Yang Harus Di-"Outsourcing" itu Seharusnya Wakil Rakyat

Selasa, 8 Mei 2018 | 14:59 WIB
0
701
Yang Harus Di-"Outsourcing" itu Seharusnya Wakil Rakyat

Dalam peringatan hari buruh kemarin, salah satu tuntutan buruh adalah penghapusan sistem outsourcing. Sistem ini dianggap merugikan karena hanya kontrak kerja yang tiap tahun harus diperbarui dan tidak memberi kepastian kerja. Gaji yang mereka terima harus masuk ke perusahaan atau penyalur, setelah itu di potong sekian persen untuk perusahaan penyalur. Baru setelah itu perusahaan penyalur mentransfer gaji setelah dipotong kepada pekerja.

Perusahaan pengguna jasa  outsourcing juga boleh mengajukan komplain atau pergantian pekerja kalau dianggap kinerjanya tidak baik kepada perusahaan jasa outsoursing.

Naah, menurut pendapat saya, seharusnya yang di outsourcing itu adalah para wakil rakyat, baik wakil rakyat pusat dan wakil rakyat daerah. Kenapa demikian? Karena calon wakil rakyat atau wakil rakyat sejatinya adalah pekerja dari partai politik. Tanpa partai politik tidak mungkin para calon wakil rakyat atau wakil rakyat bisa menjadi wakil rakyat. Karena partai politik adalah wadah dan sarana untuk menjadi wakil rakyat.

Beda dengan calon kepala daerah, selain lewat partai politik, ada jalur independen. Nah, kalau wakil rakyat tidak ada jalur independen seperti calon kepala daerah. Kecuali Fahri Hamzah saat ini ia wakil rakyat independen.

Jadi partai politik seperti perusahaan jasa untuk menyediakan wakil rakyat yang benar-benar membela kepentingan rakyat, yang berkualitas tinggi, disiplin dan tidak malas untuk hadir dalam setiap persidangan atau tugas sehari-hari.

Tidak seperti sekarang, wakil rakyat kualitasnya di bawah standar atau wakil rakyat kualitas abal-abal, jarang hadir dalam setiap sidang paripurna, jarang hadir atau absen, malah suka nitip absen, pembahasan undang-undang suka molor, bahkan tingkat kehadiran dari semua partai dibawah 50%.

Bahkan dalam sidang paripurna untuk pengesahan undang-undang yang tidak hadir 300 lebih wakil rakyat dari 560 wakil rakyat. Massa reses juga tidak jelas, apakah benar-benar turun kemasyarakat menyerap aspirasi atau malah  tidur di rumah.

Kalau ingin memperbaiki kualitas wakil rakyat, partai-partai politik harus berubah tidak bisa seperti saat ini. Salah satu untuk memperbaiki kualitas wakil rakyat, yaitu dengan menerapkan sistem "outsourcing".

Jadi para calon wakil rakyat diseleksi terlebih dahulu seperti membentuk panitia khusus yang di isi orang-orang akademis yang kredibilitasnya dan rekam jejaknya tidak diragukan. Tugasnya untuk menyeleksi calon wakil rakyat. Semua partai politik harus melakukan ini kalau ingin memperbaiki sistem perekrutan calon wakil rakyat. Baru setelah di seleksi, hasil dari seleksi diserahkan ke partai politik. Dan hasil seleksi itulah yang nanti jadi calon wakil rakyat untuk dipilih oleh masyarakat.

Setelah dipilih dan menjadi wakil rakyat,kinerja wakil rakyat harus dipantau oleh partai politik (perusahaan outsourcing) apakah wakil rakyat ini rajin dalam sidang tingkat kehadiran rajin atau sering bolos. Partai politik harus berani menegur atau memberi peringatan kepada wakil rakyat yang malas dan tingkat kehadirannya sangat rendah.

Dan partai politik harus berani menarik atau Pergantian Antar Waktu bagi wakil rakyat yang malas. Jadi kalau ada wakil rakyat yang malas lebih baik di ganti saja. Hanya dengan cara ini wakil rakyat bisa diperbaiki.

Tapi cara di atas belum cukup untuk bisa membenahi atau merubah perilaku wakil rakyat, sistem penggajian wakil rakyat harus juga dirubah. Kalau selama ini sistem penggajian wakil rakyat masuk langsung ke rekening para wakil rakyat. Nah, karena ingin meniru sistem outsourcing, maka gaji para wakil rakyat harus masuk ke partai politik yang menaungi para wakil rakyat ini. Mirip perusahaan outsourcing.

Setelah gaji masuk kerening partai politik, maka partai politik memotong 15 persen atau bisa lebih gede lagi, sesuai aturan partai, pemotongan gaji ini untuk iuran partai.

Dan apabila kinerja wakil rakyat yang bersangkutan setiap bulannya malas hadir atau tingkat kehadirannya kurang, partai politik boleh memotong lagi gaji wakil rakyat ini,setelah di potong iuran partai.

Setelah itu baru ditransfer ke rekening para wakil rakyat. Kalau cara ini diterapkan akan membuat para wakil rakyat takut atau tidak setuju dengan sistem ini. Karena gaji masuk ke rekening partai terlebih dahulu. Karena wakil rakyat tak ubahnya seperti pekerja outsourcing, yang bisa diputus kontrak kalau kinerjanya rendah atau tidak memenuhi syarat. Tapi apakah partai politik berani menerapkan sistem ini?

Pendapatan atau sumber pendanaan suatu partai berasal dari iuran para anggotanya atau dari wakil rakyatnya yang menaunginya. Yang setiap bulan harus membayar iuran wajib partai ini.

Tetapi partai politik juga harus berbenah dan berubah kalau sistem outsourcing untuk para wakil rakyat diterapkan, yaitu sistem keuangan suatu partai harus seperti perusahaan Tbk atau Terbuka, yang bisa diakses oleh semua masyarakat. Arus kas atau pendapatan atau pengeluaran partai harus tercatat secara benar, menurut sistem keuangan modern atau standar akuntansi, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan(PSAK).

Jadi harus ada keterbukaan informasi, kalau partai ingin menjadi partai modern dan mendapat kepercayaan dari masyarakat atau publik. Dana-dana sumber partai yang tidak jelas atau terkait korupsi juga bisa di pantau, kalau partai politik menerapkan standar akuntansi dan keterbukaan informasi.

Sistem ini bisa diterapkan kalau semua partai sepakat dan mengajukan perubahan sistem penggajian kepada pemerintah lewat Sekjen DPR. Hanya dengan cara ini wakil rakyat bisa di tertibkan atau lebih disiplin, tidak lagi malas. Inipun partai politik yang menaunginya juga harus tegas kepada wakil yang rakyat yang kualitasnya abal-abal. Wakil rakyat yang abal-abal jangan menjadi wakil rakyat,bukan membenahi sistem, malah merusak sistem.

Sudah saatnya dan waktunya wakil rakyat di outsourcing!!

***