Kembalikan CFD sebagai Pelepas Stres, Bukan Ajang Kampanye Politik!

Senin, 30 April 2018 | 08:57 WIB
0
966
Kembalikan CFD sebagai Pelepas Stres, Bukan Ajang Kampanye Politik!

Car Free Day atau jalan yang bebas dari lalu-lalang kendaraan, khususnya mobil dan sepeda motor. CFD pertama kali dilaksanakan atau di ujicoba di Ibukota Jakarta. Setelah itu baru di kota-kota lain atau daerah lain yang setiap minggu juga mengadakan CFD.

Jakarta sebagai ibukota setiap harinya penuh dengan kemacetan di setiap ruas jalan apalagi jalan-jalan utama ibukota. Hal ini menambah tingkat stress warga ibukota semakin tinggi,dan mudah tersulut emosi, lihat saja hanya disalip atau saling tatap mata saja bisa  berantem di tengah jalan.

Nah, karena tingkat stress warga ibukota yang tinggi, maka pemerintah DKI mengadakan CFD yang dilaksanakan tiap hari minggu, hanya beberapa jam saja. Tujuannya diadakan CFD salah satunya untuk menghilangkan penat atau menghilangkan stress akibat rutinitas pekerjaan di ibukota.

Jadi dengan diadakan CFD ini masyarakat bisa beraktivitas di jalanan dengan santai, bisa mengajak keluarga sekedar jalan-jalan dan menghirup udara yang bebas dari asap kendaraan. Atau untuk olah raga seperti badminton di jalanan atau bermain bola dan bersepeda dengan komunitasnya.

Atau bagi penjaja makanan juga bisa jualan dalam acara CFD,jadi tujuan diadakan CFD adalah menyediakan tempat untuk aktifitas masyarakat yang sifatnya untuk kesenangan untuk menghilangkan stress akibat beban pekerjaan dan tempat para jomblo untuk mengundi nasib di jalanan, siapa tahu dapat kenalan atau tempat bersosialisasi dari berbagai komunitas.

Tetapi semenjak akan diadakan Pilkada DKI tahun lalu, CFD jadi ajang sosialisasi dari salah satu calon pasangan wakil gubernur yang saat ini terpilih menjadi wakil gubernur. Pada waktu itu yang bersangkutan belum menjadi calon resmi yang akan menjadi calon wakil gubernur.

Tetapi sudah bersosialisasi dalam acara CFD. Acaranya yaitu bersih-bersih sampah botol minuman kemasan, bahkan semakin berani setelah yang bersangkutan resmi menjadi calon wakil gubernur dengan mengerahkan massa berseragam partai tertentu, mengadakan acara baris-berbaris di acara CFD. Tentu pada waktu itu alasanya bukan acara kampanye, tetapi dikemas dalam acara yang sifatnya spontanitas dari para relawan.

Dari sinilah awal mula CFD terkontaminasi acara-acara masyarakat yang membawa misi atau pesan politik.

Apalagi sekarang adalah tahun politik, sekalipun pilpres masih lama, tapi mesin-mesin partai atau relawan atau simpatisan sudah mulai memanaskan mesinnya dalam acara CFD, yang seharusnya terbebas dari acara politik atau pesan politik.

Seminggu yang lalu dalam CFD sudah ada relawan yang menjual kaos dengan tulisan yang bermacam-macam dan aman-aman saja. Sebenarnya juga tidak boleh dalam CFD untuk hal-hal yang demikan.

Nah, minggu kemarin para relawan dari dua kubu dengan massa yang banyak bersosialisasi dengan membawa misi atau pesan politik masing-masing. Bahkan saling intimidasi dan provokasi. Hal ini menjadikan CFD menjadi ajang kampanye untuk mengkampanyekan calon tertentu, masing-masing calon.

Pernah kemarin dalam tulisan PepNews, juga menuliskan sifat dan karakter para relawan. Salah satunya sifat pendukung calon tertentu yang begitu agresif dan provokatif dalam media sosial. Mereka sangat militan dan kompak dan sangat agresif seperti kucing kawin.

Ternyata sifat agresif atau provokasi bukan hanya dalam media sosial, di dalam lapangan mereka juga sangat agresif seperti dalam media sosial. Mereka sangat kompak dan satu misi atau satu suara.

Pemerintah DKI Jakarta harus tegas dan mengembalikan niat awal diadakannya CFD, harus menghentikan acara-acara politik dalam CFD. Tetapi kalau tidak bisa, lebih baik CFD untuk sementara waktu dihentikan saja sampai pilpres 2019 selasai. Akan lebih banyak mudharotnya kalau tetap diadakan CFD.

Karena ini tahun politik, para relawan akan mencari tempat atau celah untuk bersosialisasi lewat pesan-pesan politik.

Kalau tiap minggu dalam CFD di penenuhi oleh para relawan untuk mengkampanyekan para kandidat pilpres, bisa-bisa akan terjadi benturan dan tidak mungkin akan menimbulkan bentrok massal. Nanti seluruh kota di Indonesia akan mengikuti pola Jakarta, meniru pola keberhasilan gubernur yang sukses berkampanye di DCD ini.

Sebenarnya relawan-relawan ini kreatif dalam hal positif seperti membuat kaos dengan pesan-pesan tertentu dan ini tidak masalah asal tidak saling menjelekkan dan provokasi.

Dan para relawan ini sifatnya mandiri atau tidak terikat dengan dengan partai. Jangan sampai antar relawan malah ribut sendiri, toh kalau yang didukung menjadi pejabat, nasib mereka juga  tidak akan berubah,Jadi sewajarnya saja,tidak usah saling olok-mengolok,nanti kalau dibalas bisa sakit hati.

Belajarlah dari asu alias anjing. Asu kampung itu biasanya agresif dan mudah menyalak atau jegok (Jawa) dan asu kampung kalau dikasih "balung" (tulang) itu akan jadi rebutan antar asu tersebut, padahal itu tulang yang tidak ada dagingnya lagi, balung atau tulang sudah jatuh diambil ASU yang lain, dikejar dan jatuh lagi tulangnya, terus diambil lagi oleh asu yang lain, begitu seterusnya. Pengin kowe jadi asu?

Apakah para relawan atau simpatisan ingin menjadi seperti asu kampung tersebut?

Asu... dahlah!

***