Selagi kubu yang dituduh pengusung politik identitas mulai meninggalkan pola kampanye identitas, eh malah kubu yang menuduh mulai menggunakan politik identitas. Dari mulai menyebarkan riwayat pendidikan Sandiaga Uno sampai mengajak adu sholat antarcapres. Ditambah lagi upaya mendekati HRS yang dulu dituduh sebagai bapaknya kaum radikal.
Tapi anehnya, dari mulut mereka tetap saja mengkampanyekan penolakan terhadap politik identitas. Padahal kubu sebelahnya lagi sibuk bicara politik perawatan wajah dan sibuk bicara soal ekonomi kerakyatan plus soal tenaga kerja.
Okelah kalau begitu. Lawan dari politik identitas adalah politik tanpa identitas. Apakah jenis politik ini yang sedang mereka usung? Politik tanpa identitas kan sama saja dengan politik nggak jelas.
Membanggakan dirinya sudah bekerja nyata, sementara lawannya disebut baru akan bekerja, mereka menyebut program kubu lawan sebagai hayalan. Ini kan kurang lebih sama saja dengan persyaratan –yang sengat pantas- menjadi presiden pada masa orba adalah tokoh yang pernah –berpengalaman- menjadi presiden. Nggak jelas.
Untuk urusan milenial, mereka punya alasan bahwa milenial itu bukan soal usia, tapi juga soal sikap. Mereka memberi contoh sebagai bukti kemilenialan mereka adalah dengan cara berpakaian. Mereka membanggakan diri, beberapa kali di Istana menggunakan alas kaki sneakers dan pakaian T Shirt plus jeans milenial. Maksa banget memang. Nggak jelas.
Untuk urusan duel sholat. Capres lawannya kan sudah beberapa kali pidato di tempat umum, kalau untuk urusan agama dia nyerah, apalagi adu baca Qur’an. Dia tidak ingin pencitraan pura-pura bisa menjadi imam sholat walapun pada bacaan sir (tidak terdengar oleh mamum ) apalagi bacaan zahar ( bacaan yang terdengar mamum). Salah satu persyaratan menjadi imam kan bacaannya harus fasih, minimal bacaannya benar.
Dia tidak mau mamum akan merasa sholatnya cacat gara-gara mendengar bacaan dia salah. Misalnya saat membaca Alfatihah, “An’amta alaihim" dan "waladdholin” dibaca “amta alaihim" dan " walabdolin” seperti video yang dulu viral dan kesalahan membaca Alfatihah pada umumnya. Sudah nyerah, ditantantangin duel. Nggak jelas. La haula wala kuwata illa billah…
Soal politik perawatan wajah ini memang sulit dilawan. Itu sudah takdir. Merupakan karunia Allah. Anggap saja itu bonus.
Cuma dalam politik, bonus politik perawatan wajah hadiahnya lumayan gede. Bapak ganteng SBY sudah mencontohkan hingga terpilih 2 priode. Untuk urusan ciptaan Allah ini lebih baik menghindar saja daripada memaksa melawan dengan membangun narasi, “Emangnya wajah ganteng bisa bikin rakyat makmur?"
Lha iyalah, salahnya ente kemakan ledekan emak-emak. Emangnya nanti pas acara debat cawapres ganteng cuma adu tampang, kan nggak. Pasti adu kepintaranlah. Nenek-nenek juga tahu itu.
Soal mendekati HRS dan mengklaim bahwa merupakan bagian dari 212 biarlah jejak digital yang menjawab. Paling tidak hal itu semakin menunjukkan bahwa politik tanpa identitas memang ada.
Nggak jelas maunya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews