Cara SBY Banting Keringat Memeras Tulang

Jumat, 20 Juli 2018 | 13:36 WIB
0
474
Cara SBY Banting Keringat Memeras Tulang

Seyogianya ketika seseorang pensiun setelah puluhan tahun banting tulang memeras keringat, ternyata beda dengan Presiden ke 6 SBY ini. Lain padang lain belalang, lain kuda lain tali kekang. SBY bukan tipe orang yang setelah pensiun "selesai" dengan kehidupannya, diniatkan semata-mata menjadi "MC" alias momong cucu. Pun ia tidak mau berpangku tangan, bergerak dan terus melakukan manuver politik.

SBY adalah salah satu mantan presiden yang masih belum mau pensiun untuk otak-atik politik. Apalagi sebagai  Demokrat yang sedang disorot karena banyaknya kader yang terjerat korupsi dan bingung menentukan pilihan Presiden dan Wakil Presiden. Semua strategi sudah dilakukan, safari politik juga  terus bergerak. Agus Harimurti Yudhoyono, anak sulungnya, didorong untuk maju mengisi persaingan calon Presiden dan Wakil Presiden. Tidak ada pilihan lain, sampai akhirnya pada titik kulminasinya SBY kelelahan dan jatuh sakit. Fatigue.

Sakitnya SBY tentu mengundang polemik politik. Banyak dugaan SBY kelelahan karena berbagai manuver untuk mengangkat citra Demokrat amat berat dilakukan. Katakankah bukan banting tulang memeras keringat lagi, tetapi sudah banting keringat memeras tulang.

Tetap saja belum menemukan titik terang bagaimana menemukan ide untuk menaikkan posisi tawar Demokrat di kancah perpolitikan nasional. Belakangan lebih terpukul lagi ketika kadernya Tuan Guru Bajang malah berbalik arah mendukung Jokowi.

Boleh jadi kepalanya semakin cenat-cenut karena satu persatu kader terbaiknya berganti haluan (ingat Ruhut Sitompul yang menyeberang mendukung Jokowi dan bergabung dengan PDI Perjuangan). Ruhut mungkin "ga ngaruh" buat Demokrat, tapi beritanya yang viral di media massa maupun media sosial, cukup membuat gusar elite politik. Tak ada korek api kalau tak ada rokok, loncatnya Ruhut tetap menyisakan tanya; ada apa dengan Demokrat?

Semacam "instant karma" dalam khasanah basa-basi di luar negeri, SBY seperti diserang sendiri oleh gaya politiknya yang selalu mengambil posisi abu-abu. Tidak pernah tegas bagaimana mengambil posisi mau oposisi total, pro pemerintah. Politik mengambang. Segala yang mengangambang biasanya akan hanyut dan terbuang.

Banyak orang menduga politik SBY adalah politik dua kaki, hanya mengambil keuntungan ketika ada arah angin baik, dan ketika posisi tidak menguntungkan bisa tinggal gelanggang mencari posis aman. Kata banyak penulis ia mengambil posisi ofensif saat awal pemerintahan dan defensif saat periode kedua.

Selama 10 tahun pemerintahannya tidak ada kebijakan spektakuler karena sifat SBY yang cenderung defensif dan main aman. Dan pada akhir pemerintahan ketika rezim telah berganti kader yang dulu memilih slogan "Katakan Tidak pada Korupsi" malah banyak terjerat kasus korupsi. Slogan ini sering diplesetkan menjadi, "Katakan Tidak padahal Korupsi".

Kini di masa pensiunnya ia terus bekerja keras untuk terus duduk dalam pertaruhan politik. Ia tidak mau berleha-leha menikmati masa pensiun dan menjadi bapak bangsa. SBY rajin bertwitter ria menelorkan kata-kata  menyerang kebijakan pemerintah. Terus bergerak agar keluarganya tetap terlihat eksis, tidak hilang ditelan oleh waktu.

Bahkan dalam sakitnya dan tangannya masih terikat infus ia tetap aktif menerima kader yang ingin mendaftar jadi Caleg. Penulis sebetulnya bingung hasrat besar SBY itu untuk menutup celah kasus-kasus korupsi kadernya, melindungi keberadaan dinastinya atau karena darma bakti SBY pada negara begitu besar hingga kesempatan pensiunnya tidak dimanfaatkan.

Bukankah SBY sudah pernah merasakan puncak tertinggi pemerintahan. Apalagi yang dicari. Untuk anak-anaknya akan lebih bagus jika benar- benar dilepaskan untuk menemukan jati dirinya. AHY akan lebih bebas bergerak sebagai kader politisi muda penuh potensial dengan modal sepenuhnya diri sendiri. Bukan polesan, apalagi karbitan, juga tidak mendompeleng pada polularitas “bapaknya”yang sudah mulai meredup”

Jika menjadi SBY, penulis akan lebih mengambil posisi bebas. Menikmati masa pensiunnya melupakan politik dan cukup berdoa agar jalan politik anaknya lebih cerah dengan menjadi diri sendiri, tidak bersembunyi di bawah bayang-bayang.

Jika Tuhan mengijinkan dan restu dari bumi nusantara turun ,  jalan takdir mendukung AHY  pasti akan menjadi orang besar, tapi dengan catatan meniti jalan politik cantik.

Jika SBY rajin berdoa dan terus mendukung dari balik layar dengan legowo bisa saja AHY menjadi Presiden Periode berikutnya. SBY akan menjadi orang besar di balik sukses anak-anaknya. Tidak perlu ngettweet yang mengundang komentar nyinyir dan menyakitkan hati. Kalau perlu terus saja menulis lagu untuk menimang cucu, happy, kan?

Itu kan pikiranmu, Brow, beda kali!!

Yaah namanya saja opini, pendapat diterima monggo tidak diterima ya monggo juga.

***