Kekhilafahan Pasca Khulafaur Rasyidin

Senin, 6 Agustus 2018 | 07:54 WIB
0
1049
Kekhilafahan Pasca Khulafaur Rasyidin

Bagaimana keadaan umat Islam awal setelah khalifah ke empat mereka, Ali bin Abu Thalib, terbunuh oleh seorang khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam? Apakah mereka belajar dari kesalahan sebelumnya dan berhenti saling berebut kekuasaan dan saling bunuh? Nehi.

Dinasri Imayyah

Setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, anak beliau Hasan bin Ali dibaiat oleh umat Islam. Tapi ada kelompok umat Islam lain yang tidak setuju dan tidak puas.

Padahal kalau dipikir kurang apa Hasan bin Ali coba? Beliau adalah anak dari Khalifah Ali bin Abu Thalib dan sekaligus adalah cucu Nabi Muhammad sendiri. Beliau memiliki semua persyaratan untuk menjadi khalifah atau pemimpin umat Islam.

Tapi begitulah kelakuan umat Islam pada waktu itu. Mereka suka menonjolkan egoisme kelompok dan kesukuan. Setiap kelompok ingin berkuasa dan untuk itu mereka tidak segan untuk membangkang dan memerangi khalifahnya sendiri meski itu cucu Nabi Muhammad sendiri.

Karena perpecahan dalam tubuh umat Islam semakin meruncing akhirnya beliau mengalah. Beliau kemudian menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan, tokoh pemberontak di zaman Ali bin Abi Thalib. Beliau menyerahkan jabatan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin.

Kekhalifahan Hasan bin Ali sangat singkat, yaitu kurang dari satu tahun. Beliau akhirnya menyerahkan kekhalifahan dan berbaiat kepada Muawiyah bin Abi Sufyan. Saat itu umat Islam sedang terpecah akibat fitnah yang menyebabkan perang saudara.

Kelompok Khalifah Hasan didukung oleh penduduk Irak, Makkah, Madinah, dan seluruh Hejaz. Sementara penduduk Suriah mendukung Muawiyah. Mereka kemudian mengadakan perjanjian. Khalifah Hasan Ali bersedia turun takhta untuk digantikan oleh Muawiyah. Tapi setelah Muawiyah turun takhta nanti persoalan penggantian kepemimpinan setelahnya akan diserahkan kepada pemilihan umat Islam.

Begitu kekuasaan berada di tangan Muawiyah selama beberapa tahun, pikirannya langsung goyang. Sifat khianatnya muncul. Muawiyah melanggar perjanjiannya dengan Hasan bin Ali untuk menyerahkan kekuasaan pada pilihan umat Islam. Sebaliknya ia mengangkat anaknya sendiri Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota.

Ini adalah pengkhianatan terhadap sistem kekhilafahan Islam yang berlaku sebelumnya yang berdasarkan pemilihan oleh umat. Sejak itu juga kekhalifahan Islam menjadi sistem dinasti, yaitu Dinasti Umayyah, karena khalifah berikutnya tidak lagi melalui sistem pemilihan pemimpin berdasarkan kecakapan dan keilmuan tapi berdasarkan keturunan.

Muawiyah menyerahkan kekuasaan dan kepemimpinan umat Islam pada anak dan keturunannya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perang sesama umat Islam beberapa kali yang berkelanjutan. Pertentangan antara sesama keluarga dalam Dinasti Umayah juga terjadi dan semakin memuncak. Pengkhianatan, pembunuhan, peperangan, dan pemberontakan terjadi berkali-kali.

Khalifah Umar bin Abdul Azis yang legendaris itu saja dibunuh dengan diracun. Dalam Pertempuran Karbala Husain bin Ali, cucu Nabi terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala. Ini tragedi perebutan kekuasaan yang sangat menyedihkan di mana cucu Nabi sendiri sampai menjadi korban kekejaman oleh sesama muslim.

Jadi jangan mengira bahwa umat Islam tidak bisa melakukan hal-hal yang mengerikan semacam ini. Dari sinilah sejarah Kaum Syiah dimulai sehingga Islam terbagi menjadi dua kelompok besar Sunni dan Syiah sampai dengan sekarang. Jadi politik kekuasaanlah yang membelah umat Islam.

Dinasti Muawiyah berkuasa selama 90 tahun dengan berbagai kisah suram perebutan kekuasaan antar umat Islam. Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, Abu al-Abbas al-Saffah memberontak dan berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah dari Dinasti Abbasiyah. Selamat tinggal Dinasti Umayyah dan selamat datang dinasti baru, Dinasti Abbasiyah, dalam kepemimpinan kekhilafahan Islam.

