Siapa yang tak mengenal sepak terjang Abraham Samad dalam pemberantasan korupsi? Dari pejabat kepala daerah sampai menteri pernah ia jadikan tersangka. Dan komitmen mantan ketua KPK ini dalam memimpin antirasuah tidak usah diragukan. Tidak pandang bulu, siapa pun dia sikat, asal ada dua alat bukti untuk menjadikan seorang menjadi tersangka.
Hanya, karena sedikit "ugal-ugalan" alias terlalu berani, Abraham Samad dan Bambang Widjayanto akhirnya dijadikan tersangka oleh mantan Kabareskrim Budi Waseso atau Buwas. Karena dalam aturan kalau seorang pimpinan KPK menjadi tersangka, maka harus mengundurkan diri. Abraham Samad dan Bambang Widjayanto akhirnya mengundurkan diri.
Sebenarnya masalah yang menjadikan dua pimpinan KPK menjadi tersangka adalah masalah lama dan terkesan mencari-cari supaya dua pimpinan KPK itu menjadi tersangka. Ini Cicak-Buaya jilid dua.
Abraham Samad sewaktu menjadi pimpinan KPK juga pernah diperiksa oleh komisi Etik internal KPK karena diduga telah membocorkan sprindik calon tersangka ke wartawan atau presenter media televisi. Tetapi waktu diperiksa olek komisi Etik KPK dan diminta menyerahkan ponsel untuk diperiksa isinya, apakah benar sprindik itu bocor berasal dari ponsel Abraham Samad, yang bersangkutan tidak mau menyerahkannya dengan alasan ia bukan seorang koruptor dan tidak mau diperlakukan seperti tersangka atau koruptor.
Sampai akhirnya komisi Etik KPK tidak berhasil untuk memeriksa ponsel Abraham Samad, apalagi mendapatkan keterangan dari yang bersangkutan.
Padahal sebagai seorang pimpinan KPK harusnya tahu dan paham bahwa komisi Etik KPK hanya memeriksa masalah etik, bukan untuk menjadikan tersangka. Hanya ingin mencari apakah ada pelanggaran yang dilakukan oleh Abraham Samad sebagai pimpinan KPK.Toh kalau tidak merasa membocorkan pasti tidak akan keberatan ponselnya untuk diperiksa. Sama halnya dengan para koruptor, tidak usah takut diperiksa kalau tidak merasa melakukan korupsi.
Naah, dalam acara di Jogjakarta Abraham Samad mengatakan bahwa mantan pimpinan KPK tidak boleh menduduki posisi menteri di pemerintahan dan menurutnya jika mantan ketua KPK menerima jabatan menteri maka akan menurunkan marwah lembaga anti rusah tersebut.
Seperti yang dikatakan Abraham Samad dalam acara "Abraham Samad Bicara Arah Bangsa ke Depan," di Sleman Jogjakarta. "Ketua KPK lebih tinggi dari menteri,KPK itu marwahnya dimana,di atas menteri,nanti marah anak-anak di KPK kalau saya menurunkan marwah KPK," kata Abraham Samad saat ditanya apakah bersedia jika dipinang menjadi menteri, Minggu 16 April 2018.
Pendapat Abraham Samad ini tentu pendapat pribadi dan tidak ada aturan kalau seorang mantan pimpinan KPK tidak boleh menerima jabatan atau menjadi menteri. Hanya karena alasan bahwa jabatan ketua atau pimpinan KPK adalah lebih tinggi dari seorang menteri.KPK adalah lembaga penegak hukum, tentu yang disasar adalah pejabat negara yang melanggar hukum tidak peduli apa jabatannya, sedangkan seorang menteri adalah jabatan politik di bawah presiden.
Juga tidak benar kalau seorang mantan pimpinan KPK menerima atau menjadi menteri akan menurunkan marwah lembaga anti rusah ini.Masak gara-gara menjadi menteri terus pamor atau wibawa KPK jadi turun?
Abraham Samad juga menjelaskan alasanya kenapa menolak menjadi seorang menteri, yaitu sewaktu menjadi ketua KPK ia mampu menangkap sejumlah menteri dalam kasus korupsi. Bahkan Abraham Samad memberi alasan lainya, "Jangan sampai anak-anak di KPK tersinggung ketika saya memposisikan diri saya sebagai menteri, kok Pak Abraham men-down grade lembaga KPK," Jelasnya.
