Hanya di Indonesia, Bencana Disebut "Cobaan" Sekaligus "Azab"

Rabu, 8 Agustus 2018 | 08:33 WIB
0
898
Hanya di Indonesia, Bencana Disebut "Cobaan" Sekaligus "Azab"

Bagaimana sebuah bencana alam yang terjadi di negeri sendiri dimaknakan oleh anak bangsanya? Bisa beda, tergantung perbedaan politik dan preferensi dukungan terhadap tokoh masing-masing. Perbedaan sikap dan pilihan ini telah membelah masyarakat ke dalam dua kubu yang saling bertentangan diametral, sehingga bencana pun dimaknakan secara berbeda.

Galibnya, bencana apapun, perang, kelaparan dan termasuk bencana gempa bumi di Lombok yang menelan ratusan korban jiwa, adalah "cobaan" atau "ujian" dari Allah, Tuhan Sang Pencipta. Tetapi sungguh di luar nalar dan akal sehat jika ada orang yang menyebut bencana alam ini sebagai "azab" akibat ulah seseorang yang berpindah haluan atau dukungan.

Dan, seseorang itu bernama Tuan Guru Bajang alias Muhammad Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat, yang kemarin menyatakan dukungan kepada Joko Widodo. Memang, berpekan-pekan lamanya TGB menjadi perbincangan banyak orang atas sikapnya itu. Tersebab, ia "membelot" dari kubu Prabowo Subianto ke kubu Jokowi.

Sikap yang bikin gondok memang, nyebelin, terutama dirasakan oleh para pendukung fanatik Prabowo. Celakanya, urusan TGB dibawa-bawa ke ranah bencana gempa bumi Lombok, NTB, yang kebetulan masih di bawah pemerintahannya. Bencana itupun dianggap sebagai "azab" atas ulah TGB itu, ulah yang konon dimurkai Allah. Nauzibillah...

Itulah realitas politiknya, politik yang membuat tumpul hati nurani rakyat. Buktinya, kerap setiap peristiwa atau kejadian bencana alam di negeri ini, baik itu: tanah longsor, banjir, gunung meletus atau gempa bumi, ada sebagian masyarakat yang susah untuk bersimpati atau berempati.

Kejadian atau peristiwa bencana alam yang kadang memakan korban jiwa dan harta benda harusnya menggugah sisi rasa kemanusian atau roso kamanungsan (jawa) setiap manusia untuk bersimpati atau berempati tanpa membedakan suku atau keyakinan,dan aliran politik.

Tapi di negeri ini, menumbuhkan rasa simpati dan empati sepertinya tidak mudah, bahkan setiap bencana alam digunakan alat atau vonis untuk menghukum suatu masyarakat, penduduk atau kelompok yang dianggap menyimpang dari hukum Tuhan.

Mereka seakan bisa menafsirkan atau mentakwilkan bahwa bencana alam yang menimpa pada masyarakat atau penduduk adalah hukuman, cobaan atau Adzab. Mereka dengan mudahnya menyimpulkan bahwa bencana alam itu sebagai hukuman kepada masyarakat atau penduduk karena ulah dari seorang pemimpin yang dianggap dzalim.

Kepada masyarakat atau penduduk yang satu keyakinan saja mereka bisa dengan mudahnya menjatuhkan vonis seperti itu, apalagi dengan masyarakat atau penduduk yang berbeda keyakinan, entah apa yang akan mereka katakan.

Kalau suatu bencana menimpa dirinya sendiri atau kelompoknya, mereka mengatakan: ini suatu cobaan atau teguran. Tetapi kalau menimpa pada kelompok lain, mereka mengatakan: itu suatu hukuman atau azab. Mereka mempunyai prasangka sendiri untuk dirinya dan kelompoknya: dianggap cobaan dan untuk kelompok lain dianggap hukuman. Sempurnalah sudah!

Mereka royal mengatasnamakan sebagai wakil Tuhan. Rupanya setiap bencana alam pengikut setan semakin bertambah, tentu setan dengan senang hati menerima mereka menjadi anggota baru.

Seharusnya setiap ada bencana alam yang menimpa suadara se-bangsa dan se-tanah air,kita saling bersimpati dan berempati, dan membantu semampunya, karena masyarakat yang tertimpa bencana biasanya membutuhkan bantuan, baik itu obat-obatan, makanan, pakaian, donor darah dan bantuan lainnya.

Masyarakat harus bermlomba-lomba dalam kebaikan dengan membatu sesamanya.

Kenapa kita bisa bersimpati dan berempati dengan penduduk Palestina yang jauhnya ribuan kilometer dengan memberikan bantuan makanan,obat-obatan dan materi?

Bisa jadi simpati atau empati itu timbul karena persamaan keyakinan. Tetapi mengapa di saat negeri ini terkena bencana alam, kita tidak bisa satu suara dalam bersimpati atau berimpati, malah yang timbul nada-nada sumbang atau komentar-komentar yang sangat menyakitkan.

Bersimpati dan berempatilah setiap ada suatu bencana yang menimpa orang lain, kalau mampu bantulah semampunya, kalau tidak mampu doakan yang baik untuk mereka,atau ucapkan belasungkawa.

 

***