Begitu alotnya proses penentuan bakal cawapres Prabowo Subianto, membuat Ketua Umum Partai Gerindra ini harus bolak-balik melakukan komunikasi politik dengan elite-elite partai koalisi pendukungnya, baik dengan PKS, PAN maupun Partai Demokrat.
Alotnya proses ini, bisa dikarenakan Joko Widodo atau Jokowi yang terlebih dahulu telah menetapkan KH Ma'ruf Amin sebagai bakal cawapresnya. Mantan Danjen Kopassus ini dibuat gamang. Alasannya, bila tetap memilih Ketua Dewan Syuro PKS Salim Segaf Aljufri seperti hasil Ijtima Ulama GNPF, kemungkinannya Prabowo akan kalah dari Jokowi. Begitu juga bila harus memilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Selain sebagai Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin juga sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Oleh karena itu, Prabowo beranggapan, orang yang dianggap bisa menandingi KH Maruf Amin adalah sosok yang selain masih berusia muda, juga memiliki kemampuan di bidang ekonomi, dan tak dipungkiri juga memiliki logistik yang kuat. Akhirnya, munculah nama Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, yang tak lain adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra sendiri.
Penetapan Sandiaga Uno sebagai bakal cawapres Prabowo menimbulkan kecurigaan, karena Prabowo dan Sandiaga Uno berasal dari partai yang sama, yaitu Gerindra. Lantas, bagaimana dengan posisi politik PKS dan PAN?
Sandiaga "Menyogok" PKS dan PAN?
Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief pun buka suara. Melalui akun Twitternya, dia mencurigai adanya mahar politik dari Sandiaga Uno, sebesar Rp500 miliar yang masing-masing diberikan kepada PKS dan PAN. Polemik inilah yang akhirnya memunculkan istilah 'Jenderal Kardus' yang ditujukan kepada Prabowo Subianto.
Apabila kita tarik ke belakang, kecurigaan Andi Arief bahwa Sandiaga menyogok PKS dan PAN agar bisa mengisi posisi bakal cawapres Prabowo bisa dibenarkan. Melalui akun Facebooknya yang dikutip Detik.com (19/06/2018), Prabowo mengatakan bahwa Sekarang saat-saat yang kritis, ada kekuatan-kekuatan yang punya uang merasa bisa menentukan siapa yang akan jadi bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden Republik Indonesia yang akan datang.
Selain itu, seperti dilansir Kompas.com (21/10/2017), Prabowo pun mengakui selalu mempertimbangkan faktor uang ini dalam memilih calon kepala dan wakil kepala daerah yang akan diusung Gerindra.
Persoalan uang ini pula yang membuat hubungan Prabowo dengan mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti menjadi renggang. Pasalnya, La Nyala mengakui dimintai mahar agar dirinya bisa diusung sebagai bakal cagub Jawa Timur di Pilkada 2018 lalu.
Alasan Sandiaga Uno "Menyogok"
Sebagai seorang pengusaha, Sandiaga Uno memahami bahwa alotnya menentukan bakal cawapres Prabowo akan berdampak buruk bagi langkah Gerindra ke depan. Dengan menempatkan diri sebagai bakal cawapres, tentunya ada keuntungan yang bisa didapat Sandiaga.
Dalam hitungan bisnis, mengikuti kontestasi Pilpres bisa dibilang sebagai pertaruhan politik dan uang. Inilah hal yang paling dikuasai Sandiaga Uno, sehingga dirinya bersama pengusaha Edwin Soeryadjaja bisa membuat PT Saratoga Investama,Tbk menjadi perusahaan investasi yang cukup disegani.
Selain itu, dalam pemilu legislatif (Pileg) yang kebetulan berbarengan dengan Pilpres, Partai Gerindra pun akan mendapatkan 'efek ekor jas' dari dua figur capres dan cawapres yang sama-sama dari Gerindra. Tentu saja, harapannya Gerindra bisa memenangi Pileg 2019 atau mendapatkan sekurang-kurangnya 20% kursi di DPR. Dengan demikian, di Pilpres 2024 nanti Gerinda bisa mencalonkan sendiri capres dan cawapresnya, tanpa diganggu rumitnya berkoalisi dengan partai lain.
Dengan kekayaan sekira Rp5 triliun (atau Rp 5.099.960.524.965, seperti yang dilansir dari dokumen yang diunduh Sandiaga Uno di elhkpn.kpk.go.id), bukan hal yang besar bagi Sandiaga Uno bila harus 'berkorban' agar bisa diusung menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto.
Soal dugaan bahwa dirinya menyogok PKS dan PAN dengan masing-masing mendapatkan Rp500M atau Rp1 Triliun, Sandiaga Uno berkilah, bahwa uang itu adalah dana untuk membantu kampanye pasangan Prabowo-Sandi.
Jika melihat hasil survei elektabilitas partai yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) seperti dilansir Tempo.co(19/07/2018), PKS dan PAN diprediksi tidak akan lolos ke Parlemen hasil Pileg 2019 nanti. Dengan demikian, apabila benar uang Rp500 miliar itu untuk biaya kampanye, tentu saja diharapkan uang itu bisa memutarbalikkan hasil survei LIPI tersebut, atau bisa jadi uang itu sebagai "uang pesangon" karena tak lagi berkiprah di parlemen.
Dugaan Sandiaga Menyogok PKS dan PAN atau adanya 'mahar politik' dalam penentuan bakal cawapres ini perlu segera ditelusuri hingga ke akar-akarnya. Pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) jangan lantas gentar menghadapi persoalan yang berbau aroma uang triliunan ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews