Susilo Prabowo Ternyata “Bermain” Proyek Juga di Trenggalek

Sabtu, 4 Agustus 2018 | 09:00 WIB
0
1341
Susilo Prabowo Ternyata “Bermain” Proyek Juga di Trenggalek

Pada Jum’at (3/8/2018), berkas kasus tersangka Direktur PT Moderna Teknik Perkasa, Susilo Prabowo, yang ditangani KPK masuk tahap P21 atau siap untuk disidangkan terkait dugaan suap proyek infrastruktur di Kota Blitar dan Kabupaten Tulungagung.

Sebelumnya, Rabu (1/8/2018) KPK memanggil empat saksi untuk tersangka Susilo Prabowo yang bernama asli Embun ini dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap proyek pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Tulungagung dan Kota Blitar.

“Hari ini (Rabu) dijadwalkan pemeriksaan terhadap empat orang saksi untuk tersangka Susilo Prabowo dalam kasus suap proyek pekerjaan di Pemkab Tulungagung dan Kota Blitar,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, sebagaimana dilansir Antara.com.

Susilo Prabowo adalah salah satu kontraktor yang kerap memenangkan proyek-proyek di Pemkab Tulungagung sejak 2014 hingga 2018. Menurut Febri, empat saksi itu ialah Kepala Dinas PU Kota Blitar Hermansyah Permadi;

Hendi Aris Setiawan, ajudan Walikota Blitar non-aktif Samanhudi Anwar, pensiunan PNS Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung Sri Pamuni, dan PNS BPKAD Kabupaten Tulungagung Yamani.

Terkait kasus ini, telah ditetapkan sejumlah tersangka, Bupati Tulungagung Terpilih Syahri Mulyo dan Walikota Blitar nonaktif Samanhudi Anwar serta 4 orang lainnya: Kadis PUPR Kabupaten Tulungagung Sutrisno serta 3 orang lainnya dari swasta masing-masing Susilo Prabowo, Agung Prayitno, dan Bambang Purnomo.

Sementara itu, KPK pada Rabu dijadwalkan memeriksa Susilo dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Untuk perkara di Tulungagung diduga sebagai penerima, yakni Syahri Mulyo, Sutrisno, dan Agung Prayitno. Sedangkan diduga sebagai pemberi, Susilo Prabowo.

Untuk perkara di Blitar diduga sebagai penerima antara lain Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo. Sedangkan yang diduga sebagai pemberi, Susilo Prabowo.

Pemberian untuk Bupati Tulungagung melalui Agung Prayitno sebesar Rp1 miliar terkait fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung.

Selain itu, diduga, pemberian tersebut adalah pemberian ketiga di mana sebelumnya Bupati Tulungagung diduga telah menerima pemberian pertama sebesar Rp 500 juta dan pemberian kedua sebesar Rp 1 miliar.

Sementara itu, diduga Walikota Blitar itu menerima pemberian dari Susilo Prabowo melalui Bambang Purnomo senilai Rp1,5 miliar terkait ijon proyek pembangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Blitar dengan nilai kontrak Rp 23 miliar.

Fee itu diduga bagian dari 8 persen yang menjadi bagian untuk Walikota dari total fee 10 persen yang disepakati. Sedangkan 2 persennya akan dibagi-bagikan kepada Dinas.

KPK total mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sebesar Rp 2,5 miliar (pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu), bukti transaksi perbankan, dan catatan proyek.

Pihak yang diduga pemberi untuk dua perkara tersebut, yaitu Susilo Prabowo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 65 KUHP.

Pihak yang diduga penerima untuk perkara di Tulungagung masing-masing Syahri Mulyo, Agung Prayitno, dan Sutrisno disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan perkara di Kota Blitar, Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bermain di Trenggalek

PT Moderna Teknik Perkasa yang punya Kekayaan Bersih Badan Usaha Rp 49.509.159.266 itu, ternyata “bermain” proyek juga di Kabupaten Trenggalek. Dari jejak digital mengungkap hal tersebut.

Surabayanewsweek.com (11/11/2015) menulis, Moderna Teknik Perkasa diduga menggarap proyek melebihi jumlah Sisa Kemampuan Paket (SKP), seperti proyek pemeliharaan berkala, Kedungsigit – Karangan, Nglongsor – Buluagung;

Buluagung – Banaran, Sumber – Ngentrong, Dermosari – Garen, Sumberingin – Sukowetan, Tamanan – Sumberingin, dengan anggaran di HPS Rp 8. 503. 708. 000,- yang digarap secara asal-asalan, proyek selesai belum satu bulan sudah pecah-pecah dan ambles.

Menurut Kasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP) Supri Hadi, Rabu,( 04/11/2015) PT Moderna Teknik Perkasa pada 2014 mengerjakan proyek yang bersamaan ada 8 paket pekerjaan, sehingga menurut Perpres No. 4 Tahun 2015 Moderna Teknik Perkasa bisa mengerjakan paket pekerjaan sebanyak 10 paket.

