Mako Brimob Lebih Cocok Jadi Tahanan Koruptor, Bukan untuk Teroris

Rabu, 9 Mei 2018 | 20:48 WIB
0
689
Mako Brimob Lebih Cocok Jadi Tahanan Koruptor, Bukan untuk Teroris

“Innalilahi wainnailahi roji’un”

Akibat kerusuhan di Mako Brimob, Depok, lima anggota Brimob atau Densus gugur oleh tahanan teroris. Tentu ini berita yang sangat menyedihkan.

Kejadian kerusuhan terjadi pada Selasa malam, pemicunya menurut Humas Polri M Iqbal adalah masalah sepele, yaitu soal “makanan.” Kalau orang Jawa bilang “sepele dadi gawe” atau hal yang awalnya kecil atau sepele malah menjadi pemicu yang lebih besar.

Seorang tahanan teroris meminta atau menanyakan titipan makanan dari keleuarganya kepada pihak petugas karena makanan tahanan harus mengikuti prosedur pemeriksaan, tahanan teroris jadi marah. Dan membuat keributan dalam penjara dengan berteriak-teriak yang memancing tahanan yang lain ikut terprovokasi.

Para tahanan secara ramai-ramai menjebol dinding tahanan dan pintu dan berhamburan keluar tahanan. Para tahanan teroris merebut senjata petugas dan masuk ruang penyidikan yang saat itu pihak penyidik lagi menyelesaikan berkas penyidikan untuk 3 teroris yang sehari sebelumnya ditangkap oleh Densus di Kabupaten Bogor. Dan menembak mati dengan senjata yang direbut dari petugas.

Tiga penyidik Densus yang gugur adalah Ipda Rospuji, Bripka Denny dan Briptu Fandi.

Sebenarnya kasus kerusuhan di Mako Brimob Depok ini sudah terjadi untuk kedua kalinya. Pada bulan Desember 2017 penyebab kerusuhan yaitu razia telepon seluler yang dilakukan oleh petugas kepada para tahanan teroris. Mereka tidak terima dan membuat onar di dalam tahanan.

Bahkan pada Selasa malam waktu terjadi kerusuhan para tahanan teroris juga melakukan live instagram. Dan beredarlah foto-foto para teroris yang bikin ulah dalam tahanan.

Ini artinya, pihak petugas Brimob kecolongan atau tidak ketat terhadap barang bawaan para tahanan yang diselundupkan oleh pihak penjenguk ,apakah pihak keluarga atau saudara.

Bagaimana bisa tahanan teroris bisa membawa telepon seluler dalam tahanan dan ini bukan tahanan biasa, tapi tahanan teroris.

Dan kalau dilihat dari struktur bangunan tahanan para teroris di Mako Brimob Depok memang tahanan ini tidak memenuhi standar tahanan untuk para teroris, tapi cocok untuk tahanan para koruptor yang cenderung tidak brutal secara fisik.

Karena teralis besi hanya di goyang secara ramai-ramai oleh para tahanan teroris udah jebol dindingnya. Dan pada kerusuhan yang pertama para tahanan juga menjebol dinding tahanan hanya dengan digoyang-goyang saja.

Dan menahan para teroris dalam satu ruangan atau blok yang di isi lebih dari 15 orang sama saja menjadi kekuatan bagi para teroris. Dan cenderung melawan dengan petugas karena jumlahnya banyak.

Gugurnya anggota Brimob ini tentu sangat menyedihkan karena tewas atau gugur di dalam Markas Besarnya sendiri dan dengan senjatanya sendiri yang direbut oleh para teroris. Mereka gugur bukan dalam aksi baku tembak dalam memburu para teroris di hutan atau aksi menggrebek tempat persembunyian para teroris.

Bagaimanapun, para teroris ini pendidikan dasarnya adalah militer dan mereka juga diajari cara merebut senjata dari pihak aparat. Tentu dengan manfaatkan kelengahan para petugas. Ini pukulan telak untuk Densus atau anggota Brimob. Yang biasanya menembak mati para teroris, sekarang malah jadi korban para teroris yang sudah ditangkap.

Para tahanan teroris sekalipun dalam tahanan dengan penjagaan ketat, tetap membahayakan kalau petugas lengah bisa membawa kematian bagi petugas sendiri.

Para tahanan teroris tidak takut mati karena kematian justru sesuatu yang ditunggu-tunggu untuk menjadi mati syahid dan dapat imbalan 72 bidadari di surga.

Gugurnya anggota Brimob seakan menjadi penyemangat bagi para teroris dan simpatisan yang setuju dengan cara para teroris. Lihat saja mereka langsung menyebarkan berita-berita atau foto-foto yang diperoleh dari para tahanan teroris.

Densus harus mengevaluasi dan memperbaiki prosedur penanganan tahanan teroris. Seperti begitu mudah senjata direbut oleh para tahanan teroris.

Bahkan mereka berani menyandera anggota Densus lainnya, yaitu Iwan Sarjana dan disandera di Markas Brimob. Sandera ini dijadikan tuntutan oleh para tahanan teroris untuk memenuhi tuntutan yang diajukan oleh para teroris. Ini aneh tapi nyata.

Bahkan untuk membebaskan anggota Densus yang di sandera, ternyata tidak mudah, harus dilakukan negosiasi yang persuasif untuk menghindari jatuh korban lagi. Karena para tahanan teroris masih memegang senjata yang direbutkan. Sampai tulisan diturunkan, sandera anggota Densus belum dilepaskan oleh para tahanan teroris.

Karena tuntutan para tahanan teroris semakin melebar, padahal pemicu awalnya soal makanan. Inilah momentun yang seakan dimanfaatkan oleh para teroris.

Mudah-mudahan anggota Densus yang disandera bisa bebas dengan selamat.

***