Dinasti Abbasiyah 

Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan lumayan lama, yaitu selama tiga abad. Salah satu khalifahnya, yaitu Abu Ja'far al-Manshur memperkuat kekuasaannya dengan menyingkirkan tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir, dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya.

Abu Muslim al-Khurasani yang diperintahkannya untuk melakukannya, kemudian justru dihukum mati karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya. Jadi pembunuhan untuk mendapatkan baiat terjadi di zaman kekhalifahan Abbasiyah ini.

Pemberontakan dan perebutan kekuasaan tidak pernah berhenti. Pada tahun 940 Turki dan kemudian diikuti oleh Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13 mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, dengan menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya, dan memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina. Jadi klaim bahwa hanya ada satu kekuasaan selama sistem khilafah dijalankan adalah dusta dan kebohongan belaka.

Pada tahun 1258 M pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad. Itu adalah awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan.

Kelutanan Usmaniyah

Setelah runtuhnya Dinasti Abbasiyah maka muncullah kekuasaan kekhilafahan baru di tangan Kesultanan Turki yang merupakan kekaisaran lintas benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey (Kekaisaran Ottoman sesuai ejaan Barat). Sultan Mehmed II melakukan penaklukan Konstantinopel di tahun 1453, dan negara Utsmaniyah berubah menjadi kesultanan.

Kesultanan Usmaniyah cukup lama bertahan dan berlangsung sejak Abad ke-15 sampai Abad ke-20.

Pemerintah Utsmaniyah pernah mendeportasi dan membantai penduduk etnis Armenia. Aksi ini kemudian dikenal dengan nama Genosida Armenia. Aksi genosida juga dilakukan terhadap etnis minoritas Yunani dan Assyria. Jadi dalam sejarah kekhalifahan Islam genosida juga terjadi meski dalam kampanyenya Islam adalah agama damai.

Pemberontakan Arab melawan Utsmaniyah di front Timur Tengah terjadi pada tahun 1916. Hal ini menyebabkan pendudukan Konstantinopel dan pemecahan Kesultanan Utsmaniyah. Pendudukan Konstantinopel dan Izmir melahirkan gerakan nasional Turki yang memenangkan Perang Kemerdekaan Turki (1919–22) di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha (atau Mustafa Kemal Atatürk).

Kesultanan dibubarkan tanggal 1 November 1922. Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924. Umat Islam Turki sudah muak dan tidak lagi ingin berada dalam sistem kekhilafahan.

Pemberontakan bangsa Arab dari penguasaan Kesultanan Turki Ottoman adalah salah satu penyebab utama pecahnya Revolusi Arab yang pada akhirnya berujung pada kemunculan kerajaan Arab Saudi dengan Dinasti Saud sebagai penguasa sampai sekarang. Otomatis dengan dibubarkannya kekhalifahan pada 3 Maret 1924 maka sistem khilafah Islam sudah tutup buku alias tamat. Wassalam. Goodbye…

Kelak pada tahun 1953 seorang bernama Taqiyuddin an-Nabhani, seorang ulama dari Yerusalem berupaya untuk menawarkan kembali sistem pemerintahan berbasis khilafah kepada semua negara muslim di berbagai negara dengan mendirikan partai politik Islam bernama Hizbut Tahrir atau Partai Pembebasan.

Partai politik asing yang menyamar sebagai organisasi dakwah ini kelak akan masuk ke Indonesia juga dengan berkedok ormas. Para anggotanya berniat untuk mendirikan kekhilafahan Islam dengan menggantikan Pancasila dan UUD 1945 dengan sistem pemerintahan Islam ala mereka sendiri.

Anehnya, gagasan yang absurd ini justru menarik banyak umat Islam Indonesia untuk bermimpi bangkitnya kekhilafahan di Indonesia. Padahal di negara asal kekhilafahannya di Arab Saudi dan di Turki, negara di mana kekhilafahan Islam pernah jaya, gagasan khilafah Islam ala Hizbut Tahrir ini justru ditendang jauh-jauh dan organisasinya dilarang.

Indonesia ini memang subur. Bukan hanya tanahnya tapi juga pemikirannya. Bahkan ide komunisme pernah berkembang subur dan anggota partainya melakukan pemberontakan pada pemerintahan yang ada di tahun 1948. PKI akhirnya ditumpas dan organisasi ini dilarang hidup. Tapi korban dari pemberontakan ini sangat besar dan menimbulkan trauma yang panjang pada bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia memang harus lebih banyak belajar dari sejarah dan tidak mudah tergiur oleh berbagai ide-ide utopis macam kekhilafahan Islam yang ternyata dalam sejarahnya tidak seindah fakta nyatanya.

Wallahu a’lam bisshawab.

***