Sekeluarga pemudik baru saja beristirahat di rest areal jalan Tol.
Anaknya yang masih remaja hendak foto-foto di area itu. Jalanan mulus dan mobil pemudik melewati jalan tol yang baru saja dioperasikan. Tapi bapaknya marah.
"Hei, jangan foto-foto disini. Jalan tol ini buatan Jokowi. Ngapain kita ikut mempromosikan," hardik ayahnya dengan suara keras.
"Tapi ini bagus, Pak. Tol baru. Kita gak lagi macet-macetan kayak dulu."
"Siapa bilang bagus. Ini jelek... Ini semua jelek. Kita gak boleh bilang hasil kerja Jokowi bagus. Kita ini PKS, gak boleh ngomong begitu."
Akhirnya anaknya tidak jadi mengambil gambar.
Lalu mereka melanjutkan perjalanan lagi. Mampir sebentar di waduk yang baru saja dibangun. Sang bapak mengingatkan sekali lagi, "Ingat, jangan foto-foto di sini. Waduk ini buatan Jokowi. Itu sama saja kita ikut mempromosikannya."
Mereka menikmati istirahat dan wisata di sana, tanpa mengambil gambar sediki pun.
Beberapa hari sebelum mudik, istrinya sempat berkata padanya. "Pak, aku seneng deh, kalau ke pasar sekarang. Biasanya kalau puasa apalagi menjelang lebaran begini semua harga pada naik. Lha, ini kok harga di pasar biasa aja. Ada yang naik sedikit, tapi rata-rata biasa saja. Beda banget sama lebaran yang dulu," ujar istrinya
"Hush. Kamu gak boleh cerita kayak gitu. Semua harga-harga itu naik, Bu. Naik!"
"Lho, kan aku yang belanja. Gak naik, kok Pak."
"Itukan katanya Pak Jokowi. Inflasi terkendali. Kalo kita sebagai simpatisan PKS, ya harga-harga di pasar itu naik."
"Tapi kenyataannya gak toh, Pak."
"Iya, kenyataannya emang gak. Tapi kita gak boleh bicara kenyataan. Kita harus bicara harga-harga naik. Itu!"
"Meskipun sebetulnya gak naik?"
"Kenyataan gak penting. Yang penting konsistensi kita. Harga-harga naik. Titik!"
Pembicaraan kedua suami istri itu selesai.
Kita kembali ke suasana ketika mereka dalam perjalanan mudik. Sudah waktunya mengisi bahan bakar. Mereka mengisi Premium di SPBU dengan penuh. "Lihat harga bensin sudah gila-gilaan," kata bapaknya.
"Sekarang premium seliter Rp6.450, pak. Tahun 2013 malah Rp6.500. Jadi gak naik harganya," seru anaknya.
"Itu kan kata koran. Bagi kita kader PKS harga bensin itu naik gila-gilaan. Pokoknya naik!," ujar bapaknya lagi.
"Ya, terserah bapak..." jawab anak-anaknya kompak.
Di kampung mereka mendapati desanya lebih maju. Jalan kecil. Desanya sudah tertata. Beberapa fasilitas umum lebih baik. "Ini berkat adanya dana desa, Mas. Jadi kita bisa membangun kelebutuhan masyarakat. Pak Jokowi itu memamg hebat. Bikin desa kita lebih maju," ujar seorang adik lelakinya yang masih menetap di kampung.
Mendengar info itu, lelaki tadi langsung naik pitam. "Dana desa itu bukan dari Jokowi. Itu rezeki dari Allah SWT, yang diturunkan ke desa ini."
"Tapi baru di zaman Pak Jokowi itu direalisasikan, Mas. Kita kan harus berterimakasih juga sama Presiden."
"Semua kehendak Allah, bukan kehendak Jokowi. Berterimakasihlah pada Allah."
"Iya, Mas," adeknya ngalah. Tapi dia meneruskan. "Pemilu nanti Mas milih Presiden siapa ya?"
"Anies," jawabnya mantap.
"Apa prestasinya, Mas?"
"Dia menyegel bangunan di pulau reklamasi."
"Lho di jaman Ahok sudak disegel, juga kan, Mas?"
"Itulah. Mana ada Gubernur yang menyegel lagi bangunan tersegel. Cuma Anies yang bisa. Kalau soal segel menyegel, Anies jagonya," katanya bangga.
"Jadi, nanti kita hanya boleh selfie-selfie di bangunan yang disegel ya, Pak?" Anaknya tetiba nimbrung obrolan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews