Saya itu tidak pernah masalah sama keinginan ganti presiden. Lha kalau memang ada calon dengan kualitas yang terbukti lebih baik dari Jokowi, ya saya dukung dia. Rakyat jelata kayak saya cuma butuh presiden yang nyata kerjanya, tidak harus sosok tertentu. Lha, terus kok saya kelihatan nyinyir terus sama gerakan ganti presiden?
Pertama, saya malu karena Allah diajak berkampanye buat ganti presiden. Tuhan saya, Allah, itu terlalu agung untuk diajak ikut berkampanye. Gerakan ganti presiden, bagi saya adalah penista Allah yang sebenarnya, karena menganggap Allah itu gak punya kerjaan, sehingga diajak ikut berkampanye. Penista agama sesungguhnya, karena membajak forum-forum keagamaan yang seharusnya bersih dari kepentingan politik praktis, bahkan khutbah Jumat.
Kedua, saya malu embel-embel ulama dan umat Islam digunakan sembarangan sama gerakan ganti presiden itu. Saya beberapa kali mengisi taklim subuh di perumahan tempat saya tinggal, atau di perumahan tetangga. Beberapa kali saya diminta ceramah oleh kawan-kawan saya. Hanya memakai panggilan ustadz saja saya gak berani, apalagi mengklaim diri sebagai ulama. Ini kok pada mengklaim diri sebagai ulama. Bahkan mengklaim diri sebagai perwakilan umat Islam se-Indonesia. Kegeeran po piye?
Ketiga, saya gak melihat ada terobosan dari gerakan ganti presiden. Mereka cuma menghembuskan fitnah, hasut, dan hoax lama. Isu yang dibawa, ya itu-itu aja. Sampai bosan. Selama jadi oposisi, mereka mandul. Tidak bisa memberi kritik yang substansial, apalagi memberi alternatif yang lebih baik. Belum punya capres definitif, pun tokoh-tokohnya tidak punya track record yang melebihi Jokowi. Kebanyakan cuma tokoh-tokoh yang dari dulu pengen berkuasa gak bisa-bisa. Mereka cuma mengandalkan 'asal jangan Jokowi'.
Sementara itu, Jokowi bekerja. Infrastruktur mulai terasa manfaatnya. Sudah ada progres untuk menuju kedaulatan penuh atas sumber daya kita. Daerah timur, sebagai contoh NTB dan Papua, mulai diperhatikan, satu hal yang hampir tak terlihat di era sebelumnya.
Saya dukung Jokowi, sampai saat ini. Saya gak bilang Jokowi itu perfect. Nggak! Saya dan Edrian yang dukung Jokowi, kalau cangkrukan juga sering bahas borok-borok pemerintahan Jokowi. Soal penegakan hukum, bagi-bagi kursi menteri, dan semacamnya.
Hanya saja, alternatif yang ditawarkan gerakan ganti presiden tidak memenuhi ekspektasi saya. Tidak ada tanda yang menunjukkan bahwa bisa menyamai prestasi dan memperbaiki borok pemerintahan Jokowi. Pilihan yang paling sedikit jeleknya, ya bagi saya Jokowi.
Sejak diceramahi mulu sama Irvan Kristanto, saya jadi tobat fanatik soal politik. Bukan gak mungkin kalau gerakan ganti presiden bisa membuktikan bahwa mereka bergerak menuju arah yang bagus, saya dukung.
Masalahnya, dengan apa yang sudah saya sebutkan di atas, gerakan ganti presiden hanya jadi gerakan orang-orang haus berkuasa dan menghalalkan segala cara demi itu. Jadi, jelas ya kenapa saya nyinyirin terus, dan memilih dukung Jokowi.
Saya juga gak punya masalah sama orang yang gak dukung Jokowi. Masalah saya cuma sama orang yang dukung secara keterlaluan, pihak mana pun itu. Mau ganti presiden, silakan. Asal tahu diri saja.
Saya oke-oke aja sama teman yang mau ganti presiden, dan dia punya pertimbangan baik. Malah saya dan dia jadi tambah pinter, kan. Lha kalau dukung ganti presiden, dikit-dikit Allah diajak kampanye, kritiknya asbun, lha itu lho yang bikin males. Padahal seringnya ketemu yang gitu....
Udah ah. Nanti saya disetrap lagi sama Mamih Catharina Widyasrini dan Om Boni Soehakso Notohatmodjo. Kabuuuuurrrr...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews