Lalu Siapa?

Sabtu, 14 Juli 2018 | 22:30 WIB
0
538
Lalu Siapa?

Sudah berapa kali Anda mendapatkan tautan atau info tentang Lalu? Lalu? Iya, Lalu Muhammad Zohri, anak NTB yang baru saja memenangi kejuaraan atletik junior di nomor paling bergengsi, 100 meter putra.

Pagi ini 90 persen WAG saya berisi link-link itu. Ada yang sudah mendapatkan hadiah payung atau mug, gara-gara postingan yang berulang-ulang di satu group WA saja. Yang tidak membagikannya cuma group WAG para mantan yang memang sudah membeku lama dan lengang senantiasa...

Zohri memang fenomenal. Ia menambah kegembiraan rakyat republik hari-hari ini. Makanya tak heran, bertubi-tubi video itu dibagikan, dikisahkan ulang. Semua orang senang.

Akan tetapi, ada kisah tersembunyi yang lebih heroik, yang luput dari perhatian khalayak ramai. Jika Anda sudah menonton videonya, terlihat Zohri memenangi lomba itu dari lintasan (lane).

Pelari yang berada di titik ini ini bukanlah pelari unggulan.

Aturan IAAF (Federasi Asosiasi Atletik Internasional) nomor 166.3 mengatur, lintasan 3, 4, 5, dan 6 yang berada di tengah adalah lintasan unggulan, sedangkan 1,2, 7, dan 8 adalah lintasan cere. Ibaratnya, yang bertarung dari lintasan itu cuma pelari kebetulan belaka, peserta penggembira, pelari pelengkap.

Mereka yang berada di lintasan tengah, bisa melirik ke kanan dan kekiri para pesaingnya dengan lebih mudah. Dengan kerlingan mata, mereka bisa melihat seberapa kuat pesaingnya melempar kaki ke depan. Sementara yang di pinggir, perlu usaha ekstra.

Dalam setiap race atau populer disebut heat untuk mencapai final, mereka yang dapat mencapai waktu tercepat akan ditaruh di lintasan paling strategis ini.

Oleh karena itu, dalam setiap kejuaraan atletik 100 meter yang resmi, junior ataupun senior, nyaris tak pernah ada pelari yang berhasil memenangkan lomba dari jalur pinggiran ini.

Carl Lewis, Ben Johnson, Asafa Powell, atau pelari 100 m yang paling top sekarang, Usain Bolt, selalu memenangkan lomba dari lintasan tengah ini. Biasanya, lintasan ini dihuni oleh atlet AS, Afrika, atau Amerika Tengah. Asia berada di tepian. Selalu begitu.

Maka, ketika Zohri memulai final dari lintasan 8, tak ada satupun yang memperhatikan. Juga kamera. Semua tertuju pada duet AS Anthony Schwartz dan Eric Harrison yang memang berada di lintasan paling diunggulkan, 3 dan 4.

Begitu pistol meledak di udara, semua pelari mengerahkan semua tenaga dan pikiran ke kaki-kaki mereka. Secara kasat mata, belum ada yang lebih menonjol. Tiada pula yang terlihat tercecer. Namanya juga sudah final. Berebut medali emas. Berebut podium terbaik. Yang bertanding di situ adalah creme de la creme. Terbaik dari yang terbaik.

Dalam 20 meter terakhir, semua pelari terlihat masih tetap sejajar. Tapi Zohri kemudian berhasil menyentuh garis finish pertama dengan catatan waktu 10,18 detik. Schwartz dan Harrison di urutan berikutnya dengan catatan waktu sama, 10,22 detik.

Ia sempat bingung ketika namanya tertera di papan sebagai pelari pemuncak. Bahkan ketika duet pelari AS sudah memegang bendera, ia tak kunjung mengibarkan Merah Putih. Mungkin karena memang dia atau ofisial tak menyiapkannya. Baru beberapa detik kemudian Merah Putih berkibar.

Kemenangan Zohri adalah kemenangan terbaik yang pernah dicapai oleh atlet Indonesia di pentas atletik dunia. Boleh jadi pula, dia adalah segelintir pelari yang dapat memenangkan lomba lari cepat ini dari lintasan pinggiran.

Dari pinggiran, Zohri mengukir namanya ke tengah-tengah arena dan menuju puncak.

Kini, dia sedang menyiapkan dirinya untuk bertanding di ajang Asian Games. Di negerinya sendiri.

***