Petral dulu menarik commitment fee US$ 2/barel untuk setiap import minyak sebesar 800.000/barel per hari. Negara dirugikan hingga Rp21,6 milyar per hari atau sekitar Rp7,8 T per tahun. Praktek itu berjalan sudah lama sekali. Sejak jaman Pak Harto hingga Petral dibubarkan di jaman Jokowi.
Apa peran Petral sebenarnya? Broker. Penghubung atau perantara pada jual beli minyak antara provider di LN dengan user di dalam negeri, dalam hal ini adalah Pertamina.
Mungkin Anda bertanya, kenapa Pertamina nggak beli langsung saja minyak dari provider di LN? Apa nggak ada orang pinter di Pertamina yang bisa melakukan negoisasi langsung dengan provider di LN?
Tentu saja ada dan bahkan banyak sekali orang pinter di Pertamina.
Tetapi memang, regulasi pemerintah mengharuskan Pertamina tidak boleh membeli langsung minyak dari LN. Pertamina harus mengambil dari pihak ke 3, dan pihak ke 3 itu adalah Petral.
Setelah Petral bubar, apakah Pertamina akhirnya beli langsung minyak dari provider di luar negeri?
Ternyata tidak, muncul integrated supply chain (ISC), sebuah badan yang fungsinya sebenarnya sama dengan Petral. Sebagai broker juga...
Yang belum jelas adalah berapa US$ yang yang dikutip dari setiap barelnya, apakah sama, lebih kecil atau lebih besar. Kalau nol dollar, saya kira nggaklah.
Mungkin ada yang menanyakan, ke mana larinya uang hasil mengutip BBM import selama ini? Apakah hanya ke kantong Mochamad Reza Chalid, seseorang yang dijuluki Godfather-nya Petral, ataukah merembet ke yang lain-lain?
Menurut info yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, Petral adalah mesin ATM-nya partai. Entah partai mana, tetapi secara logis, mestinya partai pendukung rezim atau partai rezim itu sendiri. Itu sebab kenapa petral sulit dibubarkan, karena keberadaannya jelas menguntungkan rezim dan pasti dilindungi.
Itu juga sebab kenapa ada sebuah partai mampu membuat hajatan yang luar biasa wah, padahal mereka tidak menarik iuran dari anggota partai. Dari mana partai dapat uang, kalau tidak dari praktek-praktek broker seperti yang terjadi pada Petral.
Celakanya, mencari uang dengan cara mengutip komoditas import itu coba ditiru oleh PKS yang waktu itu juga merupakan partai pendukung rezim. Mungkin karena PKS waktu itu baru belajar atau belum paham cara mensiasati, akhirnya langkah-langkah mereka begitu mudah dibaca. Apalagi, meski PKS waktu itu satu gerbong dengan rezim, ternyata banyak kritik-kritik PKS yang membuat telinganya rezim memerah. Dan sampeyan tahu sendiri kan endingnya?
Padahal, andaikata PKS waktu itu bisa mendapatkan commitment fee, nilai totalnya hanya Rp50M, jauh sangat kecil dari uang yang berhasil dikutip Petral.
Kalau mau fair, mestinya petinggi Petral dan orang-orang yang diuntungkan oleh Petral, semua tanpa kecuali, diusut dong. Tetapi kenapa mereka, hingga saat ini masih melenggang bebas?
Apakah partai-partai lain penduking rezim melakukan praktek-praktek seperti di atas?
Kemungkinan besar, kita saja yang belum tahu. Bayangkan, bagaimana sebuah partai memperoleh sumber keuangan kecuali dari modus-modus seperti di atas. Kalau mengandalkan iuran dari anggota DPR/DPRD, berapa sih gaji mereka sebagai anggota dewan?
Demikian teman-teman. Apa yang saya tulis di atas belum tentu benar.
Meski demikian, mudah-mudahan jadi pembelajaran bagaimana praktek-praktek buruk itu berjalan dari rezim ke rezim.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews