Anis Matta dan Sohibul Iman Ibarat Elang dan Merpati

Sabtu, 28 Juli 2018 | 08:50 WIB
0
854
Anis Matta dan Sohibul Iman Ibarat Elang dan Merpati

Membaca kembali buku Fiqh Dakwah, karangan Syaikh Musthafa Masyhur, dimulai dari pengantar oleh ustadz Rahmat Abdullah, saya temukan sedikit bayangan kondisi kekinian pada partai dakwah di Indonesia. Dalam paragraf kedua tertulis:

"... Pemimpin jamaah yang tak mungkin lagi dipisahkan dari denyut kehidupan bangsa Mesir dan dunia Islam umumnya sedang ditunggu kehadirannya. "Shaqr Am Hamamah" (Elang atau Merpatikah)? demikian judul sebuah media kala itu merefleksikan tanda tanya bangsa itu menyusul wafatnya Mursyid IV. ..."

Dalam alinea tersebut Syaikhut Tarbiyah sedang bercerita tentang pengangkatan Mursyid Am Ikhwanul Muslimin ke-5, Syaikh Musthafa Masyhur. Disinggung olehnya mengenai dua tipe kepeminpinan: Ta'shil (memelihara orisinalitas) dan Tathwir (melakukan pengembangan).

"Maka, Hasan Hudhaibi, Musthafa Masyhur, Sayyid Abu Hamid Abun Nashr, Sayyid Quthb, Muhammad Quthb masuk kelompok ta'shil. Senentara Umar Tilmisani, Yusuf Al-Qardlawi, dan Muhammad Al-Ghazali masuk kelompok tathwir", begitu simpul Sang Murobbi dalam paragraf lain.

Ia juga menerangkan perbedaan dua khalifah awal. "Bila kita cermati kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Shiddiq radhiyallahu'anhu dengan masa kerjanya yang singkat (2 tahun 3 bulan) mencerminkan visi ta'shil (pemeliharaan orisinalitas). Sedangkan kepemimpinan Khalifah Umar radhiyallahu'anhu mencerminkan visi tathwir (pengembangan)."

Anis Matta Sang Penghadang Badai

Tulisan ini terpaksa dibuat setelah saya diusik oleh pertanyaan seorang kawan, "Mengapa Anis Matta disingkirkan?" Padahal ide tulisan sudah lama ada, namun bayangan pro kontra yang mungkin akan membuat saya dihujat oleh sekelompok pihak membuat saya urung menuliskannya. Jawaban saya kepada kawan tersebut tentu lebih singkat dari artikel ini.

Kala itu, setelah penangkapan LHI, masih ada yang tak puas mengapa Anis Matta yang mengisi jabatan Presiden PKS. Merespon hantaman keras terhadap kredibilitas partai anti korupsi, seharusnya semacam Hidayat Nur Wahid lah yang menahkodai kapal, agar semua perangkat dakwah introspeksi. Begitu harapan mereka.

Namun saya melihat hikmah yang luar biasa dari terpilihnya Anis Matta. Saat itu mental kader turun drastis, sementara ada jangka waktu yang pendek menghadapi pemilu (apalagi pilkada beberapa daerah). Rupanya perlu obat berupa pemimpin yang mampu memotivasi dengan kata-katanya serta menampakkan raut optimisme di depan khalayak.

Dalam suasana mencekam kepungan suku Quraisy dan qabilah-qabilah Yahudi yang bersekutu pada perang Ahzab, Rasulullah saw malah menjanjikan penaklukkan Persia, Romawi, dan Konstantinopel kepada para sahabat. Sembari memamerkan kekuatannya memecah batu yang para sahabat tak mampu hancurkan, di balik percikan api yang terpantik oleh hantaman palu, Rasulullah sampaikan ramalan itu.

Mirip seperti kala Anis Matta memimpin. Menampilkan aura percaya diri yang para kader gagal tampilkan, ia mematok target 3 besar!!! Lalu ia yakinkan para pengurus PKS bahwa target itu mampu dicapai.

