Gubernur Jatim Soekarwo telah melanggar janjinya sendiri. Janji yang diucapkannya saat melantik Kepala BPKAD Jumadi sebagai Penjabat (Pj) Sekdaprov Jatim, karena waktu yang mendesak untuk melakukan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK).
Sebelum dilantik Gubernur Jatim, Jumadi adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim. Pelantikan didasarkan SK Gubernur Jatim Nomor 821.2/1066/204/2018 pada 17 Juli 2018.
Pelantikan dilakukan di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (18/7/2018). Menurutnya, pelantikan Pj Sekdaprov Jatim ini sudah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku terkait pengisian kekosongan jabatan.
Mengutip Jatimprov.go.id, Rabu (18/7/2018), apalagi, saat ini merupakan masa-masa yang mendesak dalam pelaksanaan anggaran, ditambah gubernur tidak bisa merangkap jabatan sebagai tim anggaran.
Gubernur Soekarwo memberi alasan melantik Pj, bukan Plt (Pelaksana Tugas). “Kenapa Pj bukan Plt, karena Pj ini seperti sekda definitif sehingga bisa mengambil keputusan terutama terkait anggaran,” katanya.
Sekdaprov Jatim sebelumnya, Akhmad Sukardi, telah berakhir masa jabatannya, dan dilantik oleh Gubernur Jatim sebagai widyaiswara utama pada 12 Juli lalu. Saat ini merupakan waktu mendesak untuk melakukan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK).
Dan, sudah dalam posisi penyampaian anggaran murni kepada DPRD, tinggal mengisi KUA-PPAS. Dalam KUA-PPAS ini nantinya sudah harus mencantumkan subyek dan obyeknya dengan jumlah dan besaran program tersebut.
Apalagi, di Jatim sudah dilaksanakan e-new budgeting. Menurutnya, dilantiknya Jumadi sebagai Pj Sekdaprov Jatim ini karena yang bersangkutan dinilai bisa melaksanakan tugas sebagai Pj Sekda yang tugasnya sama dengan sekda definitif.
Diantaranya sebagai penanggungjawab perumusan kebijakan pembangunan bersama DPRD, sampai dengan sekda yang baru terpilih. Syarat lainnya, yang bersangkutan selama satu tahun ke depan tidak dalam masa pensiun.
“Insya Allah sebelum tanggal 12 Agustus (2018) besok Sekda yang baru sudah harus dilantik, sebagai batas 6 bulan sebelum saya berhenti menjadi gubernur,” begitu janji Gubernur Soekarwo saat pelantikan tersebut.
Perlu dicatat, jabatan Soekarwo akan lepas pada 12 Februari 2019. Gubenur Soekarwo dan Wagub Saifullah Yusuf akan menyerahkannya kepada Gubernur Terpilih Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Terpilih Emil Elestianto Dardak.
Ia juga mengingatkan segi pelayanan publik Jatim yang dianggap dalam posisi baik dimana tidak ada pungli di dalamnya. Namun yang justru mengkhawatirkan, lanjutnya, adalah soal suap dan pemerasan di dalam pemerintahan itu sendiri.
“Saya minta hati-hati betul, karena di Jatim sebagian besar soal kasus ini, kecuali yang terjadi di Nganjuk dan Jombang,” katanya. Untuk itu, ia mengingatkan kembali kepada para pejabat dan ASN untuk memiliki integritas kuat.
“Intensitas tinggi ini membutuhkan integritas yang kuat. Integritas merupakan ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan perundangan dan ketakutan terhadap permasalahan yang melanggar peraturan perundangan,” katanya.
Gubenur Soekarwo juga meminta kepada para Kepala OPD untuk menyampaikan kepada stafnya bahwa tidak ada proses mutasi tanpa penilaian atau assessment, apalagi menggunakan uang. Bila ketahuan, dirinya tak segan untuk memberikan penalti.
“Kecolongan pertempuran biasanya terjadi saat peralihan jaga, sore menjelang maghrib atau pagi menjelang subuh. Birokrasi itu normatif sesuat peraturan perundangan dan struktural,” tegasnya, seperti dikutip Jatimprov.go.id dalam tulisannya.
Aturan Perundangan
Pengangkatan Jumadi sebagai Pj Sekdaprov Jatim ini dilakukan setelah sebelumnya, dalam dua kali pengajuan ke Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dua bakal calon Pj Sekdaprov Jatim yang diajukan Gubernur Jatim Soekarwo ditolak Mendagri.
Kabarnya, saat itu Gubernur mengajukan Asisten II Sekdaprov Jatim Fattah Jasin dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Heru Tjahjono. Kedua pejabat ini dikabarkan termasuk diantara lima pejabat balon pengganti Sekdaprov Akhmad Sukardi.
Pengangkatan Pj diatur dalam Peraturan Presdien Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah. Perpres ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2018, dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 6 Februari 2018 itu.
Menurut Perpres ini, Penjabat Sekda diangkat untuk melaksanakan tugas sekretaris daerah yang berhalangan melaksanakan tugas karena: a. sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas; dan/atau b. terjadi kekosongan sekretaris daerah.
Sekda dinyatakan tidak bisa melaksanakan tugas karena: a. mendapat penugasan yang berakibat sekretaris daerah tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya paling singkat 15 (lima belas) hari kerja dan kurang dari 6 (enam) bulan; atau b. menjalankan cuti selain cuti di luar tanggungan Negara.
Adapun kekosongan sekda terjadi karena sekretaris daerah: a. diberhentikan dari jabatannya; b. diberhentikan sementara sebagai pegawai negeri sipil; c. dinyatakan hilang; atau d. mengundurkan diri dari jabatan dan/atau sebagai pegawai negeri sipil.
“Mengundurkan diri sebagaimana dimaksud, termasuk pengunduran diri sekretaris daerah karena mencalonkan diri dalam pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah,” bunyi Pasal 3 ayat (2) Perpres ini.
Menurut Perpres ini, kepala daerah menunjuk pelaksana harian apabila: a. sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas kurang dari 15 (lima belas) hari kerja; atau b. dalam proses penerbitan keputusan pemberhentian sekretaris daerah kurang dari 7 (tujuh) hari kerja dan/atau pengangkatan Pj Sekda.
Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengangkat Pj Sekdaprov untuk melaksanakan tugas sekdaprov setelah mendapat persetujuan menteri yang menyeleranggakan urusan pemerintahan dalam negeri.
“Masa jabatan penjabat sekretaris daerah sebagaimana dimaksud paling lama 6 (enam) bulan dalam hal sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas dan paling lama 3 (tiga) bulan dalam hal terjadi kekosongan sekretaris daerah,” bunyi Pasal 5 ayat (3) Perpres ini.
Pj Sekda yang diangkat karena sekda tidak bisa melaksanakan tugas, menurut Perpres ini, meneruskan jabatannya paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya apabila terjadi kekosongan sekda.
Menurut Perpres ini, Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengusulkan 1 (satu) calon Pj Sekdaprov kepada menteri paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak sekdaprov tidak bisa melaksanakan tugas atau terjadinya kekosongan sekdaprov.
Selanjutnya Menteri menyampaikan persetujuan atau penolakan calon Pj sekdaprov yang diusulkan Gubernur, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat dari Gubernur.
“Menteri dianggap memberikan persetujuan apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud (5 hari kerja) tidak menyampaikan persetujuan atau penolakan,” bunyi Pasal 7 ayat (4) Perpres ini.
Sementara dalam hal Menteri menolak, gubernur menyampaikan usulan baru Pj sekda paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat penolakan Menteri. Kabarnya, setelah dua kali ditolak Mendagri Tjahjo Kumolo, Gubernur Soekarwo langsung melantik Jumadi.
Adakah penunjukan Jumadi ini hanya untuk “mensinkronkan” berbagai laporan keuangan di Pemprov Jatim? Pasalnya, Gubernur Soekarwo memilih Jumadi sebagai Pj Sekdaprov Jatim yang seharusnya bertugas sekitar tiga minggu saja.
Apalagi, pengalaman Jumadi sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim, memahami betul tugasnya dalam pengeloaan keuangan, termasuk dalam pengelolaan aset daerah yang dimiliki Pemprov Jatim.
Kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) yang diusut Kejati Jatim sejak 2015 lalu telah merepotkan Gubernur Soekarwo. Soekarwo juga diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Sekdaprov Jatim pada Oktober 2016.
Mungkinkah Jumadi belum “menyelesaikan” tugas yang diberikan oleh Gubernur Soekarwo sehingga masa tugasnya molor? Itulah yang menjadi pertanyaan banyak pihak!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews