Maaf, Mereka-mereka Itulah yang Memang Butuh BPIP

Jumat, 8 Juni 2018 | 05:15 WIB
0
1130
Maaf, Mereka-mereka Itulah yang Memang Butuh BPIP

Kawan, ijinkan saya mohon maaf sebelumnya. Walaupun lebaran masih seminggu lagi, tapi jaman now di era gelapnya demokrasi, jangankan berpendapat, salah batuk aja kita bisa dikriminalisasi.

Beberapa hari ini saya lama merenung dan bertanya-tanya dalam hati, apakah saya, kami atau mereka yang butuh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP?

Tentu saja saya tidak sehebat Uda Karni Ilyas yang mampu mengundang banyak tokoh-tokoh luar biasa dan berdiskusi disiarkan televisi di ILC.

Saya cuma mampu merenung sehabis sholat subuh, dengan suasana damai yang membuat jiwaku tenang sambil menghirup manisnya aroma udara Nusantara yang bercampur bubuk emas Freeport di Papua, bau nikel dari tambang Morowali dan sedikit bau sangit batubara dari KPC Sangatta.

Saya sempat bingung, Kenapa di antara delapan orang anggota Dewan Pengarah BPIP yang ehm...uhuk...uhuk... dan sedikit huaccim... karena bergaji ratusan juta rupiah dan diketuai oleh Bu Megawati itu tidak masuk nama-nama tokoh dari pihak kita misalnya Ustadz Somad, Ustadz Felix, Pak Amien Rais, Rocky Gerung dan Yai Ustadz Tengku Dzulkarnain misalnya?

Kenapa harus Prof. Mahfud, Yai Aqil Siradj, Yai Ma'ruf Amin, Pak Try Sutrisno, Buya Syafii Ma'arif?

Kenapa harus... maaf 3 nama lagi saya lupa.

Ternyata saudara-saudara...

Ternyata jamaah Ustadz Somad memang sudah lulus Pancasila!

Jamaah Ustadz Felix, pengikut Pak Amien Rais, Fans Rocky Gerung dan jamaah Ustadz Tengku Dzul semuanya sudah lulus Pancasila.

Tinggal Jamaahnya Bu Mega, Prof. Mahfud, Buya Syafii Ma'arif, Yai Aqil Siradj dan tiga orang yang lainnya mungkin masih butuh bimbingan, karena Pancasila mereka masih sekedar slogan.

Sebagai Contoh, Partai Bu Mega adalah partai yang akhir-akhir ini kadernya lumayan banyak tersangkut masalah korupsi, menurut beberapa media selalu di nomor berprestasi di masalah Korupsi.

[irp posts="16553" name="Sedikit Catatan tenting Model Pelembagaan Pancasila"]

Misalnya saja baru-baru ini Bupati Purbalingga yang juga ketua DPC PDIP Purbalingga yang viral dengan salam metal ala Bu Ketum dan si Petugas Partai tertangkap tangan oleh KPK.

Tentu saja dengan alasan di atas saya mengerti kalau Bu Mega yang paling harus bekerja keras membina dan mengajari Pancasila kepada para pengikutnya.

Jadi jabatan Ketua Dewan Pengarah menurut saya sudah tepat.

Sedangkan penunjukkan Prof. Mahfud, Yai Aqil dan Yai Ma'ruf Amin juga sedikit banyak bisa saya pahami. Karena jamaah mereka khususnya Barisan Serba Nganu... menurut saya kurang intoleran dengan saudara-saudara sesama muslim yang beda ormas. Beberapa kali pengajian ulama-ulama atau Ustadz-ustadz yang dituduh wahabi misalnya Ustadz Felix mereka bubarkan dengan paksa.

Lucu juga sih, acara pengajian dibubarkan karena ngga dianggap Pancasilais sedangkan acara dangdutan mereka ikut goyang. Ternyata dangdutan lebih Pancasilais daripada ngaji....

Sedangkan Buya Syafi'i saya pikir cocok mewakili jamaah Ahoker, karena bukan rahasia lagi kalau selama ini beliau adalah "pendukung berat" Ahok. Bukan rahasia juga kalau selama ini pendukung Ahok walaupun merasa paling Pancasila tapi beberapa kali rusuh dan brutal.

Bahkan mereka pernah menghujat Pak Jokowi tanpa sebab.

Jadi dibutuhkan para sesepuh dan yang dianggap kepala suku untuk kembali mengajarkan Pancasila kepada para jamaah dan pengikut mereka yang sudah jauh melenceng dari nilai-nilai luhur berbudaya dan berbangsa lewat Ideologi Pancasila.

Saya pikir demikian juga dengan Pak Try Sutrisno sebagai sesepuh PKPI dan tiga tokoh yang lainnya memang diperlukan untuk mendidik para pengikut dan jamaah mereka sendiri untuk kembali menjadi manusia Pancasilais sejati.

Sedangkan kita-kita, jamaah Ustadz Somad, Jamaah HRS dan Ulama lainnya, Pengikut Pak Prabowo, Fans Pak Amien Rais, Kader Partai Tirik Yaluk, kader PKS dan para oposisi lainnya sudah membuktikan pernah demo terbesar sejak Indonesia merdeka dengan 7 juta Umat, tapi bisa berlangsung begitu tertib, indah, damai, bersih dan rapi. Persis dipedoman dan panduan ibu PKK.

Tentu saja karena ideologi Pancasila sudah menyatu dan mengalir didalam darah kita. Jadi tidak perlu teriak-teriak kencang "Saya Indonesia-Saya Pancasila", karena biasanya air beriak tanda tak dalam.

Piye karepmu, Jal?

Sudah pada paham kan, tiinnnng...tiinnnng...

***