Nah, SEANDAINYA pada waktu menjadi ketua KPK Abrahan Samad dan pimpinan lainnya pernah menjadikan tersangka seorang Presiden dan Wakil Presiden, kira-kira alasan atau alibi apa yang akan digunakan Abraham Samad? Bisa-bisa ia tidak ingin menjadi menteri dan presiden atau wakil karena alasannya pernah menjadikan mereka semua menjadi tersangka. Alasan yang sangat lemah dan ini "off side"-nya Abraham yang lumayan fatal.
Bahkan menurut Abraham Samad dirinya juga pernah diminta partai politik di Sulawesi Selatan untuk menjadi calon gubernur, tapi tawaran itu juga ditolaknya dengan alasan seperti di atas, akan menurunkan marwah lembaga antirasuah tersebut.
Terus jabatan apa yang tidak menurunkan lembaga anti rusah tersebut dan malah bisa menaikkan marwah lembaga tersebut?
Rupanya Abraham Samad ingin menjadi calon capres dan cawapres pada pilpres 2019. Sebenarnya nama Abraham Samad pada pipres 2014 juga masuk bursa cawapres Jokowi, malah ia menjadi calon yang hampir mendampingi Jokowi, tetapi di menit-menit terakhir namanya tersingkir dan digantikan oleh Jusuf Kalla.
Konon, menurut kabar burung terpentalnya atau tersingkirnya nama Abraham Samad karena pengaruh wakil Kapolri pada waktu itu Budi Gunawan yang sekarang Kepala BIN. Dan gara-gara ini Abraham kecewa dan membalas pada waktu Budi Gunawan mau dilantik menjadi Kapolri, yaitu Budi Gunawan menjadi tersangka satu hari sebelum dilantik. Dari sinilah awal mula perseteruan KPK dan Polri dan akibatnya Abraham Samad serta Bambang Widjayanto harus angkat kaki dari lembaga antirasuah KPK.
[irp posts="14486" name="Abraham Samad dan Suara Arus Bawah"]
Sampai saat ini status tersangka dari dua mantan pimpinan KPK sepertinya belum dicabut dari Kepolisian, beda sama dengan kasus Cicak Buaya, dua pimpinan KPK waktu itu terselamatkan oleh presiden SBY lewat "Deponering." Demikian juga Abraham Samad yang terselematkan status yang sama.
Kembali ke Abraham soal niat menjadi capres atau cawapres!
Menurut Abraham Samad, ia tidak menampik apabila ada kesempatan untuk menjadi calon presiden ataupun wakilnya. Bahkan sudah ada dua partai politik yang mendekatinya.
Untuk menjadi capres atau cawapres, Abraham Samad harus mempunyai kendaraan politik, yaitu partai pengusung. Tanpa itu hanyalah keinginan atau cita-cita yang tidak akan tercapai.
Dan Abraham Samad mengeluarkan kata bijaknya, "Tidak satu pun warga negara yang ketika diberi amanah dia menolaknya, kalau dia menolak berarti dia lari dari tugas dan pantangan bagi saya."
Jadi cukup jelas di sini bahwa Abraham Samad tidak tertarik dengan jabatan menteri, tetapi kalau jabatan capres dan cawapres ia tidak sanggup menolaknya karena itu amanah.
Beda Abraham Samad, beda juga dengan mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo. Sama-sama mantan pimpinan lembaga tinggi dan sama-sama ingin jadi capres atau cawapres, tapi sama-sama belum ada kendaraan politik.
"Apabila republik memanggil dan rakyat berkehendak, Saya siap jadi presiden," demikian Gatot Nurmantyo.
Lain lagi dengan Paijo, "Apabila Republik tidak memanggil dan rakyak tidak berkehendak, saya siap tidak jadi presiden dan wakil presiden." Paijo beralasan, Ojo rumongso biso, ning biso'o rumongso atau jangan merasa bisa, tapi ukurlah dirimu sendiri, mampu atau enggak.
Mudah-mudahan baik Abraham Samad, Gatot Nurmantuo atau Mahfud MD dan lainnya bisa menjadi alternatif-alternatif dari banyak pilihan untuk menjadi capres dan cawapres, karena itu hak warga negara, asal memenuhi syarat undang-undang.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews