Emak-emak kota, dengan pakaian menterang berdemo di Istana karena kenaikan harga telur. Mereka teriak-teriak hidupnya susah hanya karena pasokan telur dari peternak berkurang. Biasanya mereka beli tekur Rp22 ribu sekilo, kini naik menjadi Rp30 ribu. Ada kenaikan Rp8 ribu.
Jika sekilo telur isinya 16 butir, berarti cuma naik Rp500 perak sebutir. Tapi emak-emak gaya ini, yang ke pengajian memakai gelang sedabruk, nyonyor mulutnya akibat kenaikan Rp500 perak.
Gara-gara duit Rp500 perak, mereka meminta Presiden Jokowi mundur. Iya, cuma gara-gara duit koin Rp500 perak.
Lihat wajahnya, lihat pakaiannya, di balik bajunya yang mentereng, hidupnya susah. Jiwanya menderita. Karena duit sekeping.
Bandingkan dengan emak-emak yang sedang bersenda-gurau dengan Pak Jokowi di bawah pohon rindang. Infrastruktur telah melewati desanya. Sertifikat tanah juga telah dibagikan gratis.
Sebagian mereka bersyukur menikmati dana KIS. Wajahnya sumringah dan bersyukur.
Apa mereka tidak terganggu dengan kenaikan harga telur 500 perak? Mungkin mereka lebih cerdas. Kalau telur naik, mereka bisa membeli tempe atau tahu. Atau ikan. Atau bahan makanan lain.
Toh, mereka tahu. Setiap habis lebaran, ayam petelur memang agak berkurang. Sebab dijadikan ayam potong untuk mengisi kebutuhan lebaran. Apalagi kalau harga pakan ternak naik, bibit ayam juga naik. "Peternak juga butuh hidup," begitu bisiknya.
Ya, peternak juga butuh hidup. Namanya pasar, ada kenaikan sedikit pada salah satu barang, itu wajar. Nanti juga normal lagi. Kecuali kalau semua kebutuhan pokok yang naik.
Toh, inflasi kita terjaga 3,2%. Artinya kenaikan rata-rata kebutuhan pokok cuma segitu. Kalau biasanya sehari belanja Rp50 ribu, cuma tambahin Rp1500 sudah bisa membeli bahan makanan yang sama.
Intinya soal bersyukur. Ibu-ibu berjilbab di kota, dengan pakaian mentereng, berkacamata hitam, mondar mandir ke pengajian mewah. Nyatanya perlu belajar lagi untuk bersyukur. Perlu belajar bagaimana membuka hati biar jembar.
Mereka datang bermobil untuk meminta Presiden mundur dari jabatannya hanya karena duit sekeping. Limaratusan. Digoreng dadakan. Seperti tahu bulat.
Dan ibu-ibu sederhana di desa, sedang menertawakan mereka. Pakaiannya aja gaya. Pelitnya minta ampun. Cuma karena duit gopek, meminta Presiden mundur.
Sepulang demo, mungkin mareka akan mampir di mall. Makan di kafe. Ketawa-ketiwi. "Eh, cyin. Minggu depan kita ke Sephora, ya. Aike mau beli maskara sama lipstick. Lipstick yang kemarin, gak sengaja ketelen."
"Iya, tapi cicilan Victoria Secret lu, bayar dulu dong. Udah nunggak dua bulan nih," sambut temanya.
"Dari gayanya, emak-emak berjilbab itu pasti ketularan PKS. Makanya ribet hidupnya," ujar Abu Kumkum.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews