Bola Salju Menggelinding, Realisasi P2SEM Bakal Jerat Banyak Pihak

Jumat, 4 Mei 2018 | 14:58 WIB
0
661
Bola Salju Menggelinding, Realisasi P2SEM Bakal Jerat Banyak Pihak

Empat pihak dilaporkan Fathorrasjid, Ketua DPRD Jatim (2004-2009) terkait kasus P2SEM, yaitu Imam Utomo (mantan Gubernur Jatim) selaku Penanggungjawab Pelaksanaan P2SEM, Soekarwo-Saifullah Yusuf (Penerima Dana P2SEM sebagai paslon cagub-cawagub);

Soenyono (pejabat Pembuat Komitmen dan Kuasa Pengguna Anggaran); Dan, 98 anggota DPRD Jatim periode 2004-2009 sebagai Perekom sekaligus Penerima Dana P2SEM. Adakah yang menyimpang dari pelaksanaan P2SEM di lapangan?

Adanya Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Provinsi Jawa Timur pada 2008 didasari Pergub Jatim Nomor 72 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Provinsi Jatim Tahun 2008.

Pergub itu ditandatangani Gubernur Imam Utomo, 22 Agustus 2008. Sebelumnya, dinamika yang terjadi di Jatim dengan segenap potensi dan permasalahannya menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam proses pengelolaannya.

Dinamisasi itu terlihat jelas ketika menghadapi persoalan dan permasalahan yang spesifik dan memerlukan penanganan yang cepat dan segera (force majeur). Apalagi, berkenaan dengan kondisi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Jatim pada Tahun Berjalan 2008.

Terutama, terkait dengan kenaikan harga BBM yang mengakibatkan kontraksi ekonomi dan dinamika sosial, maka pada tahap Perubahan APBD Tahun 2008, Pemprov Jatim melakukan intervensi kebijakan penanganan masalah ekonomi dan sosial.

Hal itu dilakukan sebagai bagian dari kontribusi Pemda terhadap kebijakan yang dilakukan Pemerintah Pusat. Intervensi dilakukan melalui hibah dalam bentuk P2SEM yang meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu: Program penciptaan lapangan kerja; Program peningkatan daya beli; Program penanganan masalah sosial.

Susunan kalimat dalam paragrap di atas, itulah yang menjadi latar belakang lahirnya P2SEM. Paragrap itu diambil dari Lampiran Pergub Jatim Nomor 72 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum P2SEM Provinsi Jatim Tahun 2008.

Dalam Pedoman Umum P2SEM itu ditentukan, kelompok atau lembaga penerima program:  kelompok masyarakat, lembaga kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan swasta, dan lembaga lainnya yang diperbolehkan sesuai aturan perundangan.

Diatur pula mekanisme penyaluran dan pencairan dana. Bantuan dana kegiatan P2SEM ini disalurkan langsung ke rekening kelompok sasaran atau penerima bantuan, yang sebelumnya telah mengajukan proposal dan menandatangani Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

Sehingga, perkara P2SEM Jatim 2008 kurang tepat jika dimasukkan sebagai kategori tindak pidana korupsi terhadap lembaga atau perseorangan penerima hibah, hal itu karena penerima hibahmerupakan warga swasta biasa dan bukan pegawai negeri atau pejabat publik/Negara.

Apalagi mekanisme pengucuran anggaran P2SEM dilakukan secara hibah yang diikat melalui NPHD, sehingga berlakulah hukum perjanjian hukum perdata, yakni sesuai Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang merupakan pemberian cuma-cuma.

Tata kelembagaannya pun diatur sedemikian rupa untuk menghindari penyalahgunaan, mulai Tim Koordinasi (TK) Provinsi yang terdiri atas Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Provinsi, Sekretariat Tetap (Sektap) Provinsi, dan Tim Asistensi yang beranggotakan tenaga ahli, setelah itu ke Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) di Jatim dan berlanjut ke Sektap Kabupaten/Kota.

Kegiatan P2SEM dianggarkan dalam APBD melalui belanja Hibah, kode rekening 51405001 sebesar Rp. 1.475.452.300.000,- dan realisasi sampai dengan 31 Desember 2008 sebesar Rp. 1.283.926.009.927,-

Data diperoleh dari laporan atas kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Jatim Tahun Anggaran 2008, oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jatim pada 25 Mei 2009.

Namun, ujung-ujungnya teryata di lapangan P2SEM ini banyak bermasalah, diselewengkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, mulai dari pelaksanaan program yang tidak jelas sampai dugaan LSM Fiktif.

Yang lebih mencengangkan rekomendasi yang dikeluarkan anggota dewan (DPRD Jatim) untuk lembaga penerima teryata banyak yang diperdagangkan. Tak sedikit para wakil rakyat tersebut melalui para makelar proposal momotong dana yang diperoleh, sebagai kompensasi diberikannya rekomendasi.

Sudah menjadi rahasia umum, tak tanggung-tanggung anggota dewan meminta bagian 70 %, 30 % sisanya untuk lembaga penerima. Mereka yang seharusnya menjadi pengontrol program pemerintah malah ikut-ikutan terlibat dalam pelaksanaan program.

Mantan Ketua DPRD Jatim Fathorrasjid sudah masuk bui dan menjalani hukuman selama 4,5 tahun atas sangkaan korupsi. Tidak hanya itu. Bak bola liar kasus ini juga banyak menerjang pihak-pihak penerima hibah (terutama LSM) hampir di seluruh Jatim.

Muhammad Yasin (Anggota Sektap P2SEM Jatim, Korwil IV meliputi Madura, Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo) ketika dimintai keterangan sebagai saksi dalam satu kasus P2SEM di PN Bangkalan menyatakan, seluruh kabupaten-kota di Jatim lebih dari seratus lembaga yang dicairkan.

Dari seratus lebih lembaga tersebut Muhammad Yasin telah dimintai keterangannya sebagai saksi untuk Korwil IV saja, Pamekasan satu perkara, Bangkalan tiga perkara, Sidoarjo tiga perkara, Surabaya lima perkara, dan Sampang satu perkara.

Pertanyaannya sekarang, hal apa yang dapat diambil sebagai sebuah evaluasi atau catatan dari P2SEM tersebut. Dilihat dari pedoman umum tidak tepat apabila P2SEM ini berbentuk atau setidaknya disebut bantuan dana hibah.

Lampiran Pergub 72 Tahun 2008 tentang Tugas dan Tanggung jawab Lembaga Penerima jo Pasal 3 ayat (3) NPHD berbunyi, Penerima Hibah wajib menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada Gubernur melalui Sektap Provinsi.

Penerima P2SEM tersebut menerima bantuan dalam bentuk bantuan kegiatan sebagaimana proposal, dan dibebani kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban. Dari alur seperti itu sudah tidak tepat jika P2SEM ini menggunakan instrumen hibah, lebih tepat menggunakan instrumen kerjasama/parthership.

Satu lagi catatannya, P2SEM ini dijalankan tidak sebagaimana aturan yang ada (Pergub 72 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Pergub 137 Tahun 2008). Dalam Lampiran Pergub 72 Tahun 2008 diatur mekanisme penyaluran P2SEM.

Yaitu, kelompok sasaran atau penerima bantuan mengajukan Surat Permohonan Pencairan Dana kepada Gubernur dilengkapi dengan Proposal/RAB, rekening, dan legalitas lembaga penerima melalui Sektap Provinsi pada Bapemas.

Sebelum diajukan, proposal itu diverifikasi kelengkapan dan kebenarannya oleh Bakorwil tingkat daerah. Bapemas lantas melakukan seleksi administrasi pencairan dana. Selanjutnya diajukan kepada Gubernur untuk ditetapkan dalam Surat Keputusan (SK).

Biro Keuangan kemudaian mencairkan anggaran dengan menstranfer ke rekening penerima hibah. Setiap lembaga penerima wajib memberikan laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Dana kepada Bapemas.

Namun, kenyataan di lapangan berbeda. Berdasarkan keterangan sejumlah pihak yang terlibat (anggota Bakorwil, Bapemas, maupun Staf Sekretariat Dewan) pada saat diperiksa di depan persidangan diperoleh penjelasan.

Bahwa penetapan atau pemilihan lembaga penerima P2SEM didasarkan pada Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) yang dilakukan oleh anggota DPRD Jatim, yang tertuang dalam bentuk rekomendasi.

Padahal dalam Pergub tidak ada satu pasal yang menyebut keterlibatan wakil rakyat itu dalam urusan memberi rekomendasi. Tanpa ada rekomendasi pengajuan proposal permintaan dana P2SEM tidak akan disetujui. Di dalam rekomendasi tersebut telah jelas tertera nama lembaga penerima, nama kegiatan, dan jumlah dana yang diberikan.

Hasil rekomendasi direkap oleh sekertariat dewan dan dikirim ke Sektap Provinsi, dalam hal ini Bapemas Jatim, untuk diproses dalam penyusunan Keputusan Gubernur tentang Lembaga Penerima Hibah P2SEM.

Sektap kemudian mengajukan Draf Surat Keputusan melalui Biro Hukum Sekretariat Daerah  Provinsi (Sekdaprov) untuk dikoreksi penulisannya untuk selanjutnya ditetapkan menjadi SK Gubernur Jatim.

Setelah SK keluar, barulah lembaga penerima diminta untuk menyerahkan Proposal/RAB, rekening, dan legalitasnya dihimpun oleh staf Sekretariat Dewan yang telah ditugaskan berdasarkan perintah lisan dari Ketua Dewan. Untuk kemudian diteruskan ke Bapemas Jatim.

[irp posts="14962" name="Nama “KarSa”, Paslon Pilkada 2008 Disebut dalam Kasus P2SEM"]

Oleh karena proposal diajukan setelah terbitnya SK, setelah diteliti Sektap ternyata banyak terjadi kesalahan, alamat yang tidak sesuai dengan SK, nama lembaga yang berbeda dengan SK, sampai dengan jumlah nominal bantuan dananya.

Menurut laporan BPK, dana P2SEM digunakan tak sesuai dengan Tujuan. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK secara uji petik atas dokumen Surat Pertanggungjawaban diketahui, ada 5 kegiatan P2SEM yang digunakan untuk kegiatan di luar yang seharusnya.

Seperti, kegiatan untuk pelatihan saksi pemilu, pendidikan demokrasi bagi pemuda, pelatihan pendewasaan demokrasi pemuda, dan workshop pendidikan demokrasi dengan dana sebesar Rp 340.000.000,- yang harusnya digunakan untuk kegiatan yang menyangkut peningkatan kesejahteraan sosial dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Penggunaan dana yang tidak sesuai dengan tujuan karena adanya kekurangcermatan Sektap saat melakukan verifikasi. Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Jatim agar memperingatkan Sektap untuk lebih cermat lagi dalam melakukan verifikasi.

Saiful Anam, seorang advokat yang pada 2009 mengambil Program Pasca Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya pun pernah menuangkannya dalam sebuah tulisan: Inkonsistensi Penerapan Hukum Terhadap Perkara P2SEM Provinsi Jatim Tahun 2008.

***