Cara Legal “Singkirkan” Anies Nyapres Lewat Izin Presiden

Rabu, 25 Juli 2018 | 07:00 WIB
0
672
Cara Legal “Singkirkan” Anies Nyapres Lewat Izin Presiden

Langkah Anies Rasyid Baswedan yang mencoba “mencontoh” jejak Joko Widodo saat maju Pilpres 2014 akan terkendala Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 yang juga memuat tentang permintaan izin dalam pencalonan presiden dan wakil presiden.

Peraturan tersebut ditandatangani Presiden Jokowi pada 18 Juli 2018 dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 19 Juli 2018. Dalam hal presiden belum memberikan izin dalam waktu 15 hari, izin dianggap sudah diberikan.

Surat permintaan izin kepala daerah yang mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres juga harus disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh partai politik sebagai dokumen persyaratan.

Jadi, selain pengunduran diri, aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 itu juga memuat tentang permintaan izin dalam pencalonan presiden dan wakil presiden.

Berarti, jika Anies Baswedan akan maju Pilpres 2019, ia harus minta izin dulu ke Presiden Jokowi karena masih menjabat Gubernur DKI Jakarta (periode 2017-2022). Peraturan itu terdapat dalam Pasal 29 ayat (1) PP Nomor 32 Tahun 2018 tersebut.

Isinya: “Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang akan dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada presiden”.

Ayat selanjutnya dalam pasal itu juga menyatakan bahwa presiden memberikan izin atas permintaan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota atau wakilnya, dalam waktu paling lama 15 hari setelah menerima surat permintaan izin.

Jika presiden belum memberikan izin dalam waktu 15 hari, izin dianggap sudah diberikan. Surat permintaan izin kepala daerah yang mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres juga harus disampaikan kepada KPU oleh partai politik sebagai dokumen persyaratan.

Presiden telah menandatangani aturan mengenai tata cara pengunduran diri dalam pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden, dan Wakil Presiden, permintaan izin dalam pencalonan presiden dan wakil presiden, serta cuti dalam pelaksanaan kampanye pemilihan umum.

Mungkinkah Anies Baswedan masih bisa maju sebagai capres 2019 yang bakal berhadapan dengan Jokowi? Masih sangat mungkin. Karena, andai Presiden Jokowi belum memberikan izin dalam waktu 15 hari, “izin dianggap sudah diberikan”. Itu aturannya.

Jadi, bagi para pendukung Anies Baswedan tidak perlu khawatir dengan PP Nomor 32 Tahun 2018 tersebut. Seperti yang dilakukan sekelompok massa yang mendatangi kediaman pribadi Anies Baswedan, Selasa 24 Juli 2018 untuk maju sebagai capres di Pilpres 2019.

Ia sendiri mengaku bingung, karena sehari sebelumnya, ada massa yang mendatangi Balai Kota yang memintanya tetap sebagai Gubernur DKI Jakarta. Inilah yang terjadi pada Senin, 23 Juli 2018.

“Saya juga tadi jalan ke sini batin, kemarin didatangi diminta untuk di Jakarta. Tadi pagi didatangi, diminta untuk terlibat (ikut pilpres). Saya bilang sekarang saya urusin Jakarta dulu aja,” katanya, seperti dilansir Liputan6.com, Selasa 24 Juli 2018.

Menurutnya, massa yang memintanya maju capres berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Jumlahnya banyak. Biasanya kalau banyak itu ada rencana penggusuran atau apa. Ternyata dari Jateng, Jatim. Ya saya dengar aja aspirasinya,” ucap Anies Baswedan.

Mantan Mendikbud ini pun mengatakan kepada massa yang mendatanginya, soal capres akan ditentukan para pemimpin partai politik. “Saya bilang sama semuanya, tadi mereka datang dari Situbondo, Pasuruan, Semarang, Pekalongan,” lanjutnya.

“Saya bilang, terima kasih perhatiannya, terima kasih sampai datang ke sini. Tetapi, biarkan para pemimpin yang sekarang menentukan. Saya pakai seragam nih. Kerjaan saya di Jakarta. Itu aja dulu,” tegas Anies Baswedan, diplomatis.

Sebelumnya, kabar santer memang menyebut, Anies Baswedan akan digandeng Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai cawapresnya. Sampai ia perlu bertandang ke Kantor DPP PKS.

Bahkan, kalau terjadi Koalisi Gerindra dengan Partai Demokrat pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, Anies Baswedan akan dijodohkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono. Capres Anies Baswedan, Cawapresnya AHY.

Namun, kabarnya, Anies Baswedan menolak rencana yang sudah disusun SBY itu. Sehingga, muncullah unjuk rasa yang memintanya untuk tidak maju Pilpres 2019 yang digelar di depan Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin 23 Juli 2018.

Mereka mengaku tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) dan Serikat Becak Jakarta (Sebaja). Para pengunjuk rasa yang sebagian diantaranya ibu-ibu dengan membawa anaknya juga ikut demo meminta Anies Baswedan tetap menjadi Gubernur DKI.

Pendemo juga membawa spanduk yang bertuliskan tuntutan mereka. Salah satu spanduk bertuliskan “Warga Kampung Rawa Barat, Kebon Jeruk, Mendukung Bapak Gubernur Anies Baswedan untuk Tetap di DKI 1 Jakarta”.

Sebelum Anies Baswedan keluar, sejumlah perwakilan pengunjuk rasa dipersilakan masuk ke Balai Kota. “Hidup Pak Anies, hidup Pak Anies,” teriak salah seorang warga dari atas mobil pengeras suara, seperti dilansir Detiknews.com, Senin 23 Juli 2018.

Anies Baswedan memastikan kepada para pendemo program yang menyangkut kepentingan mereka salah satunya penataan kampung akan dituntaskan. Namun, mantan Mendikbud itu tidak mengatakan secara gamblang tidak akan maju ke Pilpres.

AHY Cawapres Jokowi?

Presiden Jokowi bertemu dengan enam ketua umum parpol koalisi membahas calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019 nanti. Pertemuan selama 4 jam tersebut menyepakati satu nama yang akan mendampingi Jokowi.

Menurut Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, koalisi parpol pendukung Jokowi sudah solid, yakni PDIP, Golkar, PKB, NasDem, PPP, dan Hanura. Mereka sudah menyepakati satu nama cawapres yang akan mendampingi Jokowi.

“Jadi, tadi pembahasan terkait dengan isu-isu terkini dan terkait enam partai yang sudah mendukung Presiden. Pembicaraannya bulat, termasuk terkait dengan kesepakatan wapres," kata Airlangga usai pertemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Senin 23 Juli 2018.

Airlangga juga menegaskan partai koalisi menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi mengenai cawapres yang akan dia pilih. Pengumuman mengenai cawapres tersebut juga akan dilakukan Jokowi dalam waktu dekat.

Melansir Detik.com, “Tadi kita bahas untuk kesepakatan bulat untuk cawapres,” lanjutnya. Airlangga menegaskan semua partai pendukung telah menyepakati satu nama cawapres yang akan dipilih Jokowi. Suara partai koalisi sudah bulat.

“Semua sudah menyepakati bahwa mekanismenya diserahkan kepada Presiden dan disepakati juga bahwa waktu dan titelnya juga nanti Pak Presiden akan sampaikan. Jadi semua sudah sepakat. Yang jelas sudah bulat,” papar Airlangga.

Siapa cawapres yang dimaksud dalam pertemuan tersebut? Menurut sumber Pepnews.com, satu nama yang dimaksud itu tak lain adalah Agus Harimurti Yudhoyono, putra Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Sinyal bakal bergabungnya Demokrat ke koalisi pendukung Jokowi tampak dari pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyatakan, partainya tetap membangun komunikasi antarpartai di luar koalisi meski tengah diburu waktu pendaftaran capres-cawapres.

“Mengingat agenda sudah sangat dekat dan mereka yang mau bergabung ya tegas saja,” kata Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa 24 Juli 2018. Menurutnya, Demokrat perlu mencontoh kadernya yakni Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi atau TGB.

Gubernur NTB itu adalah Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat yang menyatakan sikap mendukung Jokowi sebagai capres untuk periode kedua. ”Seperti TGB itu kan tegas. Yang mau bergabung tegas-tegas saja,” ujarnya, seperti dilansir Viva.co.id, Selasa 24 Juli 2018.

AHY-kah yang dimaksud “satu nama” dalam pertemuan Istana Bogor itu? “Kemungkinan sudah fix. Yang bisa menggagalkan itu ya cuma kalau putusan MK memperbolehkan JK (Jusuf Kalla) maju cawapres lagi,” ungkap sumber Pepnews.com.

Sebenarnya, “Restu Paman (Amerika Serikat) dan grup Padang Pasir (Arab Saudi) itu ya ke Anies Baswedan. Makanya, ada pihak-pihak yang mencoba menganjal habis-habisan peluang Gubernur Jakarta itu maju pilpres 2019,” lanjut sumber yang dekat dengan Istana tersebut.

***