“Selanjutnya, dalam pemenangan lelang pengadaan barang dan jasa Moderna Tehnik Perkasa di Trenggalek adalah paket pekerjaan yang ke 6, 7, 8, dan 9, sehingga ULP Trenggalek sudah benar dalam proses pelelangannya,” ungkap Supri Hadi.

Wakil Ketua LSM Laskar Anti Korupsi Indonesia DPC Trenggalek Hardi Rangga menilai, PT Moderna Teknik Perkasa dalam mengerjakan proyek diduga tidak sesuai spesifikasi, sehingga hasil pekerjaannya amburadul dan kurang maksimal.

Diduga, hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan Dinas PU Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Trenggalek dan konsultan pengawas, sehingga terkesan ada konspirasi dan pembiaran terhadap pekerjaan milik Embun alias Susilo Prabowo itu.

“Kami sangat berharap penegak hukum bertindak, sehingga bisa menjadi pembelajaran bagi kontraktor-kontraktor yang nakal,” tegasnya. Pasalnya, lemahnya pengawasan dari Satuan Kerja (Satker) yang menangani proyek tersebut ataupun konsultan pengawas.

Hal ini tak lepas berawal dari ULP sebagai unit terdepan dalam pengadaan barang dan jasa milik pemerintah yang lemah dalam menegakkan aturan yang berlaku. Anggota kelompok kerja ULP/pejabat terkesan kurang menghayati tugas pokok dan kewenangannya;

Dan tidak menggali seluas-luasnya dalam melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk sehingga melaksanakan tugasnya tidak secara benar dan asal menjalankan tugasnya.

Dalam jawaban tertulis terkait PT Moderna Teknik Perkasa yang ditandatangani Kepala ULP Trenggalek Totok Rudianto pada 13 Juli 2015, berdasarkan isian data kualifikasi PT Moderna Teknik Perkasa.

Yang bersangkutan melaksanakan subbidang pekerjaan yang ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 2009 s/d 2014, terbanyak pada 2014, yaitu 8 paket pekerjaan. SKP = 1,2 x 8 = 9,6 ~ 10 paket pekerjaan.

Padahal, paket pekerjaan yang dimenangkan PT Moderna Teknik Perkasa pada 2015 sekitar 11 proyek atau melebihi SKP yang ditetapkan dalam Perpres No. 4 Tahun 2015.`PT Moderna Teknik Perkasa, lolos untuk memenangi tender proyek pembangunan gedung SMAN 4 Blitar dengan nilai sebesar Rp 12,2 miliar.

Ada sejumlah proyek ditangani PT Moderna Teknik Perkasa yang semestinya bisa ditangani perusahaan berskala kecil. Tapi, dalam pelaksanaannya dijadikan satu paket, sehingga proyek yang seharusnya bisa ditangani perusahaan kecil tidak bisa ditangani dan ditenderkan dengan perusahaan berskala besar yang mengikuti tender.

Contohnya, proyek peningkatan jalan ruas jalan Kaligentong-Sumberbendo; Sumberbendo-Sumberdadap; Tenggong-Ngubalan; Selorejo-Ngubalan; Sumberagung-Kates; Domasan-Puworejo;TVRI-Sumberdadap Kabupaten Tulungagung senilai Rp 17,6 miliar.

“Proyek ini menyakitkan bagi masyarakat Tulungagung, karena pengusaha asal Tulungagung sendiri tak bisa mendapatkan proyek di daerahnya sendiri karena nilai proyeknya besar,” ujar pengusaha kontraktor asal Tulungagung yang enggan disebutkan jati dirinya.

Dikatakannya, perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang dapat dikenakan sanksi, sesuai Perpres No. 4 Tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa, pasal 118, ayat (1) huruf C dan ayat (2) a. sanksi administrasi, b. sanksi pencantuman dalam daftar hitam, c. gugatan secara perdata dan/atau d. pelaporan secara pidana kepada pihak yang berwenang.

”Jadi, PT Moderna Teknik Perkasa bisa dikualifikasikan atau dikategorikan telah membuat dan menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang/jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan. Untuk itu, Dia layak mendapatkan sanksi tersebut,” pungkas Rangga.

Susilo Prabowo sempat menyangkal tudingan tersebut. “Saya tidak menyalahi aturan yang telah ditetapkan, karena buktinya saya dipercaya mengerjakan proyek-proyek milik Dinas PU,” tandasnya.

“Kalau saya dianggap menyalahi aturan, maka mereka (panitia) tidak memberikan pekerjaan itu kepada saya. Saya bukan mendapatkan 11 paket pekerjaan fisik, tapi 18 proyek yang saya kerjakan pada 2015,” tegas Susilo Prabowo.

***