Maka mendongaklah kembali para punggawa PKS. Berlatar alunan suara almarhum Taufik Ridho yang bernyanyi "Kobarkan Semangat Indonesia", kader bangkit kembali semangatnya mengibarkan bendera putih dengan logo Kakbah, bulan sabit kembar, dan padi.

Belum lagi keterpilihan diksi dari Anis Matta yang makin memantapkan hati kader: "konspirasi". Sampai saat ini vonis LHI masih menyisakan tanda tanya: uang suap yang tak pernah sampai ke LHI serta tak adanya kerugian negara. Belum lagi kiprah Ahmad Fathonah yang misterius. Meyakini ada makar yang sengaja menjegal mereka, kader PKS makin yakin melangkah.

Begitulah, kiranya kemarin bukan waktu yang pas untuk muhasabah dalam suasana mellow. Dengan medan perang sudah dekat, kader diajak terjun ke pertempuran tanpa menghiraukan rasa pedih akibat tragedi yang terjadi. Dan pemimpin saat itu sangat tepat, Anis Matta, nahkoda handal menembus badai.

M Sohibul Iman Bersama Visi Ta'shilnya

Lalu qodarullah, kepemimpinan pun berganti. Badai sudah berlalu. Rasa terpukul sudah bisa dilupakan. Dan medan perang 5 tahunan sudah ditinggalkan. Bukankah saat yang tepat bermuhasabah?

Allah yang menghendaki terpilihnya Habib Salim Segaf Al Jufri dan M Sohibul Iman bagi PKS. Mereka adalah sosok yang punya kecenderungan kembali ke asholah dakwah. Figur yang tepat untuk memeriksa sekuat apa mabda-mabda dakwah dipatuhi, sejauh mana jamaah sudah melangkah meninggalkan hal yang prinsip.

Tentu yang perlu diperhatikan adalah interaksi partai dengan sumber pendanaan. Berulangkali Habib mengingatkan tentang keberkahan. Sehingga bukan besaran angka yang dikejar untuk menopang dakwah, tapi keridhoan Allah atas upaya mendatangkan sumber daya yang akan melahirkan keberkahan. Semoga kasus yang lalu tak terulang.

Sedang Sohibul Iman tampil menyentil gaya komunikasi kader yang agak kelewat batas akibat ajang pilpres. Dalam polarisasi masyarakat, akademisi ini mengingatkan kader untuk menjauhi hoax dan ujaran kebencian. Berbicaralah yang santun, meski sedang mengkritik.

Dengan gayanya itu tentu ia butuh orang-orang yang setipe atau sevisi untuk menjalankan pemurnian kembali PKS. Namun kiranya proses purifikasi tak berjalan mulus. Pukulan terbesar datang dari mantan kader sendiri yang tak mau dirotasi dari jabatan publiknya karena pernyataannya kerap menuai kontroversi.

Sa'atan... Sa'atan

Antara Elang dan Merpati. Maka sebenarnya ada dua sayap yang Allah anugerahkan buat sebuah jamaah dakwah: sayap manuver dan sayap pemurnian. Ada waktu-waktunya di mana kedua sayap itu terpakai.

Kenapa kita tidak bisa menikmati proses demi proses yang Allah rancang untuk kita, kader PKS? Bukankah kita sudah lewati masa penuh manuver. Lalu ketika ada kesalahan yang menjadi musibah yang memukul kita, mengapa tak sejenak kita luangkan waktu bermuhasabah mengkalibrasi prinsip-prinsip dakwah?

Anis Matta dan Sohibul Iman adalah dua anugerah yang Allah limpahkan buat partai dakwah, yang memimpin dalam waktu yang pas. Yang mengajak mendongak kala tak pantas tertegun, dan mengajak merenung dalam jenak yang tepat untuk memperbaiki diri.

Bisa saja setelah masa purifikasi ini usai, partai ini akan dipimpin kembali oleh "seekor Elang" yang punya visi tajam. Semua ada masanya, dipergilirkan oleh Allah swt.

Anis Matta adalah mata kita menatap keluar. Dan Sohibul Iman adalah mata kita menatap ke dalam. Inilah masa yang sedang kita jalankan. Masa yang kita perlukan, untuk memastikan bahwa kita sedang berjalan dalam arah yang diridhoi-Nya.

Zico Alviandri