di Jakarta, Senin (8/1/2018). Kasus ini terkait dengan PT Asiana Lintas Ciptakemang, perusahaan developer perumahan.

Perusahaan developer perumahan elit tersebut milik Loemoengga Hoemasan Nasution, yang tak lain adalah istri Agus. Loemoengga sebagai Direktur Utama Asiana memiliki tunggakan pajak pada periode 2008 – 2012 yang mencapai Rp 116.094.597.396.

Hingga berita tersebut ditulis Law-Justice.co, Senin (8/1/2018), Loemoengga belum melunasi tunggakan pajaknya. Awalnya perusahaan ini bernama PT Asiana Lintas Cipta (ALC), yang Agus duduk sebagai komisaris.

Dalam perjalanan ia menyerahkan kepengurusan perusahaan kepada istrinya sebagai Direktur Utama. Pada 2012, untuk menghindari tanggungjawab pajak, nama “Kemang” ditambahkan sebagai identitas baru perusahaan dan diangkat Direktur dan Komisaris baru.

Nama istrnya juga hilang dari daftar pengurus perusahaan. Orang yang diangkat sebagai Direktur dan Komisaris baru adalah orang biasa yang tidak mengerti soal bisnis dan hanya orang suruhan Agus saja.

Modus ini tercium aparat Pajak tetapi aparat Ditjen pajak seperti segan untuk menindak perusahaan ini karena tahu pemilik perusahaan adalah Agus, yang sejak 2016 sebagai Pimpinan Komisi Keuangan (IX) DPR RI Fraksi Golkar, yang jelas adalah mitra kerja Ditjen Pajak.

Modus Agus untuk mengemplang pajak perusahaan istrinya adalah secara pro aktif melobi Kepala Kantor Pelayanan Pajak DJP Jakarta Selatan Satu terkait tunggakan pajak PT ALC. Agus meminta untuk menghapus tunggakan pajak PT ALC.

Tentu saja permintaan itu tidak langsung disetujui aparat Ditjen Pajak karena jelas hal itu melanggar ketentuan hukum. Akibatnya kasusnya mengambang tanpa penyelesaian yang tuntas.

Praktek penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang dilakukukan Agus inilah yang oleh Guntoro dilaporkan ke aparat berwenang karena dinilai merupakan suatu pelanggaran hukum dan menjadi preseden buruk dari kondite anggota DPR yang notabene adalah pejabat negara.

Agus Gumiwang adalah putera tertua mantan Menteri 4 periode selama Presiden Soeharto, Ginandjar Kartasasmita. Agus terjun ke dunia bisnis, dengan mengambil alih aset kelompok Golden Key, warisan Eddy Tanzil yang telah lari ke luar negeri.

Agus mendirikan PT Agusmas Gumiwang untuk menjadi holding bisnisnya. Partner dalam pengambilalihan aset Golden Key awal Maret 1997 yaitu Fadel Muhammad dari kelompok Bukaka, yang menguasai 65% saham Golden Key baru, Ramles Manampang 25% dan Agus Gumiwang hanya punya 10% saham saja.

Tiga sekawan itu berjanji pada Bapindo akan melunasi hutang Golden Key sebesar Rp 1,4 triliun, kemudian akan segera menanam Rp 25 miliar untuk mengoptimalkan operasi tiga anak perusahaan Golden Key, PT Glassfibindo Indah, PT Materindo SMW, dan PT Sukma Beta Sampurna.

Namun sekarang perkembangan perusahaan eks Eddy Tanzil itu tidak jelas. Melalui PT Catur Yasa miliknya, Agus juga mendapat proyek limpahan dan rekanan dari PT Freeport, dimana ayahnya, Ginandjar Kartasasmita adalah orang yang paling berjasa memberi Kontrak tambang jangka panjang untuk Freeport.

Kontrak tersebut ditandatangani di era Ginandjar sebagai Menteri Pertambangan dan Energi. Agus juga ikut berpartisipasi dalam beberapa proyek energi dan pertambangan di Kalimantan dan Sumatera.

Pada 1990-an bersama istrinya Loemoengga, Agus mendirikan PT Asiana Lintas Cipta yang membangun properti di kawasan elit Jakarta. Mereka membangun rumah dan townhouse di daerah Cipinang Raya, Ampera, Bangka, dan Kemang.

Lalu membangun proyek apartemen Nirvana Residence Kemang yang berada di jalan utama Kemang dan apartemen Senopati Suites dan Bintaro Oasis. Di luar Jawa, mereka membangun villa mewah Biu-biu di kawasan Jimbaran, Bali.

Saat terjadi dualisme kepemimpinan Golkar antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, Agus berdiri di belakang Agung Laksono. Saat itu dia berseteru dan saling lapor ke polisi dengan Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang mendukung Aburizal.

Agus sudah empat periode menjadi anggota DPR RI. Pentas politik nasional ia mulai saat berusia 28 tahun menjadi anggota MPR perwakilan dari unsur pengusaha dari Gabungan Pelaksana dan Konstruksi Nasional (Gapensi) periode 1997-1999.

Selanjutnya, saat rezim Orde Baru runtuh, ia dicalonkan menjadi anggota DPR RI 1999-2004. Setelah itu, dia berturut-turut menjadi anggota DPR dari Golkar, periode 2004-2009, 2009-2014 dan 2014-2019 dari daerah pemilihan Jawa Barat.

Selama berkecimpung di DPR, Agus sempat menjadi pimpinan komisi basah di DPR, Komisi Keuangan. Di sinilah yang menjadi pintu masuk bagi Agus guna menjalankan kekuasaannya untuk mempengaruhi keputusan Ditjen Pajak. Benarkah? Sebaiknya Agus segera menjelaskan ke publik.

***