Jenazah Dibonceng Gunakan Sepeda Motor, Benarkah Potret Kemiskinan?

Kamis, 26 Juli 2018 | 06:30 WIB
0
615
Jenazah Dibonceng Gunakan Sepeda Motor, Benarkah Potret Kemiskinan?

Polisi memberhentikan sebuah rombongan 2 motor yang melaju kencang, dilihatnya di satu motor dinaiki tiga orang, semuanya lengkap memakai helm. Hingga saat Polisi menginterogasi, salah satu penumpangnya adalah jenazah orang yang sudah meninggal. Allahu Akbar!

Hati bapak - bapak polisi inipun luluh, kalimat "innalillahi" meluncur deras. Mencoba membantu namun tampak canggung. Diletakannya jenazah anak itu di belakang, ibunya naik, ia peluk anaknya dekap, terik matahari itu meninggi, panas menggarang tentu.

Tiada tangis lagi, mungkin sudah mengering, sudah berkerak di kehidupan mereka yang pelik, di orang-orang yang tidak cukup dana untuk membawa jenazah dengan kendaraan yang layak. Mereka harus menelan rasa malu sekaligus mengecap perih pilu.

[embed]https://youtu.be/_KVVH_cpIb4[/embed]

Sebelum berandai, saya tak akan salahkan Rumah Sakit, karena mayoritas Rumah Sakit di negeri ini milik swasta, mereka harus berdikari menutupi biaya listrik, BBM dan gaji karyawan sendiri. Berusaha di negara liberal memang sengsara, sukses sukses betulan, hancur hancur sungguhan.

Salahkan orang tua mengapa membiarkan jenazah anaknya terbengkalai, rasanya tak sampai hati. Nyali orang tua itu sangat berani, tukar nyawapun mereka rela untuk anaknya. Jadi, ini bukan salah siapa - siapa. Ini kondisi yang memang serba terjepit, jenazahpun ikut miskin di negara ini.

Nalar saya langsung sekelebat kepada pidato kepala BPS dan Menteri Keuangan Republik Indonesia, tak apa saya sebut nama, saya sudah tak takut berkata, jenazah ananda di atas motor itu, menabrak logika saya, bahwa di Negara Liberal ini sekalipun, kita gak punya akhlak terhadap orang mati. Semua orang urus masing - masing urusannya sendiri, sehingga rumah sakit cari duit sendiri, ambulance butuh biaya sendiri, dan orang miskin mati dalam keadaan sepi.

Bapak Kepala BPS dan Bu Menteri Keuangan, dengan jumawa mengatakan bahwa Kemiskinan Indonesia periode ini terendah sepanjang sejarah NKRI. Semua hadirin tepuk tangan, bapak-bapak berdasi dan ibu-ibu berkebaya bertampil necis sambil membicarakan kemiskinan negeri ini di ruangan ber AC yang disewa puluhan juta dan di depan hidangan makanan ratusan ribu per porsi, dan tak lupa dapat honor seminar ratusan ribu hingga jutaan rupiah setelah mereka meluap - luap, ngomong kemiskinan hampir punah dinegeri ini, berkat kerja bapak Jokowi.

Gurauan bapak dan ibu pejabat ini benar, bahwa orang miskin ini turun. Tapi yang jadi patokan adalah penghasilan Rp400 ribu/bulan atau Rp14 ribu/hari, miskin jika berpenghasilan di bawahnya dan mampu jika sebaliknya.

Parameter ini berkonsekuensi besar karena berarti, orang yang penghasilannya Rp15.000 perhari masih dianggap mampu. Padahal makhluk hidup di Indonesia yang liberalist dan swastanist bisa dapat apa?

Orang Indonesia dari melek mata hingga tutup mata, itu biaya jalan bak Argo. Listrik ia harus bayar, mandi dan minum airnya harus ia beli, makan juga harus beli, sekolah atau akrivitas transportasinya harus ia bayar, belum di setiap transaksinya ada pajak.

Hidup di negara liberalist ini memang pelik, seumur hidup ia bekerja cari uang, seumur hidup juga ia akan bayar pajak, sampai matipun ia tetap bayar pajak.

Jadi Jenazah pun bisa ikut miskin jika tinggal di Indonesia. Karena para pejabatnya gak bakal care sama orang miskin, karena punya duit Rp15 ribu saja akan dianggap kaya. Karena punya motor pun dianggap kaya, sehingga jenazah dibawa dengan motor pun tidak akan terperhatikan. Karena dipikir semua rakyatnya sejahtera.

Jika begini, saya akan lebih mengandalkan lembaga-lembaga zakat yang memang mereka ready membantu ambulance gratis bagi siapa saja dan kapan saja, tapi jumlah mereka sangat terbatas, dan tak sebanding dengan dana negara.

Mungkin saya usul, jika ternyata para lembaga zakat lebih care dan profesional dalam membantu rakyat miskin, sehingga kerja-kerja mereka lebih dekat ke amanah konstitusi kita. Serahkan saja dana-dana negara ke mereka, biar mereka urus orang-orang miskin lebih care dan profesional, daripada kita punya mahal-mahal dan mewah-mewah.

Kementerian Sosial dan Kementerian Pembangunan daerah tertinggal yang kita tidak tahu kerja dan capaiannya apa, mending diserahkan ke Lembaga Zakat. Kita swastanisasi juga pengelolaan dana apbn dan APBD kita, berani!? Ya dicoba saja, jangan enaknya aja kalau negara susah rakyat yang tanggung, giliran enak Relawan Jok*wi yang nikmatin.

Mudah-mudahan kejadian ini tidak terulang, mudah-mudahan video itu viral dan nyampe Presiden. Sehingga ada aturan, sehingga jenazah pun meniknati hidup di negeri ini.

Semoga pula peristiwa miris yang menekan perasaan orang ini bukan karena potret kemiskinan, melainkan jenazah benar-benar meninggal dunia di tengah perjalanan saat akan dibawa ke rumah sakit menggunakan sepeda motor.

Semoga....

***

Muhammad Ilham

Bekasi, 24 Juli 2018